Menyelamatkan Indonesia dari ‘Jerat’ Narkoba
Oleh : Umar Syarifudin (*)
Jagat politik di Indonesia digegerkan dengan kasus narkoba Bupati Ogan Ilir (OI) AW Nofiandi Mawardi. Adapun penggerebekan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dilakukan di rumah pribadi Bupati Ogan Ilir (OI) AW Nofiadi Mawardi di Jalan Musyawarah III, Kelurahan Karanganyar Gandus, (13/3/2015) yang akhirnya dijadikan tersangka pengguna narkoba, jelas melengkapi daftar catatan kelam akhlak dan moral para pejabat di tanah air.
Kasus di atas adalah bagian dari kasus-kasus narkoba, fakta sudah berbicara bahwa narkoba dikonsumsi dari mulai pejabat negara, artis, pegawai, bahkan pelajar, menjadi orang pesakitan di meja hijau dan merasakan dinginnya tembok jeruji besi akibat terjebak dalam kasus penyalahgunaan narkoba.
Fakta menunjukkan bahwa Indonesia menjadi pasar empuk narkotika, khususnnya sabu. Harga sabu di Indonesia memang fantastis yaitu dua kali lipat dari harga di Malaysia dan Tiongkok. Dengan kondisi gegrafis Indonesia yang sangat terbuka, maka Indonesia kini secara perlahan tapi pasti juga mengalami pergeseran yang semula tempat transit, kini menjadi negara tujuan, bahkan bisa bertambah peran yaitu menjadi "gudang" atas narkoba dengan tujuan Australia. Hal tersebut karena harga sabu di Australia dua kali lipat lebih mahal dari Indonesia. Di antara pemain utama di Australia saat ini berasal dari Vietnam, dan dengan alasan disparitas harga yang besar dan letak posisi geografis Indonesia sebagai negara besar terdekat dengan Australia, maka jaringan narkotika Indonesia mempunyai peluang lebih dalam penyelundupan narkotika ke Australia.
Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bekerja sama dengan Puslitkes UI pada 2011, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba 2,2% atau setara dengan 4,2 juta orang dari total populasi penduduk Indonesia berusia 10 tahun hingga 59 tahun. Angka prevalensi diprediksikan meningkat menjadi 2,8% (5,1 juta orang) pada 2015.
Bisa dikatakan, Bulan November 2014 adalah "panen" pengungkapan narkoba untuk BNN RI. Bagaimana tidak, di awal bulan November, BNN berhasil menyita ganja dengan jumlah yang besar yaitu sebanyak 8,5 ton ganja asal Aceh di Pekanbaru. Setelah itu, BNN kembali berhasil mengamankan 3 WNA asal Tiongkok berikut barang bukti sabu dengan jumlah terbesar selama tahun 2014 ini, yaitu 151,5 kg di Jakarta Barat. Sabu tersebut berasal dari Tiongkok. Di waktu yang hampir bersamaan, BNN juga berhasil menangkap 3 orang tersangka di Jakarta Utara dengan barang bukti sabu sebanyak 5,3kg dan menangkap 2 orang pelaku penyulundupan narkoba di Kalbar sebanyak 5 kg. Sabu tersebut berasal dari Malaysia. Total sabu yang disita BNN di bulan november saja sebannyak 161.5 kg. Kalau rataan pengguna sabu per gram-nya adalah 5 orang, maka 161.500 gram dapat digunakan unutk 807.500 orang. Jumlah tersebut merupakan dua kali lipat jumlah penduduk negara Brunei Darussalam.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menjelaskan di dunia ada 315 juta orang usia produktif atau berumur 15 sampai 65 tahun yang menjadi pengguna narkoba. Hal ini, berdasarkan data dari UNODC (organisasi dunia yang menangani masalah narkoba dan kriminal). Sementara, di Indonesia angka penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2 persen atau 4,2 juta orang pada tahun 2011. Mereka terdiri dari pengguna coba pakai, teratur pakai, dan pecandu. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah terungkap 108.107 kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka 134.117 orang. Hasil pengungkapan tindak pidana pencucian uang sebanyak 40 kasus dengan nilai aset yang disita sebesar Rp163,1 miliar. (nasional.news.viva.co.id 26/06/2014)
Sasaran paling mudah bagi para Bandar narkoba ini adalah kalangan pelajar/mahasiswa. Merasuk kedalam dunia pendidikan membuat bahaya Kondisi Negara ini, mengapa demikian? Karena para pelajar adalah generasi penerus bangsa yang akan memimpin negeri ini. Jika banyak pelajar dan kaum terdidik bangsa ini terjerumus dalam jeratan narkoba maka keterpurukan Negara ini bakal menjadi-jadi dan bukan tidak mungkin menuju Negara gagal. Menyedihkan!
Motif Ekonomi
Dengan situasi sosial dan ekonomi dunia yang semakin sulit dan keuntungan besar yang dapat diperoleh dari bisnis narkoba, maka peredaran gelap narkoba semakin sulit untuk dikendalikan. Dari data yang dirilis BNN, diketahui bahwa jumlah pelaku kejahatan narkoba yang ditangkap pada tahun 2010 berjumlah 26.678 orang, tahun 2011 berjumlah 29.796 orang, pada tahun 2012 berjumlah 28.727 orang, dan tahun 2013 berjumlah 28.784 orang (Jurnal P4GN BNN Tahun 2014). Artinya, jumlah pelaku yang ditangkap tidak mencerminkan terjadinya penurunan. Dengan fakta bahwa sebagian besar pelaku kejahatan narkotika tetap melakukan kejahatan narkotika dari dalam penjara, maka pelaku kejahatan narkotika terus mengalami peningkatan.
Dalam siklus kejahatan narkotika maka terdapat beberapa "pos jabatan" yaitu bandar, kurir, pemodal, pemasak, pengedar/penjual, pengecer, dan pembeli/user. Tiap-tiap posisi tersebut juga terdapat klasifikasi yang berbeda misalnya untuk posisi kurir, maka terdapat kurir dengan jumlah barang besar, sedang, dan bahkan kurir pengecer. Terdapat juga kurir dari pengedar dan kurir dari user. Juga terdapat pemain dengan rataan jumlah narkotika berbeda-beda. Di Indonesia pada umumnya, narkoba dengan peminat terbesar yaitu jenis sabu yang berasal dari luar negeri seperti Tiongkok dan Malaysia, kisaran jumlah yang diselundupkan ke Indonesia adalah 1-6 kg. Bisa juga lebih dari 6 kg.
Pemain narkoba di Indonesia hingga kini masih menjadikan keuntungan uang sebagai dasar utama motivasi mereka dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Jan C. Van Ours dan Stephen Pudney merinci dalam tulisannya tentang penyalahgunaan narkoba dan kaitannya dengan sudut pandang ekonomi (2006). Bahwa narkoba dari aspek ekonomi sangat merugikan negara dalam berbagai hal termasuk beban keuangan negara terutama untuk sektor kesehatan dan keamanan.
Pencegahan dan Pemberantasan
Maraknya peredaran narkoba yang berdampak terhadap meningkatnya jumlah pengguna narkoba tentu tidak lagi bisa dianggap remeh. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyelahgunaan dan peredaran gelap narkoba harus terus ditingkatkan. Hukum harus ditegakkan. Tak ada ampun bagi pengedar narkoba di Indonesia, diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi mereka yang mencoba bermain-main bisnis barang ini.
Mencermati hal ini, hukuman berat tidak hanya layak dijatuhkan kepada para pengedar dan produsen, tapi juga aparat yang memberi keleluasaan peredaran narkoba, melakukan aktivitas kriminal dari dalam penjara, atau terbukti melindungi pengedarannya. Tentu saja pemecatan atau mutasi tidak cukup, pasal terkait narkoba juga harus dibebankan pada oknum aparat yang jelas-jelas terbukti mendukung peredaran narkoba.
Hal lain, mengingat upaya pemerintah bersikap tegas terhadap para pengedar sempat mendapat hambatan dan tekanan internasional atas nama hak asasi, maka segenap rakyat harus mengapresiasi langkah pemerintah dalam memberikan hukuman berat yang diharapkan bisa memberi efek jera bagi para bandar dan pengedar narkoba.
Langkah serius perlu dilakukan segera. Pertama, segera eksekusi para bandar yang sudah dijatuhi hukuman mati agar menjadi terapi kejut bagi para bandar lokal, nasional dan internasional yang mau coba-coba masuk ke Indonesia.
Kedua, terapkan hukuman berat bagi pengedar dan bandar yang tertangkap, bila perlu hukuman mati menjadi sebuah kesepakatan nasional. Ketiga, terapkan hukuman berat kepada aparat yang “bermain mata” dengan narkoba ataupun berkolusi dengan bandar narkoba, bila perlu aparat tersebut dijatuhi hukuman mati. Keempat, lakukan pemantauan yang ketat terhadap aparat di bandara,pelabuhan, polisi, jaksa, hakim, dan lembaga pemasyarakatan untuk menghindari mereka “bermain mata” dengan bandar narkoba.
Kelima, keluarkan kebijakan untuk menutup semua lokalisasi dan tempat hiburan malam, sebab 75% sentra narkoba ada di wilayah ini. Dalam kondisi ini sangat pantas Indonesia disebut sebagai Negeri Darurat Narkoba. Ketika perang melawan narkoba, yang patut dicermati ialah narkoba merupakan bisnis besar yang menggiurkan. Uang yang berputar di bisnis ini mengalahkan semua jenis bisnis apa pun. Dengan uangnya, para bandar dapat menghalalkan segala cara untuk memenangkan peperangan. Keenam, Terapkan syariah secara kaffah, hukum Islam bersifat jawabir dan zawajir. Sempurna untuk mencegah dan mengatasi problem narkoba.
Jika dikatakan sikap keras Pemerintah terhadap para pengedar melanggar hak asasi, maka lihatlah betapa banyaknya jumlah narkoba yang selama ini diselundupkan dan beredar. Kemampuan aparat menggulung para pengedar justru menunjukkan besarnya jumlah anak dan remaja serta berbagai kalangan di tanah air yang berhasil diselamatkan. Apalagi saat ini masih terdapat terpidana mati yang dikabarkan tetap mengendalikan peredaran narkoba sambil mengulur waktu, berupaya menunda eksekusi dengan mengajukan langkah hukum tahapan demi tahapan. [VM]
(*) Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri
Posting Komentar untuk "Menyelamatkan Indonesia dari ‘Jerat’ Narkoba "