Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Eksploitasi Isu ISIS


Oleh : Umar Syarifudin (*)

Berbagai aksi terorisme dikaitkan dengan ISIS dengan pemberitaan yang berulang yang sepihak oleh media kapitalis. Mulai dari serangan di Paris, penembakan yang dilakukan di Amerika, Bom Thamrin, Bom Brussels, Bom Lahore, dan seterusnya semuanya dikaitkan dengan ISIS. Tanpa perlu pembuktian secara mendalam sejauh mana hubungan antar pelaku dengan ISIS. Opini dibangun dengan cukup mengatakan “Pelaku simpati kepada ISIS, pelaku pernah ke Suriah, pelaku anti Barat, anti Yahudi. Sudah cukup”.

Kebohongan yang mengatasnamakan kemanusiaan, juga ketika mereka mengklaim memerangi ISIS, telah lama dipahami oleh umat Islam yang semakin cerdas. Kehancuran yang terjadi di Libya dengan mengatasnamakan ‘humanitarian intervention’ belum hilang dari ingatan. Intervensi NATO di Libya adalah penyebab kekacauan, bencana kemanusiaan, dan mengakibatkan adanya krisis migran yang membanjiri Eropa. Tak cukup hanya itu, Libya juga menjadi surga yang nyaman bagi proyek terorisme AS dan Sekutunya. 

Di sisi lain, kekejaman nyata Amerika justru ditutup-tutupi. Dengan mengecam kekejaman ISIS, Amerika seolah bisa menutupi kekejamannya yang jauh lebih besar. Mikha Zenko dari Dewan Hubungan Luar Negeri baru-baru ini menghitung jumlah bom yang pernah dijatuhkan oleh Amerika di negara-negara lain pada tahun 2015, yang semuanya adalah negara-negara muslim dan jumlahnya mengagetkan : 23.144 bom. Bom itu dijatuhkan atas perintah Presiden Obama, seorang pemenang hadiah nobel perdamaian. Grafik, yang ditunjukkan oleh sebuah lembaga think-thank memberikan angka yang mencolok atas betapa besar kerusakan yang ditimbulkan oleh AS di negara-negara lain.

Rusia, Prancis dan Amerika serta sekutunya, tidak benar-benar sedang memusuhi dan memerangi ISIS. Seringnya peristiwa “Serangan Udara salah sasaran” yang dilakukan oleh mereka menunjukkan bahwa perang melawan ISIS hanyalah  kedok belaka. Berbagai serangan mereka, khususnya di Suriah, yang acapkali menimbulkan banyak korban justru di pihak rakyat sipil tak berdosa makin menguatkan dugaan selama ini bahwa Barat (Amerika, Rusai, Prancis dan partai sekutunya) begitu ketakutan dengan akan bangkitnya umat Islam, khususnya di Suriah.

Politik Amerika dalam perang melawan Islam dan Khilafah yang akan datang, meski upayanya telah sampai pada tahap kegilaan, maka kegagalan akan tetap setia menemani Amerika. Dengan demikian, Amerika akan menghabiskan uangnya untuk kerugiannya, dan kekalahan yang menjadi dirinya terhinakan. 

Perang melawan ISIS pun digunakan untuk membenarkan kekejaman yang dilakukan oleh penguasa-penguasa represif di dunia Islam. Atas nama perang melawan teroris terutama ISIS, Saudi mengumumkan aliansi militer negara-negara muslim. Koalisi ini memberikan legitimasi baru bagi Mesir yang menjadi anggota aliansi untuk memerangi siapapun yang dianggap bersebrangan dengan rezim diktator, terutama kelompok al Ikhwan al Muslimun. Saudi juga bersikap sama, menangkap siapapun yang dituding berhubungan dengan ISIS. Padahal yang ditakuti oleh Saudi adalah bangkitnya kekuatan yang menggoyang tahta kerajaannya.

Penyesatan Berita 

Propaganda membanjiri lini masa, sebagai efek atas kolapsnya Washington dan sekutu regionalnya dalam perang proksi di Suriah. Hampir semua media Barat menyuguhkan gambar-gambar pengungsi yang dramatis, khususnya anak-anak, yang digunakan sebagai propaganda Barat untuk melakukan intervensi militer. Misalnya CNN yang menulis “Aleppo siege marks dramatic upheaval on Syrian battlefield". Atau artikel The Guardian yang berjudul, “Tens of thousands of Syrian refugees remain stranded at Turkish border".

Sekretaris Negara John Kerry, baru-baru ini berbicara tentang ‘inisiatif baru’ di Suriah, yang artinya, Amerika Serikat (AS) ingin benar-benar menggenggam/ menguasai Timur Tengah, tanpa kecuali. Propaganda yang dilakukan media sesungguhnya adalah hal yang absurd. Mereka tidak memberikan informasi yang benar kepada publik, melainkan sengaja berusaha memprovokasi, memancing emosi, yang sebenarnya bertujuan untuk melakukan intervensi militer yang telah lama direncanakan, sebagaimana yang terjadi di Afghanistan, Iraq dan Libya. Alasan sebenarnya dibalik intervensi adalah mereka ingin memecah belah dan menghancurkan Suriah, bukan untuk menyelamatkan atau membantu rakyat, dan Barat sepertinya kembali menggunakan taktik ini untuk mengelabui masyarakat internasional.

CNN menyebut bahwa Suriah dan Rusia harus bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan yanng terjadi pada saat ini. Perhatikan argumen CNN berikut ini: 

“Anda yang mengira bahwa Suriah tidak akan menjadi semakin terpuruk, pikirkanlah kembali. Di wilayah timur Aleppo, ada pasukan Kurdi yang didukung oleh AS, mengincar ISIS di sepanjang Jarablus dan Manbij, yang berbatasan dengan Turki. AS ingin mengusir ISIS, untuk menghentikan adanya akses bagi para jihadis dan pasokan logistik dari Turki.” 

Semua pembaca CNN akan bertanya, dan Anda para jurnalis yang jujur harus menjawab pertanyaan ini. “Mengapa AS tidak memusatkan kekuatannya di Turki? Bukankah Turki adalah sekutu AS, dan juga anggota NATO sejak tahun 1950-an? Bukankah di Turki, AS bisa menghalangi supply logistik dan masuknya jihadis menuju Suriah?” 

Sangat sederhana bukan? Jika AS dan Turki serius memerangi ISIS, cukup cegah ISIS masuk ke Suriah melalui Turki, bukan melakukan intervensi militer di Suriah. Jika tidak ada supply logistik maupun jihadis, maka perlahan tapi mati, kelompok teroris di Suriah akan lemah dan menyerah. 

Namun tentu saja itu tidak akan terjadi, mengingat AS mempersenjatai, mendanai, dan melatih kelomok-kelompok teroris di Suriah, begitu pula dengan Turki yang bertransaksi minyak ilegal dengan ISIS. AS dan sekutunya yang sesungguhnya telah membunuh dan melakukan perusakan di Suriah, yang akhirnya mempengaruhi seluruh keamanan di kawasan Timur Tengah, bahkan hingga Eropa dan Amerika Utara. Begitulah. AS, Turki, dan sekutu-sekutunya negara-negara monarkhi di Teluk Persia telah merencanakan untuk membentuk sebuah “Salafist” (Islamic) “principality” (State).

Melalui media-media yang dikendalikannya, Barat pun senantiasa mengeksploitasinya, untuk terus mencitraburukan Islam. Begitupun serangan militer mereka,  terus melanggar kesucian negeri  kaum muslimin khususnya Syam. Berkaitan dengan hal itu, kami Hizbut Tahrir sepenuhnya menyadari, selain mencitraburukan dakwah untuk menerapakan Islam dalam bingkai Negara, target Barat yang lebih luas dari itu adalah mencitraburukan sistem Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah dan membendungnya agar tidak tegak kembali. Selain itu mereka juga berupaya mencoreng citra pengemban dakwah yang ikhlas dan terus bekerja menegakkan sistem Khilafah dengan dalih memerangi terorisme.

Narasi tentang terorisme selama ini selalu narasi tunggal atau narasi sepihak. Jadi Barat dan antek-anteknya membangun kontruksi tentang apa itu teroris, siapa mau melakukan apa, kenapa, bahkan termasuk siapa yang ditangkap, kenapa ditangkap, kenapa ditembak. Semua narasi tunggul. Tidak pernah ada konfirmasi dari siapa pun termasuk dari yang dianggap sebagai teroris. Kalau dalam bahasa anak muda itu, boleh disebut sebagai bualan. Dari bualan itu mereka akan mendikte Indonesia.

Amerika memutuskan untuk mendistorsi Islam dan Khilafah dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh setan sekalipun. Lalu, Amerika meramunya dengan ramuan ide pendistorsian dan menerapkannya dalam dunia nyata, di antaranya menghubungkan setiap aksi kejahatan yang dilakukannya sendiri dengan Islam dan Khilafah yang akan datang. Dalam hal ini, Amerika memanfaatkan aksi-aksi kejahatan organisasi negara (ISIS) yang dilakukannya dengan bungkus jubah Khilafah palsu yang diklaimnya. Amerika selalu menyematkan setiap kejahatan organisasi negara (ISIS) pada Islam agar kaum Muslim berpaling dari berpikir serius tentang kembalinya Khilafah Rāsyidah.

Perang melawan  ISIS sekali lagi hanyalah alat Barat untuk melakukan memuluskan penjajahan mereka. Baik dalam bentuk intervensi militer secara langsung, kerjasama antara negara, atau menjadi alat untuk melakukan stigma negatif terhadap ide-ide mulia dalam Islam seperti syariah Islam dan Khilafah. Mereka juga melakukan ini untuk melakukan penyesatan politik, mengalihkan umat Islam dari ancaman teroris sesungguhnya. Siapa lagi kalau bukan negara-negara imperialis Barat dan pendukung-pendukungnya.

Deradikalisasi 

Studi kasus, strategi  kontra-radikalisasi Pemerintah Inggris menargetkan umat Islam yang memiliki jenggot akan dicap sebagai teroris. Sekaligus untuk menekan gerakan anti-penghematan dan kampanye lingkungan, kata ratusan akademisi dalam sebuah surat terbuka kepada The Independent. Kewenangan yang dibawa Undang-undang Counter-Terorisme dan Keamanan memberikan wewenang pada guru, pekerja sosial, petugas penjara dan manajer NHS untuk melaporkan tanda-tanda adanya radikalisasi yang luas. Mereka yang diduga ekstrimis akan dikirim pada program deradikalisasi, sedangkan seluruh sistem harus diawasi oleh pengawas pemerintah.

Di Indonesia, logika BNPT tentang radikalisme ini dibangun berdasarkan logika Setara Institute—LSM liberal yang diketuai Hendardi dan banyak dibiayai oleh USAID, bahwa radikalisme itu anak tangga menuju terorisme. Dalam buku terbitan Setara Insitute berjudul ‘Dari Radikalisme Menuju Terorisme’ (2012) disimpulkan bahwa “kinerja deradikalisasi yang selama ini hanya diperuntukan bagi eks teroris, harus juga diarahkan pada kelompok-kelompok radikal, karena pembiaran terhadapnya sama artinya memfasilitasi inkubasi kelompok radikal menjadi teroris.”

Adapun yang mereka maksud kelompok radikal ini adalah radikal versi Setara Institute. Menurut lembaga ini, radikal dicirikan dengan: tidak mau bertetangga dengan beda agama, tidak setuju menikah beda agama, tidak setuju anggota keluarga pindah agama, menolak orang tidak beragama, tidak menerima rumah ibadah agama lain di lingkungannya, menolak ada agama lain di luar enam agama resmi, anti Ahmadiyah, ingin menerapkan syariat Islam, setuju hukum rajam, setuju khilafah, serta menolak demokrasi.

Jika berdasarkan landasan berpikir tersebut, seluruh kaum Muslimin yang memegang erat ajaran agamanya berdasarkan Alquran dan sunnah terkategori radikal. Dari sini pula, tampaknya BNPT terbawa oleh logika ngawur Setara Institute bahwa ajaran Islam adalah pangkal lahirnya terorisme. Bisa dipastikan BNPT menempatkan terma radikal dengan pemaknaan yang stereotip, over simplikasi dan menindas.

Tak mengherankan, jika BNPT selama ini mencoba mendekonstruksi istilah-istilah yang sudah baku dalam syariah Islam. Lembaga ini selalu memunculkan ‘istilah-istilah’ baru terhadap istilah: jihad/istishad/ightiyalat dan intihar; klaim kebenaran; amar ma’ruf nahyi munkar; hijrah; thagut; Muslim dan kafir; ummatan washathan; tasamuh; dan Daulah Islam dan Khilafah.

Sebagai upaya ‘pemberangusan Islam atas nama melawan terorisme’ strategi liberalisasi dapat diringkas sebagai berikut:

Pertama: penyebaran propaganda pemikiran-pemikiran liberal lewat sosial media,media online, media cetak dan televisi. 

Kedua: Liberalisasi Melalui Jalur Pendidikan. Cara ini juga terbukti efektif dan ampuh untuk meliberalisasi organisasi-organisasi Islam. Penerapan kurikulum sekuler serta program-program beasiswa, penelitian, dan bantuan-bantuan asing yang diberikan kepada lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi Islam bukanlah bantuan gratis nir kepentingan. Sesungguhnya, di balik program beasiswa, bantuan dan penelitian itu, ada motif-motif culas untuk mengubah pemikiran anak-anak kaum Muslim. 

Ketiga: Proyek-proyek Bantuan Asing Dengan Mengatasnamakan Penelitian Agama, Seminar, Lokakarya dan lain-lain. Selain melalui jalur pendidikan, proyek liberalisasi Dunia Islam juga dilakukan dengan proyek-proyek bantuan asing dengan mengatasnamakan penelitian agama, seminar, lokakarya, pelatihan gender, penerbitan buku-buku bermuatan liberalisme-sekulerisme, dan lain sebagainya. Bantuan ini biasanya diberikan kepada yayasan-yayasan atau LSM-LSM penggiat liberalisme-sekularisme dan feminisme, seperti Jaringan Islam Liberal, Yayasan Paramadina, LKiS, dan lain-lain. Kelompok-kelompok ini mendapatkan support dari Barat untuk me-massif-kan proyek-proyek liberal di Indonesia, dengan cara memberikan bantuan untuk penelitian, workshop, seminar, lokakarya, pelatihan, dan pencetakan buku-buku berhaluan liberal. 

Keempat: Ekspose Tokoh-tokoh Liberal. Strategi ini ditujukan untuk membangun opini dan image tokoh-tokoh liberal di tengah-tengah masyarakat. Melalui ekspose media yang massif, tokoh-tokoh ini disulap sedemikian rupa menjadi tokoh-tokoh yang memiliki legitimasi dan reputasi ilmiah tinggi. Untuk memperkuat opini ini, mereka diberi sederet gelar dan penghargaan oleh tuan-tuan mereka, kaum kafir imperialis. Ibarat sebuah opera, para agen ini diperankan sebagai tokoh-tokoh protagonis dengan sejuta kharisma dan kelebihan. Hebatnya lagi, orang yang tidak menonjol dari sisi pemikiran dan ketokohan pun bisa mereka opinikan sebagai tokoh spektakuler yang harus diperhitungkan.

Kelima: kerjasama pemuda dan pelajar serta dan kunjungan ke luar negeri. Cara ini juga lazim dipakai oleh kaum kafir untuk mengubah perasaan dan cara pandang anak-anak kaum Muslim terhadap Barat. Ketika berada di negara-negara Barat, kepada anak-anak kaum Muslim ini ditunjukkan budaya dan nilai Barat. Semua hal yang baik ditunjukkan kepada mereka, sedangkan kejahatan dan keculasan Barat sama sekali tidak mereka tunjukkan. Akibatnya, anak-anak kaum Muslim mulai inferior dan kagum dengan “budaya dan nilai Barat”. Bahkan anak-anak kaum Muslim ini, setibanya di Tanah Air menyatakan, Barat lebih islami dibandingkan dengan umat Islam. Perasaan inferior ini semakin menguat, ketika realitas kehidupan kaum Muslim di negerinya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan realitas kehidupan Barat. Keadaan ini semakin menyakinkan mereka untuk meninggalkan Islam serta menerima pemikiran-pemikiran dan nilai-nilai Barat.

Khatimah

Strategi-strategi Kaum kuffar bias ditangkal dengan cara membangun kesadaran politik umat secara sistematis dan terus menerus yakni membangun kesadaran politik adalah upaya untuk menjadikan Islam sebagai sudut pandang (wijhatu an-nadhr) untuk melihat problem-problem dunia. Kesadaran ini akan mendorong umat untuk melihat berbagai macam persoalan berdasarkan akidah dan syariah Islam. Tidak hanya itu, kesadaran politik akan meningkatkan kepekaan umat terhadap makar dan strategi kaum kafir Barat untuk menghancurkan Islam. Dengan kesadaran ini, umat mampu menganalisis dengan cermat dan benar agenda-agenda jahat kaum kafir liberal atas Dunia Islam. Saatnya bangkit, bersatu, bergerak! [VM]

(*) Praktisi Politik (Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri)

Posting Komentar untuk "Eksploitasi Isu ISIS"

close