Cara Jitu Basmi Predator Se[k]sual Anak
Oleh : Maya Ummu Azka
(Anggota MHTI)
Seorang pelajar SMP berprestasi bernama Yuyun menjadi korban perkosaan brutal dan pembunuhan. Pelakunya sebanyak 12 pemuda yang mengaku sering menonton film pormo, tidak menampakkan tanda penyesalan di wajah mereka. Berita ini membuka hari kita dengan ternganga, geram tak terkira.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak sangat mengkhawatirkan. Saat ini di Indonesia sudah ada 58 persen dari total kasus kekerasan anak yang angkanya sudah di atas 20 ribu kasus." Itulah pernyataan Arist Merdeka Sirait dalam sebuah seminar (http://www.radarsemarang.com/20160418/20-ribu-anak-alami-kekerasan-seksual).
Sementara kabar mencengangkan juga diungkapkan oleh Sekretaris KPAI, Rita Pranawati, bahwa pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di Tanah Air meningkat 100 persen dari tahun-tahun sebelumnya. “Dari 2013 ke 2014 itu naiknya 100 persen, baik itu mereka yang jadi korban atau pun pelaku,” ujarnya di Kantor KPAI, Jakarta, Jumat (4/3/2016) (http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelecehan-seksual-pada-anak-meningkat-100).
Data itu tentu membuat kita terhenyak. Rumah dan sekolahpun tak aman lagi karena banyak juga kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan ini ( http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/). Bukankah pemerintah sudah mencanangkan berbagai program untuk perlindungan anak? semisal kampanye Kota Layak Anak. Namun mengapa para predator seksual anak masih saja bermunculan?
Rumitnya Permasalahan
Jika kita cermati, permasalahan kekerasan seksual terhadap anak tak kunjung tuntas karena banyak faktor yang melatarbelakangi. Ada pengaruh ketidakharmonisan dalam keluarga yang dipicu oleh ketidakpahaman akan fungsi dan peran tiap anggota keluarga. Hal ini ditambah dengan lemahnya keimanan individu.
Penerapan sistem kapitalisme yang liberal dan sekuler telah menggerus akal sehat dan mematikan naluri manusia sehingga orang terdekat tega 'memangsa' anak-anak. Belum lagi bebas beredarnya tayangan berbau kekerasan dan pornografi yang dapat memicu syahwat. Penggunaan gadget yang tidak dibentengi keimanan pun turut menunjang maraknya kekerasan seksual.
Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan juga memaksa para ibu keluar dari 'istana'nya demi mengais rupiah. Mereka meninggalkan keluarga seharian, bahkan terpaksa bertahun-tahun menjadi TKW di negeri orang. Akhirnya sang buah hati tak terawasi dengan baik.
Pemerintah pun tak punya gigi untuk melindungi anak. Peraturan dan sanksi yang lemah tak bergigi menghadapi para predator seksual anak ini. Pelaku tindak pencabulan anak di bawah umur umumnya akan dijerat Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan hukuman antara 3 sampai 10 tahun penjara. Sementara dalam KUHP, tindak pemerkosaan diancam hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara. Namun para hakim sangat jarang menjatuhkan hukuman maksimal. Solidaritas Masyarakat Anti Kekerasan mengusulkan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dihukum minimal 20 tahun penjara dan maksimal seumur hidup (beritasatu,com).
Cara jitu
Keberadaan para predator seksual anak sudah sangat genting, butuh penanganan sistemik agar dapat dihentikan dan dicegah kemunculannya. Karena penyebab utamanya adalah penerapan sistem kapitalisme liberal dan sekuler, maka cara yang paling ampuh adalah dengan mencerabut sistem itu dan menggantinya dengan sistem islam yang kaffah dalam bingkai Khilafah.
Mekanisme khilafah dalam melindungi anak dari predator adalah sebagai berikut,
Dalam masalah ekonomi, khilafah wajib menyediakan lapangan kerja yang luas agar para kepala keluarga dapat bekerja dan memberikan nafkah untuk keluarganya. Serta berkewajiban mendistribusikan seluruh hasil kekayaan negara untuk kesejahteraan warganegara, baik untuk mencukupi kebutuhan pokok, kesehatan, maupun pendidikan. Dengan jaminan seperti ini, para ibu tidak perlu bekerja sehingga bisa berkonsentrasi menjalankan tugas utamanya mendidik, memantau dan menjaga anak-anaknya.
Khilafah wajib menjaga suasana taqwa di tengah masyarakat dengan membina warganegara sehingga mereka menjadi manusia yang bertaqwa dan memahami serta terikat dengan hukum-hukum agama. Pembinaan dilakukan baik di sekolah, di masjid, dan di lingkungan perumahan.
Khilafah melarang tersebarnya pornografi, pornoaksi, dan konten kekerasan. Baik itu di media cetak, elektronik, juga di media internet. Media hanya diizinkan memuat konten yang mendidik dan informasi yang mengandung maslahat bagi masyarakat.
Penerapan aturan dan sanksi yang tegas akan menjadi pencegah agar tak ada individu yang berani elakukan keketasan seksual pada anak. Sistem sanksi dalam islam menetapkan pemerkosa dicambuk 100 kali bila belum menikah, dan dirajam bila sudah menikah. Penyodomi dibunuh. Termasuk juga melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan dikenai denda 1/3 dari 100 ekor unta, atau sekitar 750 juta rupiah, selain hukuman zina (Abdurrahman Al Maliki, 1990, hal 214-238).
Dengan khilafah, anak-anak akan hidup dengan rasa aman dan tumbuh menjadi generasi unggul. [VM]
Posting Komentar untuk "Cara Jitu Basmi Predator Se[k]sual Anak"