Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Muslim Myanmar ‘Dibelenggu’


Oleh : Ainun Dawaun Nufus 
(MHTI Kediri)

Derita muslim Myanmar telah menyingkap kedustaan dan kepalsuan dari propaganda demokrasi Barat. Karena meski mereka menegaskan bahwa muslim adalah kelompok yang menerima perlakukan terburuk di dunia, hanya saja mereka tidak menekan pemerintah Myanmar untuk menghentikan genosida yang dilakukan terhadap umat Islam.  

Abu Siddiq, salah satunya. Berbicara dengan Aljazirah, Siddiq yang kini tinggal di ibu kota Malaysia Kuala Lumpur mengatakan, ia terpaksa harus melarikan diri dari rumahnya. Semua dilakukannya setelah etnis Buddha di Myanmar meluncurkan kampanye brutal terhadap keluarga dan komunitasnya. "Kami dipukuli, dilecehkan, dan rumah kami dibakar," kata Siddiq seperti dilansir Aljazirah, Senin (23/5).

Ia mengatakan, kala itu mereka bahkan harus menggali parit dan menempatkan rumput kering di dalamnya untuk tidur. Mereka tak punya makanan untuk dimakan dan kerap diburu. "Dengan 6.000 orang yang hidup di wilayah itu, kami minum air dari saluran air, bahkan genangan. Tak ada makanan atau perawatan medis," kata Siddiq. Keempat anaknya yang berusia dua, tiga, lima dan sepuluh tahun pun tewas setelah dibunuh secara brutal. Pada Ramadhan lalu, Siddiq mengisahkan, seorang perempuan Rohingya juga tewas setelah kerusuhan.

Diskriminasi terhadap Muslim masih terjadi di Myanmar sampai saat ini. Selama beberapa dekade, Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar yang merupakan negara mayoritas Buddha. Mereka lari, karena di Myanmar mereka hidup dalam kondisi apartheid. Ditolak aksesnya ke pekerjaan, pendidikan hingga kesehatan.

Di pintu masuk di Desa Thaungtan, Myanmar, tertulis kalimat secara jelas dengan warna kuning terang.  "Tidak ada Muslim yang boleh tinggal menginap. Tidak ada Muslim yang boleh menyewa rumah. Tidak ada yang boleh menikah dengan Muslim." Thaungtan merupakan desa kecil yang dihuni sekitar 700 orang, mayoritas petani. Aung San Suu Kyi yang kini menjadi pemimpin partai berkuasa lebih bermain aman. Alih-alih mendukung minoritas, pemenang nobel perdamaian ini justru meminta duta besar AS yang baru tidak menggunakan istilah Rohingya. 

Selama 15 tahun dalam tahanan rumah, Suu Kyi memenangkan kekaguman dan simpati orang di seluruh dunia dengan pidatonya yang berapi-api. Ia pun kerap melancarkan kritik yang memerahkan telinga rezim militer yang memerintah Myanmar, atau Burma, sebutan negara ini saat itu. Setelah pembebasannya pada 2010, ketika para jenderal berkuasa menyerahkan wewenangnya kepada pemerintah sipil, Suu Kyi memenangkan kursi di parlemen. Perempuan 69 tahun itu mengaku dia politikus. Suu Kyi berkukuh bahwa dia tidak pernah berusaha untuk menjadi juara pembela hak asasi manusia.

Di sebuah negara yang mayoritas beragama Buddha dari 53 juta penduduknya, tempat merebaknya permusuhan terhadap muslim Rohingya yang minoritas dengan 1,3 juta jiwa, Suu Kyi memilih untuk tetap diam, bahkan ketika dunia menyaksikan penderitaan lebih dari 3.000 orang yang kelaparan.

Pemerintah menegaskan warga Rohingya pendatang ilegal dari negara tetangga Bangladesh. Pemerintah membantah mereka memiliki kewarganegaraan, yang menambah keputusasaan sehingga memicu eksodus dari sekitar 100 ribu Rohingya dalam tiga tahun terakhir. Pihak berwenang menolak mengidentifikasi mereka sebagai "Rohingya" dan menggunakan "Bengali" sebagai gantinya. Suu Kyi juga menghindari sebutan umum dan hanya menyebut Rohingya sebagai "muslim."

Suu Kyi berupaya main cantik di tengah konstelasi politik Myanmar. Dia berhati-hati untuk tidak menggusarkan rezim militer, yang masih memegang kekuasaan politik luar biasa. Militer memiliki seperempat kursi kekuasaan parlemen dan veto atas perubahan amandemen konstitusi. Suu Kyi juga menyadari risiko untuk diri dan partainya jika dia membela Rohingya.

Pertanyaan yang menyentil nurani kita adalah di manakah pemimpin dan militer umat Islam yang mengaku sebagai muslim berada pada saat ini? Apakah mereka tidak sadar bahwa darah dan kehormatan umat Islam Myanmar yang teraniaya akibat penindasan rejim Myanmar yang itu adalah saudara kita? Sungguh penulis terus menyeru sisa agama yang ada di hati Anda agar Anda memikirkan diri Anda sendiri dan di hadapan Allah dan kembalikan kepada akal sehat Anda, sebelum kesempatan itu lewat dan tinggalah penyesalan. [VM]

Posting Komentar untuk "Muslim Myanmar ‘Dibelenggu’"

close