Ringannya Vonis Sony Sandra, Bukti Hukum Demokrasi Selalu Tumpul Kepada Si Kaya
Oleh : Umar Syarifudin
(Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri)
"Hukum kita masih banyak permainan dan bisa perjualbelikan oleh orang-orang yang punya uang," kata Mahfud MD
Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar menyebutkan Kota Kediri, Jawa Timur, sudah mampu menjadi kota layak anak, dan memprioritaskan program-program untuk lebih memerhatikan hak anak, dan tidak mendiskriminasikan mereka. Namun antara klaim belum tentu sama dengan realita. Kasus bejat Sony Sandra sebagai puncak gunung es yang ramai dibicarakan dengan sejumlah ironi dan sinisme tentang penegakan keadilan.
Kasus pencabulan anak yang diduga sebanyak 58 orang yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama PT Triple’S Kediri Sony Sandra (SS) alias Koko sudah berlangsung lama. Tapi Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan ‘BRANTAS’ mengetahui hal ini karena salah satu ibu korban melakukam pengaduan, tepatnya 2015 lalu. Pengaduan tersebut langsung diteruskan pada Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, namun kata ketua BRANTAS Habib laporan pengaduan yang dikirm 14 Juli 2015 tidak direspon.
Sejumlah korban pencabulan Direktur PT Triple S Kediri, pengusaha Sony Sandra sempat menerima uang dari pelaku. Pasalnya, Sony ingin agar kasus tersebut tidak dilanjutkan. Beredar informasi, jumlah uang yang diterima beberapa korban ratusan juta rupiah.
Ander Sumiwi, salah satu pengacara korban mengatakan, beberapa orang dari Sony Sandra sempat mendatangi korban-korban agar bersedia mencabut laporan dengan imbalan sejumlah uang. Ander mengaku, beberapa korban tersebut sempat mengadu ke dirinya dengan tawaran tersebut.
Dari korban yang terindentifikasi rata-rata berada dibawah garis kemiskinan. Diantaranya AK (SD kelas 6) anak seorang janda dengan berlatar belakang pekerjaan tukang cuci pakaian dan sore hari ia usaha warung kopi. Kemudian ii (SMP kelas 2) anak dari pemulung, AN (SD kelas 5) anak seorang tukang masak, dan lain-lain. dari sejumlah korban yang berhasil diinvestigasi, meraka telah drop out sekolah, dan yang lainnya sudah pindah rumah bahkan ke Kalimatan atau tidak ditahu keberadaannya.
Korban mengaku dijemput oleh pelaku dari kosnya kadang pukul 15.00 WIB atau 15.30 WIB dengan mobil yang berbeda-beda. Saat di dalam mobil korban disuruh minum pil (separuh) warna putih atau pink sedangkan pelaku minum pil utuh. Saat memasuki hotel Bukit Dauan korban disuruh merunduk agar tidak kelihatan oleh satpam. Setiba di Hotel, Obat yang diminum korban tadi sudah beraksi. Korban merasa pusing, rasa mau muntah, badan lemas, wajah merah, serta tangan dan kaki kram. Korban dilarang memuntahkan pil tersebut, dan jika pil itu dimuntahkan maka korban akan dipaksa minum lagi.
Ander mengaku mengetahui orang-orang dari Sony Sandra ini mendatangani sejumlah korban dengan tawaran sejumlah uang. "Setahu saya ada yang sempat terima uang Rp30 juta, Rp100 juta dan ada juga yang menerima uang Rp50 juta. Saya berpikir mereka menerima uang atau tidak kan hak meraka. Tapi kasus ini tetap lanjut dan Sony Sandara ditangkap dan diadili karena korbannya adalah anak-anak di bawah umur," ujarnya. Dalam kasus ini, kata dia, banyak pihak-pihak yang sengaja bermain dan menumpangi. Mengingat sosok Sony Sandara adalah pengusaha besar di Kediri dan beberapa proyek nasional.
Kini, Vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Kediri yang berlangsung Kamis (19/5/2016) tersebut dengan putusan 9 tahun pidana penjara bagi terdakwa Sony Sandra dalam kasus hubungan seksual dengan anak di bawah umur. Vonis dianggap belum sesuai dengan harapan masyarakat dan jauh dari tuntutan yang dibuat jaksa.
Sebelumnya, majelis hakim yang dipimpin oleh Purnomo Amin Tjahyo dengan anggota Daru Swastika Rini dan Rachmawati memutus terdakwa Soni Sandra 9 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan penjara.
Pengusaha konstruksi asal Kota Kediri itu dinyatakan bersalah melanggar Pasal 81 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak juncto pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Tepat setelah putusan itu majelis hakim memberikan kesempatan para pihak untuk menyikapi putusan.
Saat itu pihak jaksa penuntut umum mengambil sikap pikir-pikir dan meminta waktu untuk berkonsultasi dengan atasannya. Sebelumnya, Sony Sandra menjalani dua persidangan dengan perkara serupa yaitu di Pengadilan Negeri Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. Di pengadilan Kota Kediri dengan korban 3 orang gadis dan sudah ada putusan. Di pengadilan Kabupaten Kediri ada dua korban dan jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Soni Sandra 14 tahun pidana penjara. Sesuai rencana, sidang dengan agenda putusan akan berlangsung Senin (23/5/2016).
Lebih ‘aneh’ lagi, konon menurut salah satu sumber berita, meski dalam ruang tahanan, Sony Sandra masih menerima proyek-proyek besar. Menurut salah satu sumber berita, untuk menutup atau menghentikan kasus ini, Sony telah mengeluarkan dana 50 miliyar. Tentu nominal ini kecil bagi Sony yang asetnya triliunan. Info yang beredar, untuk membungkam korban ada yang ditabrak anak buah Sony, untungnya masih bisa selamat.
Jalan Berduri Perlindungan Anak
Masyarakat kini was-was atas maraknya predator seksual yang bisa menjelma di mana saja dan menjadi siapa saja. Ada beberapa faktor penyebab kejahatan seksual terhadap anak itu menjadi menggila di berbagai wilayah tanah air. Pertama adalah inflasi media porno yang tidak terkontrol, bahkan hingga beredar dengan mudah ke jejaring sosial yang kian digemari berbagai kalangan.
Masyarakat semakin disakiti nuraninya dengan vonis ringan bagi Sony Sandra, Saat ini, hukum berlaku hanya bagi orang-orang "apes" saja atau kurang beruntung dengan tidak memiliki pembela karena tidak memiliki uang. Sedangkan, orang yang memiliki kekuatan politik maupun uang bisa mempengaruhi terhadap keputusan hukum. Pelaku kejahatan itu bisa saja dipindahkan atau dibebaskan, sebab adanya permainan hukum.
Hasil olah data Komnas Perlindungan Anak, Kemendikbud, kasus kekerasan terhadap anak tahun 2014 terjadi 2.750 kasus, dan 58% berupa kasus kekerasan seksual. Hanya dengan iming-iming diberi uang jajan, dsb. Laporan Norton Cybercrime Report bahkan menyatakan, pada 2013 ada sebanyak 1,5 miliar jiwa anak berbagai negara di dunia menjadi korban media sosial bahkan ada yang melakukan tindak kejahatan karenanya. Jika harus dibagi, setiap harinya ada 1,5 juta anak di berbagai negara termasuk Indonesia menjadi korban jejaringan sosial (dunia maya) atau 18 anak perdetik.
Banyak program pemerintah yang dikeluarkan untuk melindungi penerus bangsa, tapi banyak pula program lain yang justru bertolak belakang. Sebagi contoh, pemerintah mengandalkan keluarga sebagai pemeran penting dalam pendidikan dan perlindungan anak. Namun disisi lain, pemerintah menggalakkan pemberdayaan ekonomi perempuan demi kepentingan ekonomi dan eksistensi diri. Keluarga menjadi pembina mental anak, namun pemerintah juga memberikan fasilitas bisnis dan media yang memicu hasrat seksual.
Negara telah abai dari tanggung jawabnya dengan mereduksi fungsinya hanya sekedar pembuat regulasi dan bukan sebagai penanggung jawab penuh dalam perlindungan. Negara seharusnya mengambil tanggung jawab penuh dalam melindungi anak, faktanya menyerahkannya kepada keluarga. Terbukti dengan adanya statemen pejabat dan lembaga Negara terkait yang menisbahkan solusi persoalan kekerasan terhadap anak dan masalah sosial lainnya kepada keluarga.
Tinggalkan Kapitalisme
Kasus Sony Sandra merupakan simbol dari kejahatan kapitalis liberal yang merampas hak-hak keadilan korban dengan motif pembungkaman untuk bersuara. Di saat Presiden mencanangkan MEA, artinya membawa masyarakat menuju era yang liberal. Di mana kemudian masyarakat menjunjung menyerahkan semuanya ke mekanisme pasar. Itu bertolak belakang prinsip Islam. Pada saat yang sama, semakin banyak anak-anak di negeri ini menghadapi kekejaman yang sama karena sistem kapitalis liberal yang menyebarkan segala macam kebebasan dan membiarkan pelampiasan sebebas mungkin bagi nafsu dan keinginan primitif.
Dilema yang muncul di sini adalah di satu sisi sistem kapitalis tidak memiliki nilai yang lebih luhur yang dapat mengubah manusia dari sekadar dikendalikan naluri menuju pribadi intelektual bersih dan bermartabat, di sisi lain sistem sekuler itu sendiri juga tidak mengizinkan adanya larangan atau pembatasan yang jelas, yaitu perndangan dan sanksi yang berat, yang akan secara ketat mencegah perilaku kebinatangan. Hal ini karena bentuk pembatasan yang jelas atau hukuman yang berat merupakan suatu inkonsistensi yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar sistem Kapitalis itu sendiri.
Realitasnya adalah demokrasi liberal Indonesia tidak pernah mampu untuk memecahkan masalah masyarakat. Lebih dari 71 tahun penerapan demokrasi tidak dapat menghapus penindasan dari bagian masyarakat. Sebaliknya, dalam perspektif perlindungan anak situasi makin rentan malah kian buruk.
Perlindungan anak berarti segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Seorang anak sangat rentan terhadap tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, baik sebagai korban maupun pelaku. Karenanya, mereka yang berkewajiban melindungi anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua atau wali. Sudah saatnya rakyat Indonesia mengevaluasi kembali nilai-nilai, metode, tujuan dan prestasi yang kapitalisme berikan dan membandingkannya secara tulus dan jujur dengan Islam dan yang dijanjikannya. [VM]
Posting Komentar untuk "Ringannya Vonis Sony Sandra, Bukti Hukum Demokrasi Selalu Tumpul Kepada Si Kaya"