Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tidak akan Kecewa Orang yang Ikhlas


Oleh: Umarwan Sutopo Lc, M.HI (*)

Ketika seseorang memaknai kehidupan dengan perjuangan untuk mendapatkan sesuatu, maka ia akan dihadapkan pada dua  situasi sekaligus dalam hidupnya. Yaitu kegembiraan manakala sesuatu tersebut mampu didapatkan, baik harta, jabatan maupun pasangan hidup. Sebaliknya ia akan dirundung duka atau kesedihan manakala sesuatu itu lepas dari jangkauannya.

Persoalan “mendapatkan/tidak’’, sebenarnya di luar kuasa manusia, karena kedua hal tersebut adalah hak prerogative Sang Pencipta (Allah). Dia Yang Maha Memberi dan sekaligus berkuasa untuk tidak memberi sesuatupun. Adapun manusia hanya mampu “berusaha/berjuang’’ untuk mendapatkan keinginannya.

Ulama Ahlu Sunnah menamai “usaha dan perjuangan” manusia ini dengan sebutan ‘’kasab’’. Kaitannya dengan hal tersebut, jika ia ingin terhindar dari kekecewaan akibat tidak “mendapatkan’’ sesuatu, maka cara ampuh untuk menyikapinya adalah menjadi manusia ikhlas. Maksud Ikhlas dalam buku Tasawuf modern (Cet ke XIV, 1978), adalah pekerjaan/amalan yang bersih terhadap sesuatu. Tempatnya ikhlas ialah di hati. Dalam bahasa kita, ikhlas itu tidak dipisahkan dengan jujur, yang dalam bahasa halusnya “tulus”, sebab itu selalu orang berkata “tulus ikhlas”.

Orang ikhlas adalah orang yang merdeka karena tidak bisa dihinggapi oleh rasa kecewa, benci, hasud dan iri. Hal ini terjadi karena sesungguhnya ikhlas adalah penerimaan yang baik atas kenyataan yang terjadi. Artinya, menerima apa yang telah dikehendakkan atas hidupnya dengan legowo dan tetap prasangka baik atas hal tersebut meski terkadang tidak sejalan dengan keinginan. 

Penulis Ma’alim fi ath-Thariq, Sayyid Qutub dan ulama besar Muhammadiyah, Buya Hamka adalah contoh yang bagus diantara manusia yang mampu menjalani takdir hidupnya dengan ikhlas, bahkan saat penguasa diktator memasukkannya dalam penjara. Penjara ternyata tidak mampu mengekang rasa kemerdekaan berfikir dari Qutub dan Hamka untuk menjalani takdirnya dengan baik. Justru “masterpiece”, Tafsir al Azhar bisa ditulis dengan lancar meski Hamka berada di dalam pengapnya jeruji besi penjara.

Betapa tinggi dan mulia mereka yang mampu mengihlaskan seluruh ketetapan hidupnya, sehingga iblis dan anak cucunya pun tidak mampu memperdaya orang-orang yang diberi gelar kehormatan “al muhlasin”. Adapun kita, ah… jika desahan nafas kecewa masih sering mengiringi perjalanan hidup ini, maka kita perlu belajar banyak tentang makna keikhlasan. Bahkan pada seekor anjing yang tetap bertasbih, meski Allah swt telah menciptanya sebagai hewan yang namanya terkadang menjadi sumpah serapah sebagian manusia. Wallahu’allam. [VM]

(*) Penulis adalah Pendidik di Ponpes Muhammadiyah al-Munawwaroh kota Malang

Posting Komentar untuk "Tidak akan Kecewa Orang yang Ikhlas"

close