Himpitan Kapitalis, Antara Stres Dan Tanggung Jawab
Belum lama ini Indonesia kembali dihebohkan dengan tragedi seorang ibu yang membunuh anaknya. Fitroha (30), seorang ibu yang tega melempar bayinya, Anantida Aprilia (1 bulan) dari lantai 3 Mal Bekasi Junction, Kota Bekasi, hingga tewas. Sementara tersangka mengaku membunuh anaknya karena terhimpit masalah ekonomi. Berikut yang diberitakan oleh detiknews.com. Sebelumnya juga banyak kasus yang sama karena lilitan ekonomi, bahkan lebih parah lagi bunuh diri dilakukan sekeluarga karena himpitan ekonomi yang menyengsarakan. Masalah himpitan ekonomi sering sekali dijadikan motif bunuhdiri. Bahkan tidak jarang orang tua mengajak anaknya untuk ikut bunuh diri. Biasanya selain masalah ekonomi juga ketidak harmonisan rumah tangga menjadi penyebab bunuh diri, sebagai mana yang pernah dilakukan oleh seoarang ibu di bojongsoang bandung beberapa waktu yang lalu.
Peristiwa memilukan ini hanya terjadi di dunia kapitalisme, dimana semua hal dinilai dengan uang atau materi. Kapitalisme mengajarkan adanya jurang pemisah yang dalam antara si kaya dan si miskin. Jika kita tidak punya uang maka kita akan jadi pihak yang tertindas. Sebagaimana yang terjadi sekarang, banyak yang tidak dapat pekerjaan atau hanya buruh, atau hanya pedagang kaki lima yang terlilit hutang di zaman sekarang yang hidup semakin mahal. Pastinya Akan mengalami kesulitan ekonomi, sehingga banyak cara yang dipilih ketika stres atau tertekan. Mereka memilih bunuh diri. Padahal jika dilihat dari segi pendidikan. Rakyat indonesia sudah banyak yang mengenyam pendidikan. Namun, ternyata juga tidak bisa menjamin bagusnya kepribadian seseorang. Dalam dunia pendidikan lebih ditekankan bagaimana menkadi seorang siswa yang berprestasi tanpa memperhatikan keimanan dan kepribadian yang baik. Sehingga pendidikanpun gagal dalam memenuhi tugasnya sebagai pendidik bangsa. Disisi lain lilitan ekonomi dan susahnya kaum laki laki mencari kerja, membuat kaum wanita terpaksa mengadu nasibnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Gayung bersambut, para pemilik modal melirik perempuan sebagai lahan yang murah untuk dipekerjakan. Mereka lebih senang mengambil perempuan sebagai pekerja daripada laki laki karena lebih murah. Ditambah lagi banyak suami yang tidak memenuhi kewajibanya kepada istri. Mereka cenderung menjadikan istri hanya sebagai alat pemuas saja, sehingga hubungan suami istripun tidak sebagai sahabat. Ketidak harmonisan dalam keluarga mengakibatkan banyaknya perceraian yang terjadi. Keadaan ini berakibat fatal bagi keluarga. Khususnya anak-anak. Ini lah yang akan terjadi dinegeri demokrasi. Dimana semuanya bebas bertindak, dengan pemahaman kapitalistik hanya yang kuat yang akan menang. [VM]
Penulis: Henyk Nurwidaryanti, Dosen Tehnik Univ. Soerjo Ngawi
Posting Komentar untuk "Himpitan Kapitalis, Antara Stres Dan Tanggung Jawab"