Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengungkap Hikmah Dan Rahasia Rukyatul Hilal


Oleh : Dhana Rosaeri
Pengamat Politik dan Aktivis HTI

Sebagian umat Islam merasa bingung dan bertanya-tanya, mengapa awal akhir Ramadhan harus ada proses dengan melihat munculnya bulan (rukyatul hilal) sebagai penentuan awal akhir Ramadhan? Dan mengapa susah sekali mencari kesamaan waktu awal dan akhir Ramadhan di seluruh kalender umat Islam dunia? Apa makna dan hikmah di balik perintah Allah yakni untuk melaksanakan Rukyatul Hilal? Mengapa perdebatan, perselisihan hingga klaim kebenaran selalu terjadi di penentuan awal akhir Ramadhan? Mengapa Kalender Hijriyah ndak sekalian saja ditentukan untuk sekian puluh tahun kedepan sebagaimana kalender Masehi ? Adakah Rahasia Allah atas perintah Rukyatul Hilal ini? Akankah Rukyatul Hilal dijadikan momentum Kesatuan Umat dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan?

Orang yang beriman akan memahami bahwa Fenomena alam adalah wujud kebesaran Ilahi. Dan perintah Allah untuk mengamati alam bagi orang-orang yang berakal adalah cara untuk mengenali keberadaan Sang Pencipta Semesta Alam. Keteraturan, ketelitian serta berbagai fenomena alam yang tak terbayangkan indahnya menunjukkan secara nyata pada kita semua bahwa alam ini ada yang menciptakan, ada yang mengatur dan direncanakan begitu rinci, teliti dan detail.  

Gerhana Matahari Total misalnya, itulah salah satu fenomena alam luar biasa yang mendapat perhatian para astronom, media, hingga seluruh lapisan masyarakat. Seluruh komponen masyarakat larut dalam kehebohan fenomena keajaiban alam yang satu ini. Kehebohan Gerhana ini diiringi perintah Allah untuk selalu mendekat pada Allah dengan adanya tuntunan Sholat Gerhana. Dan Allah juga menyimpan rahasia atas perintah untuk melakukan Rukyatul Hilal pada saat penentuan Awal dan Akhir Ramadhan.

Tanpa Rukyatul Hilal, Ramadhan Tak Seru

Kehebohan seluruh dunia menyambut datangnya Gerhana Matahari Total, menunjukkan bahwa masyarakat selalu mengamati dan menyambut setiap fenomena alam yang akan terjadi sesuai dengan perkiraan ilmu astronomi. Dalam menyambut datangnya Ramadhan, berbeda dengan awal akhir di bulan-bulan yang lain. Tradisi dan seremonial pengamatan Hilal di seluruh penjuru dunia menjadi fenomena yang menarik dan menggemparkan. Seluruh lapisan umat Islam di saat menyambut datangnya bulan Ramadhan begitu gegap gempita, segala peralatan astronomi dipersiapkan dengan baik, seluruh pos pengamatan Hilal bersiaga dengan segala perlengkapannya, media massa dan elektronik pun tak luput dari antusiasme pemberitaan, dan setiap orang menanti informasi di belahan bumi manakah Hilal terlihat bahkan ada pelaksanaan sidang Isbat Penentuan Awal Akhir Ramadhan.

Kondisi yang hampir sama pada saat masyarakat dunia menanti saat-saat konjungsi di momen Gerhana Matahari Total (GMT), peralatan astronomi, kacamata anti radiasi hingga kamera yang siap mengabadikan momen istimewa ini merupakan sebuah fenomena bahwa manusia mengakui adanya Sang Pencipta yang membuat segala keteraturan penciptaan alam semesta. Dan momen Ramadhan, fenomena alam dijadikan sebagai titik tolak untuk melakukan sebuah ibadah agung nan mulia agar setiap orang menyambutnya dengan semarak, gegap gempita, riang gembira, suka cita yakni dengan pengamatan Hilal. Bisa dibayangkan, jika Ramadhan sudah terjadwal tanggalnya puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun sebelumnya, antusiasme masyarakat akan sangat kurang menyambut datangnya bulan suci, disamping itu umat Islam tak lagi mengamati fenomena alam ! 

Perintah Allah untuk mengamati fenomena alam yakni sebagai momentum untuk menegaskan keimanan atau kekafiran. Penciptaan apa yang ada di langit dan di bumi, adalah cara sederhana untuk mengakui bahwa Allah itu ada dan Maha Pencipta. Allah Swt berfirman, Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfa`at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (QS Yunus 101)

Momen pengamatan Hilal di awal akhir Ramadhan, akan menjadikan umat Islam semakin takwa, dan sekaligus untuk melawan kekafiran. Allah Swt berfirman : “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah, yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir maka celakalah orang-orang kafir itu, karena mereka akan masuk neraka.” (QS.Saad ayat: 27). 
Al Qur’an Menginpisrasi Berkembangnya Ilmu Astronomi

Al Qur’an diturunkan di bulan Ramadhan, dan didalamnya banyak sekali perintah dan anjuran untuk mengamati setiap fenomena penciptaan langit dan bumi. Mengamati peredaran matahari, peredaran bulan dan bumi serta terbentuknya planet beserta gugusannya, galaksi dsb merupakan cara mengingat Allah berserta kebesaranNya sekaligus memotivasi dan menginspirasi umat Islam untuk belajar ilmu Astronomi. Allah Swt berfirman :

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS:Ali Imran Ayat: 191)

Akibat dorongan dan inspirasi Al Qur’an itulah maka banyak ilmuwan muslim yang menguasai dan berkarya di bidang Astronomi, diantaranya :

1. Al-Battani (858-929 M)

Sejumlah karya tentang astronomi terlahir dari buah pikirnya. Salah satu karyanya yang paling populer adalah Al-Zaijush-Shabi. Kitab itu sangat bernilai dan dijadikan rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad, selepas Al-Battani meninggal dunia. 

Ia berhasil menentukan perkiraan awal bulan baru, perkiraan panjang matahari, dan mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Al-Battani juga mengembangkan metode untuk menghitung gerakan dan orbit planet-planet. Ia memiliki peran yang utama dalam merenovasi astronomi modern yang berkembang kemudian di Eropa. Buku karyanya yang lain Makrifat Mathali’in Nujum dan Ta’dil Al Kawaib.

2. Abdurrahman Al-Sufi (903-986 M)

Orang Barat menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman As-Sufi. Al-Sufi merupakan sarjana Islam yang mengembangkan astronomi terapan. Ia berkontribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi matahari, bulan, dan planet dan juga pergerakan matahari. 
Dalam Kitab Al-Kawakib as-Sabitah Al-Musawwar, Azhopi menetapkan ciri-ciri bintang, memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya. Ia juga ada menulis mengenai astrolabe (perkakas kuno yang biasa digunakan untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola langit) dan seribu satu cara penggunaannya.

3. Al-Biruni (973-1050 M)

Ahli astronomi yang satu ini, turut memberi sumbangan dalam bidang astrologi pada zaman Renaissance. Ia telah menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya. Pada zaman itu, Al-Biruni juga telah memperkirakan ukuran bumi dan membetulkan arah kota Makkah secara saintifik dari berbagai arah di dunia. Dari 150 hasil buah pikirnya, 35 diantaranya didedikasikan untuk bidang astronomi.

Dan masih banyak lagi astronom muslim terkenal seperti Abu Ishaq An Naqash, Badi’ Al Astharlabi, Ibnu Syathir, Ulugh Beg, Ar Rudani  Syamsudin Al Fasi, dan lain sebagainya. Akhirnya, seperti kita lihat, ilmuwan kaum Muslimin telah menetapkan di bidang ruang lingkup ilmu astronomi, dengan peletakan hisab sebagai sarana-sarana ilmiah tempat pembuka semua ilmu tersebut. Ilmu Astronomi (falak) sangat berkaitan dengan syiar agama Islam, kebutuhan untuk mempelajarinya merupakan sesuatu yang sangat urgen, ilmu tersebut berguna untuk menentukan waktu-waktu sholat sesuai kondisi letak geografis dan perubahan musim. Begitu pula untuk penentuan arah kiblat, gerakan bulan untun menentukan awal dan akhir Ramadhan, haji, dsb.

Motivasi mempelajari dan memngamati fenomena alam berupa Rukyatul Hilal menjadikan kita dan generasi anak-anak kita mempelajari ilmu-ilmu astronomi. Beda halnya jika yang menentukan awal akhir Ramadhan hanya ahli Astronomi saja, atau ahli hisab saja yang menentukannya. Mungkin itu sebagian hikmahnya buat kita semua umat Muslim.

Kesatuan Hilal, Kesatuan Umat Islam

Tak bisa dipungkiri bahwa ilmu astronomi yang berkembang di dunia berkat jasa ilmuwan Muslim, termasuk metode hisab. Namun, penggunaan metode hisab dalam penentuan awal akhir Ramadhan tidak tepat dari sisi normatif, meski secara empiris terkadang metode hisab seringkali akurat dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

”Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga  puluh hari.” (HR. Bukhari no. 1907 dan Muslim no. 1080, dari ‘Abdullah bin ‘Umar)

Menurut mayoritas ulama, jika seorang yang ‘adl (sholih) dan terpercaya melihat hilal Ramadhan, beritanya diterima. Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,

“Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa.” (HR. Abu Daud no. 2342)

Metode hisab bisa digunakan hanya untuk mengawal pelaksanaan Rukyatul Hilal sebagaimana metode hisab digunakan untuk menentukan koordinat, titik konjungsi, hingga lamanya waktu Gerhana Matahari Total. 

“Para ulama sepakat bahwa metode hisab bukanlah jadi tolak ukur dalam penentuan awal bulan. Kesepatan para ulama inilah yang jadi argumen untuk meruntuhkan pendapat mereka yang masih membela metode hisab.” (Fathul Bari, 4: 127)

Namun, tak afdhol dan tak seru jika kita hanya sekedar tahu bahwa akan terjadi Gerhana Matahari Total atau akan terjadi penampakan Hilal tanpa melihat dan langsung merasakan di lapangan bersama-sama, melakukan pengamatan bersama keluarga, saudara, teman bahkan turis mancanegara, memuji kebesaranNya hingga berteriak takbir sekencang-kencangnya menyaksikan kebesaran Sang Maha Pencipta. Apalagi dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yang di dalamnya ada malam yang lebih baik dari 1000 (seribu) bulan. Mungkin itulah sebagian kecil dari rahasia perintah Rukyatul Hilal, disamping rahasia yang lain bahwa informasi terlihatnya hilal di sebagian negeri akan menjadi informasi penting bagi belahan negeri yang lain untuk sama-sama mengawali dan mengakhiri Ramadhan. Sebagaimana Gerhana Matahari Total, yang tak semua negeri mengalaminya, namun seluruh negeri bisa merasakan fenomena alam ini berkat teknologi informasi yang demikian canggih. Akankah kesatuan Hilal akan menyatukan negeri kaum muslimin dalam mengawali dan mengakhiri Ramadhan seserempak pada saat pengamatan Gerhana Matahari Total? Kesatuan Hilal harus bisa diwujudkan untuk menyatukan kaum muslimin sebagaimana kesatuan umat Islam di masa Rasulullah dan para Khalifah. [VM]

Posting Komentar untuk "Mengungkap Hikmah Dan Rahasia Rukyatul Hilal"

close