Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kembali Menyoal Dana Parpol


Oleh : Ainun Dawaun Nufus MHTI Kediri

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan sebelum menaikan bantuan dana negara untuk parpol, ada beberapa hal yang perlu dilihat. Pertama, saat ini diskusi soal kenaikan bantuan dana negara untuk parpol didominasi pada asumsi bahwa parpol dan anggota parpol merupakan korban dari kebijakan minimnya dana parpol. "Saat anggota partai ditangkap karena korupsi atau suap, maka kambing hitamnya adalah dana parpol yang minim," ujar Ray di Jakarta, Selasa (26/7).

Dia menyebut mungkin saja ada kontribusi antara minimnya dana parpol dan tingkat korupsi. Namun jangan lupa, faktor-faktor lain dalam rencana penaikan bantuan dana negara bagi parpol bisa berakibat menutupi satu lubang  untuk membiarkan lubang lain terbuka republika co.id (26/7).

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo secara pribadi menyampaikan gagasan perlu menambah anggaran bagi partai politik (parpol) hingga 1 trilyun rupiah. Menurutnya, usulan tersebut perlu dipertimbangkan untuk keberlangsungan parpol di masa mendatang.

Perlu disadari bersama bahwa perilaku korup merupakan cerminan langsung dari rapuhnya integritas dan kejujuran seseorang, khususnya para politikus. Gaji kecil bukan faktor utama pendorong orang menjadi koruptor. Oleh karena itu, aneh logika pemerintah yang hendak menggelontorkan dana buat parpol hingga 1 trilyun dengan alasan untuk mencegah korupsi. Justru saya ingin mengatakan, bila benar keputusan seperti itu, maka inilah bentuk nyata dari apa yang disebut legalized corruption (korupsi yang dilegalkan). Jadi alih-alih hendak memberantas korupsi, malah pemerintah sedang melakukan korupsi yang dilegalkan oleh keputusan pemerintah

Biaya politik yang tinggi didapuk menjadi sebab utama korupsi. Ongkos politik yang tak murah. Maka, parpol pun berlomba mencari dana tambahan untuk keberlangsungan partainya. Dana yang sangat besar untuk kampanye rentan memunculkan tindak korupsi oleh para peserta pemilu, entah itu parpol, capres/cawapres, maupun caleg. Hasil korupsi itu digunakan untuk membiayai pemilu. 

Biaya tinggi itu muncul juga karena dua sebab, yakni sistem rekrutmen dan promosi oleh partai yang tidak berdasarkan kriteria keunggulan dan karena masyarakat dibiasakan dengan iming-iming materi sejak memperkenalkan diri sampai meminta dukungan suara.

Mereka terjebak nafsu menaikkan status sosial dengan ukuran materi. Mereka meyakini perubahan drastis nilai kekayaan dan gaya hidup adalah ukuran kenaikan status, pemaknaan kenaikan status seperti inilah yang membuat mereka terjebak.

Awalnya, parpol menominasikan kandidat. Kemudian, politisi (kandidat politisi) menyetor uang ke parpol. Kroni bisnis memberi dana kampanye (suap) kepada politisi dan parpol. Jika para politisi ini terpilih maka melalui birokrasi mereka menawarkan proyek, konsesi atau lisensi. “Ini terus berputar dalam Pemilu

Mengapa dewasa ini banyak orang mudah terjebak dalam lingkaran korupsi? Padahal sebelumnya mereka diharapkan bisa menjadi pejuang kebenaran atau paling tidak diakui sebagai orang yang baik. Faktanya, tidak sedikit caleg baik dan jujur kemudian berubah menjadi orang culas dan berani menggelapkan uang yang bukan haknya. Alhasil, dalam sistem demokrasi-kapitalis kebaikan individu saja tidak cukup kuat melawan kebobrokan dan kerusakan yang telah dilahirkan sistem itu. Sebaliknya, sistem ini malah melunturkan idealisme para penyambung lidah rakyat dan para pejabatnya.  Karena itu tidak salah kalau dikatakan bahwa demokrasi-kapitalis  adalah sistem yang rusak dan merusak.

Paket demokrasi kapitalisme yang mengagung-agungkan uang telah melahirkan politik transaksional. Aktivitas dalam politik praktis tidak lagi mengindahkan visi-misi perjuangan, tetapi lebih mengedepankan  kemaslahatan materi.  Akibatnya, kebijakan yang digodog DPR atau kewenangan yang dimiliki pejabat negara rawan diselewengkan demi meraup tumpukan rupiah.  Pada titik inilah celah terjadinya kolusi dan korupsi, baik melibatkan wakil rakyat atau pejabat laki-laki laki-laki maupun perempuan. Mari kita tinggalkan, hijrah menuju sistem Islam. [VM]

Posting Komentar untuk "Kembali Menyoal Dana Parpol"

close