Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kritik Sebagai Indikator Kecerdasan Masyarakat


Oleh : Muhammad Novriyansyah
Ketua Dewan Redaksi Forum Intelektual Mahasiswa Media (FIMedia) Bangka Belitung

Salah satu indikator kemajuan dalam perkembangan kecerdasan masyarakat adalah budaya kritik. Budaya kritik yang dilakukan oleh masyarakat akan membuat adanya rasa aman dan nyaman karena masyarakat mengerti dampak penerapan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Bila kebijakan itu baik, maka dengan rasa ikhlas masyarakat akan menjalani kebijakan tersebut dan apabila kebijakan itu buruk, maka masyarakat akan memberikan kritikan dan saran terhadap kebijakan tersebut. Hal ini juga akan membuat pejabat negara akan berani menjalankan perannya secara transparan. 

Namun sangat disayangkan apabila kritik dinilai hanya menjatuhkan dan membuat masyarakat merasa takut untuk menyampaikan aspirasi dalam kebenaran dan mendorong masyarakat untuk apatis. Masyarakat akan diam atas kebijakan yang baik maupun buruk yang secara diam-diam dapat memberontak penerapan kebijakan yang ada.

Seharusnya tanpa memandang status sosialnya, masyarakat merasa berkewajiban dan berani mengoreksi kebijakan yang dilakukan pejabat negara. Begitu juga pejabat tanpa memandang posisinya merasa berkewajiban menerima koreksi dari masyarakatnya tanpa ada perasaan tersinggung atau terendahkan martabatnya meskipun kritik dan koreksi dilakukan di depan umum.

Adanya rasa berkewajiban melakukan dan terima koreksi maka seluruh tatanan negara, masyarakat dan pejabat, akan terus intropeksi sehingga menjadi lebih baik. Kebohongan dan manipulasi dalam melakukan kebijakan dan tindakan dapat dihindarkan karena tidak ada pencitraan yang dilakukan. Karena akibat pencitraan yang buruk, popularitas akan menurun dan tidak dapat menaiki jabatan yang lebih tinggi. 

Rasulullah, pernah dinasihati Hubbab bin Mundzir dalam menentukan posisi pasukan di medan perang Badar. Dengan nasehat itu Rasulullah memberi aba-aba kepada kaum Muslimin untuk segera pindah ke tempat yang telah diusulkan oleh Habab bin Mundzir.

Dalam perang Uhud, beliau menyetujui pendapat para shahabat yang menghendaki untuk menyongsong pasukan Quraisy di luar kota Madinah meskipun beliau sendiri berpendapat sebaliknya. Pada perjanjian Hudaibiyah beliau tetap bertahan dalam menghadapi protes para shahabat. Sebab, hukum perjanjian tersebut merupakan wahyu yang baru beliau terima.

Para sahabat mempertanyakan pembagian kain dari Yaman kepada pemerintahan Umar bin Khatthab. Beliau juga pernah diprotes oleh seorang wanita yang menentang kebijakan pembatasan mahar.

Dari contoh-contoh diatas, bahwa menasehati pejabat negara merupakan sunnah rasul dan tabi’at dalam Islam. Dan menjadikan kontrol sosial menjadi kegiatan dan bukti peran masyarakat di negara.  Sedangkan Khalifah bukanlah sosok yang anti kritik namun merupakan pemimpin sejati dengan menyikapi secara bijak setiap kritik yang ditujukan kepadanya.

Dengan menjadikan kritik sebagai indikator kecerdasan masyarakat maka pemerintah lebih mengupayakan dukungan dan penerapan terhadap kritik-kritik yang dilakukan masyarakat. Meskipun nantinya keberadaan kritik itu tiada berarti apabila sikap pejabat yang disetting bebal oleh sistem yang sedang diterapkan pada saat ini. [VM]

Posting Komentar untuk "Kritik Sebagai Indikator Kecerdasan Masyarakat"

close