Full Day School Not Full Solution


Oleh : Nola Dwi Naya Sari
(Mahasiswi UPI Bandung)

Dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang di hebohkan dengan kontroversialnya kebijakan yang dibuat oleh Bapak Menteri Pendidikan yang baru menjabat (Bapak Muhadjir Effendy) yaitu kebijakan full day school. Membaca dari perkatanya, semua pembaca pasti mengartikan secara sekilas bahwa kebijakan itu menggambarkan bagaimana anak sekolah yang menghabiskan banyak waktunya di sekolah. 

Namun perlu kita telusuri lebih lanjut bagaimana sebenarnya konsep full day school tersebut. Karena ketika memahami secara sekilas, mungkin saja ada maksud yang tersampaikan. Misalnya, kontroversial terhadap kebijakan ini menutupi gagasan pendidikan karakter yang dimaksud didalamnya. "Muatannya berupa pendidikan karakter, jadi bukan berarti memadatkan pelajaran. Sekolah itu enjoy, bisa menjadi rumah kedua," ujar Muhadjir kala berbincang dengan Redaksi MNC Media di Auditorium Sindo, Jakarta, Kamis (11/8/2016). 

Pernyataan diatas seolah mendapat tanggapan dari Ketua Umum DPP Partai Golkar, Setya Novanto bahwa jika tujuan full day school itu adalah bagian dari upaya pembentukan karakter siswa, maka hal itu positif. Namun, kata dia, perlu dipikirkan pula tentang bagaimana kondisi sarana prasarana pendidikan saat ini, apakah sudah menunjang terhadap proses pembelajaran yang full day tersebut atau belum. 

Dalam penerapannya, di Jawa Tengah telah terdapat 525 sekolah menerapkan sistem full day. Namun, di beberapa wilayah seperi Mentawai, Padang menganggap bahwa dampak full day school, siswa terancam tak mengenal lingkungan sosial budaya. Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa konsep full day school cocok diterapkan di kota lantaran orangtua menghabiskan waktu dari pagi sampai sore untuk bekerja sehingga tidak bisa mengawasi anak-anak. 

Jika dikaitkan beberapa tanggapan diatas, terlihat bahwa terdapat permasalahan yang saling sikut dengan permasalahan lain. Misalnya antara  masalah peran keluarga dan sekolah, masalah sarana prasarana, dan masalah lingkungan sosial budaya. Hal ini wajar karena adanya ide kebijakan ini seolah menjadi jalan pintas dalam mengatasi permasalahan pendidikan. Mengutip pernyataan dari menteri bahwa "..cara ini dilakukan karena mengganti kurikulum tidak mungkin, terlalu membebani”. (okezone.com)

Mengetahui akar masalah memang butuh usaha keras dalam mencari solusi tuntasnya. Bukan solusi pragmatis yang saling tambal sulam. Mengetahui bahwa kurikulum Indonesia saat inipun masih goyah dengan perubahan seiring dengan pergantian para menterinya. Inilah akar masalahnya. full day school not full solution.

Solusi tuntas itu ada di dalam Islam. Dalam Islam, pola pendidikan diatur sesuai dengan format pendidikan yang tujuannya adalah membentuk kepribadian islami serta membekali anak didik dengan sejumlah ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan urusan hidupnya. Dalam hal ini, sistem pendidikan akan terikat dengan sistem lainnya seperti sistem keluarga yang juga memiliki tanggung jawab juga dalam membentuk kepribadian islami pada anak. Maka dari itu porsi antara sekolah dan keluarga tidak akan tumpang tindih seperti saat ini. Ibu menjalankan tugas utamanya sebagai pencetak generasi yang tidak akan memaksanya untuk bekerja seperti ibu-ibu saat ini yang menjadi “wanita karir”.

Dalam masalah sarana prasarana, maka pemerintah akan menjamin secara penuh atas seluruh fasilitas pendidikan. Juga dalam masalah lingkungan sosial budaya, maka hal ini juga memiliki pengaruh besar dalam membentuk kepribadian anak. Apakah berpengaruh baik atau tidak. Belum tentu penanaman karakter yang baik di sekolah maupun keluarga akan baik juga pengaruhnya dari lingkungan sosial budaya. Karena lingkungan ini melibatkan seluruh elemen masyarakat yag sulit dibendung pengaruhnya jika buruk di dalamnya.  Dalam hal ini, dibutuhkan pengaruh yang lebih besar yaitu peranan negara/pemerintah langsung yang mengatur sistem dalam ranah keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal ini mampu diaplikasikan pada sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah yang sangat terkenal kegemilangannya dalam menghasilkan intelektual yang memiliki kontribusi untuk umat dan kehidupannya.  Islam adalah solusi. [VM]

Posting Komentar untuk "Full Day School Not Full Solution"