Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Saling Sandera: Siap Sikut Setiap Saat


Oleh : Emma Lucya F
(Penulis Buku-buku Islami)

Isu politik saling sandera antar elit politik kembali terjadi. Tarik-ulur kepentingan yang isunya melibatkan  Jokowi dan Ahok semakin seru. Ini akan dilakukan jika KPK menetapkan status hukum kepada Gubernur Ahok dalam kasus proyek reklamasi Teluk Jakarta. Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim mengatakan bahwa setidaknya ada 17 alasan alasan reklamasi Teluk Jakarta harus dihentikan secara permanen. Salah satu alasannya adalah proyek reklamasi hanya diperuntukan bagi kalangan ekonomi atas saja karena harga properti yang akan dijual itu bisa mencapai miliaran rupiah. Menurut Abdul Halim, reklamasi Jakarta tidak memiliki orientasi yang memakmurkan rakyat, tapi konglomerat belaka (metro.sindonews.com, 20/4). Lagi-lagi motif bisnis kapitalis merajai kebijakan penguasa. 

Gubernur Ahok mengancam akan membongkar dan mengungkap kasus-kasus lama ketika masih berpasangan dengan Jokowi sebagai Gubenur dan Wakil Gubernur, salah satunya adalah kasus Pengadaan Bus Transjakarta serta kasus taman BMW. Bahkan, kasus reklamasi yang saat ini sedang ditangani KPK, ada intervesi dari orang nomor satu di Indonesia tersebut; karena Jokowi dianggap mengetahui dan ikut memberi pengarahan pada saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. (portalpiyungan.com, 6/6). 

Politik saling sandera juga terjadi pada momen Pemilu 2014. Menyikapi hal ini, Peneliti Senior Centre for Strategic of International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai, kondisi politik saling sandera sulit untuk dihindari pada Pemilu 2014.  Indikasi itu muncul ketika waktu itu ada saling serang antar tiga parpol besar seperti Golkar, Demokrat, dan PDIP. Apalagi 90 persen anggota DPR saat itu bakal maju kembali pada periode selanjutnya (sp.beritasatu.com, 25/10/2013). 

Sementara dalam rangka penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah 2017, Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman memastikan tidak ada 'penyanderaan' dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang dibahas bersama pemerintah (cnnindonesia.com, 1/6).
  
‘Saling Sandera’; Siap “Sikut” Setiap Saat

Politik ‘saling sandera’ dalam berbagai kasus dijadikan sebagai alat tawar. Sengaja disimpan untuk suatu saat akan dibongkar sedemikian rupa jika dibutuhkan. Siap “sikut” (baca : menjatuhkan) lawan politik setiap saat. Kasus-kasus bisa juga dijadikan sebagai alat untuk mencegah berbagai pihak saling mengungkap kasus pihak lainnya, atau mendorong berbagai pihak untuk berkompromi. Akhirnya, ada semacam ancaman bahwa siapapun yang berani berulah maka cacat dan kasusnya akan diungkap dan boom! Terbongkarlah keburukannya. Demikianlah politik ‘saling sandera’ berjalam.

Drama ‘saling sandera’ antar elit politik atau antara satu produk kebijakan dengan yang lain hanyalah deretan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa sistem perpolitikan di negeri ini penuh dengan sandiwara, terjadi tarik-ulur berbagai kepentingan dari banyak pihak. Kepentingan pribadi dan golongan menjadi jauh lebih penting dibandingkan kepentingan umum (baca: rakyat). 

Para elit politiknya sibuk mengurus kepentingan masing-masing. Antara kawan dan lawan politik dapat bertukar peran setiap saat. Bahkan jika dibutuhkan, siap menjatuhkan lawan politik setiap saat. Tak ada kawan atau lawan abadi. Jika sudah tidak menguntungkan atau bahkan “membahayakan” maka harus siap didepak. Di pihak lain, rakyat masih mudah dininabobokan dan kepentingannya diabaikan. Slogan “dari, oleh dan untuk rakyat” hanyalah ilusi. Demokrasi yang konon katanya menyejahterakan rakyat hanyalah ilusi. Yang terjadi justru rakyatlah yang banyak terdzolimi akibat kebijakan-kebijakan negara yang semakin menyusahkan. 

Pihak yang diuntungkan selalu pemilik modal (kapitalis) karena merekalah yang mampu membiayai para politisi hingga memenangi kursi kekuasaan. Maka bukan rahasia umum jika kemudian para pemilik modal tersebut meminta “kebijakan balas budi” dari pejabat yang sudah diback up tersebut. Muncullah kebijakan-kebijakan yang terasa memberatkan rakyat dari hari ke hari. 

Ulah Demokrasi

Politik ‘saling sandera’ dan sistem politik demokrasi seperti dua teman sejoli. Demokrasi memang mahal. Untuk berkuasa harus punya modal besar. Maka dukungan politik dan modal mutlak diperlukan. Maka terjadilah simbiosis mutualisme (baca: saling menguntungkan) antara elit politik/ penguasa dengan para kapitalis. Politik balas budi pun terjadi selama elit politik tersebut berkuasa. Dapat kita lihat dari corak kebijakannya yang selalu menguntungkan pihak pemilik modal. Ini sudah menjadi ‘fitrah’ dari demokrasi dan inilah yang nyata-nyata terjadi di negeri kita. 

Agar kepentingan semua pihak bisa diakomodir dan diwujudkan, semua pihak harus terus berkompromi satu sama lain. Agar kompromi itu terus terjadi maka salah satu caranya adalah dengan saling menyandera. Dengan begitu masing-masing pihak akan terkontrol dan tidak saling berulah sehingga merugikan kepentingan mereka sendiri. Semua ini terjadi akibat ulah sistem demokrasi yang memang cacat sejak kelahirannya. Ini menjadi bukti betapa bobroknya sistem demokrasi.  

Sudah selayaknya kita menggunakan sistem politik yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Sistem tersebut tidak lain adalah sistem politik Islam. Namun sayangnya, banyak dari kita yang masih under estimate terhadap keunggulan dari sistem Islam tersebut dan kemudian mengabaikannya begitu saja. Padahal Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. ” (al A’rof: 96). WalLâh a’lam bi ash-shawâb.[VM]

Posting Komentar untuk "Saling Sandera: Siap Sikut Setiap Saat"

close