Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sesuaikah Full Day School Bagi Pendidikan Indonesia?


Oleh: Viki Nurbaiti Muswahida, S.Pd
(Tentor Ganesha Operation)

Pendidikan memiliki peranan penting bagi kehidupan suatu bangsa dan negara. Karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah. Hal ini tidak terlepas dari kualitas pendidikan negara kita. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan.

Tujuan pendidikan nasional selain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, juga bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, berilmu, dll. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan salah satunya adalah dengan penyempurnaan kurikulum. Di Indonesia, kurikulum telah mengalami banyak penyempurnaan, diawali dari rencana pelajaran 1947 yang merupakan kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan hingga kurikulum yang sedang diterapkan saat ini, yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan kurikulum 2013. Selain itu pemerintah mengganti kabinet menteri pendidikan dengan kebijakan barunya serta melakukan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.

Perubahan kurikulum dan besarnya anggaran yang dialokasikan pemerintah tidak berbanding lurus dengan kualitas hasil pendidikan Indonesia. Hal ini misalnya, dapat dilihat dari   pertama hasil belajar pada UN. Banyak siswa yang berhasil mendapatkan nilai 10. Tetapi benarkah itu memang murni hasil kemampuan senduru? Jika kita telisik lagi, ada beberapa anak yang memang murni kemampuan sendiri dan ada yang melakukan kecurangan dengan mendapatkan peredaran kunci jawaban sebelum UN dilaksanakan. Kedua yaitu akhlak pelajar masa kini, tawuran antar sekolah dan tindak kriminal marak dilakukan pelajar, kecanduan game online, gaya hidup hedonisme dan individualisme, maniak hiburan (musik dan film) yang berakibat terjadinya darurat kekerasan seksual.

Dalam mengatasi permasalahan pendidikan, Mendikbud Muhadjir Efendy menggagas tentang Ful Day School (Sekolah Sehari Penuh) diperuntukkan untuk jenjang pendidikan SD dan SMP. Beliau berpendapat, dengan program jam belajar baru ini diharapkan waktu kosong para pelajar dapat terisi di sekolah, jadi para orang tua tidak lagi khawatir dengan anaknya. Sebab bagi orang tua yang sibuk bekerja akan lemah pengawasannya terhadap anak seusai pulang sekolah siang hari. Waktu sekolah anak disesuaikan dengan jam bekerja orang tuanya. (detik.com). Lantas, sesuaikah program full day school  bagi pendidikan Indonesia?

Banyak kalangan yang pro dan kontra tentang program ini. Kalangan yang mendukung berpendapat bahwa keamanan anak dapat terjaga dari pengaruh lingkungan luar saat orang tua mereka sibuk bekerja dan disekolah siswa juga diberikan materi tambahan berupa materi ruhani. Sedangkan kalangan yang kontra menganggap bahwa dengan menghabiskan waktu dengan durasi yang panjang disekolah, dapat menyita hak anak untuk bermain. Selain itu, sebagian kalangan mengkhawatirkan biaya tambahan untuk membayar sekolah dan harus memberi uang saku lebih pada anak karena disekolah hingga sore hari.

Permasalahan dalam dunia pendidikan diakibatkan karena diterapkannya sistem liberal kapitalis yang memberikan kebebasan bertingkah laku dan mengorientasikan semua segi kehidupan kepada materi. Begitu pula faktor-faktor lain yang turut menyumbangkan buruknya output pendidikan, yaitu faktor pembentuk lingkungan seperti keluarga, sistem sosial, sistem politik, sistem ekonomi, yang kesemuanyan jauh dari Islam dan bebas dari standart halal haram.

Penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh) pada sistem kehidupan harus segera diterapkan. Pada aspek keluarga, yang berkewajiban mencari nafkah adalah suami sebagai kepala keluarga. Ibu yang berfungsi sebagai ummu wa robbatul bait dan madrasah utama bagi anak-anaknya tidak dapat digantikan perannya dengan lembaga apapun. Tetapi banyak yang berpendapat, jika hanya suami saja yang bekerja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karenanya, kemunduran berpikir masyarakat perlu diperbaiki dengan tidak hanya memandang satu segi saja, tapi harus mengkorelasikan dengan segi kehidupan lain. Kebutuhan pokok dan biaya pendidikan mahal karena diterapkannya sistem ekonomi kapitalis, dimana kekayaan hanya berpusat pada para pemilik modal dan kekayaan alam negara dizarah oleh asing. Akibatnya, rakyat harus menjadi buruh di negara sendiri., perempuan yang seharusnya mendidik dan mengontrol perkembangan anak harus banting tulang memenuhi kebutuhan pokok keluarga, belum lagi sepulang bekerja harus mengurus rumah tangga, suami, dan anak-anaknya. Karenanya, justru harus ada kebijakan menghentikan pemberdayaan perempuan ala kapitalis yang mendorong ibu bekerja diluar rumah dan mengabaikan pendidikan anak. Apalagi jika ada program tambahan jam sekolah, akan mengurangi intensitas anak bersosialisasi dengan orang tuanya. Secara tidak langsung sama saja mengambil alih peran orang tua, bukan malah memberdayakan peran mereka dalam mengembangkan kemampuan anak.

Dalam hal politik, negara wajib memberikan pendidikan gratis bagi masyarakat. Hal ini ditunjang dengan sistem ekonomi Islam. Dimana terdapat kepemilikan individu, umum dan negara dalam pengelolaan kekayaan. Sumber Daya Alam yang melimpah adalah kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara secara professional dan transparan dan hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Oleh sebab itu, potensi pendapatan yang diraup negara untuk kesejahteraan rakyat lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan sistem ekonomi sekarang yang mengandalkan pajak dan royalty. Pada sistem pendidikan Islam, wajib diselenggarakan oleh negara dengan biaya semurah-murahnya bahkan gratis. Selain melalui pengelolaan SDA berupa tambang, emas, minyak bumi, hasil laut, hutan yang luas, sumber pembiayaan pendidikan dapat diambilkan dari khas negara melalui BUMN, ghanimah, kharaj, fa’i ,jizyah, tebusan tawanan perang, zakat, infaq, wakaf, shodaqoh, dan hadiah. Pajak merupakan alternative terakhir dan bersifat temporal dan hanya dipungut pada orang yang kaya. Jadi, tidak aka nada anak terlantar dan putus sekolah karena tidak mampu membayar biaya sekolah yang menjulang dan tidak akan ada anak melakukan tindakan kriminal karena semua anak seusia mereka dibina disekolah.

Pada sistem sosial dan budaya Islam akan mengamankan dari tindakan asusila dan kemaksiatan. Kewajiban menutup aurat secara sempurna bagi perempuan, larangan berkhalwat lawan jenis, dilarang keluar sendirian jarak jauh tanpa mahram, larangan mendekati zina, dan sanksi yang tegas melalui razam dan hukuman mati bagi perzinahan. Begitu pula untuk tindak kriminal akan dihukum qishos bagi pembunuhan dan potong tangan bagi pencuri.

Walaupun siswa belajar seharian di sekolah, tapi jika proses pendidikan masih sekular (pemisahan agama dari kehidupan) dan meskipun jam tambahan diisi dengan materi ruhiyah, tapi jika materi ruhiyah dijadikan hanya sebatas pengetahuan saja tanpa adanya penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, sama saja tidak akan menyelesaikan akar permasalahan negeri ini. Karena sejatinya Islam lahir sebagai solusi hidup, bersifat praktis (dapat diamalkan), bukan hanya sekedar ibadah ritual atau ilmu pengetahuan belaka.

Sekolah seharian penuh juga berpeluang membuat anak-anak stress karena merenggut waktu bermain anak. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah pendidikan adalah menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Sejarah telah mencatat kegemilangan output pendidikan Islam yang mencetak generasi militant, sebagai faqih fiddin, dan al-qur’an berjalan, serta dapat menciptakan dan menguasai bidang IPTEK dan sains sesuai syariat Islam. Tentu saja siswa yang diluluskan pada sistem pendidikan Islam adalah mereka yang betul-betul memiliki kompetensi ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dan bersyakhsiyah Islamiyah (pola pikir dan pola sikap Islami).[VM]

Posting Komentar untuk "Sesuaikah Full Day School Bagi Pendidikan Indonesia?"

close