Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Api Membumbung Tinggi di Hutan Indonesia, Imbas Penerapan Sistem Kapitalis


Oleh: Yani Suryani 
(Pengajar dan Aktivis MHTI Tigaraksa Tangerang)

Lagi-lagi dan terulang kembali, kabut asap melanda bumi Indonesia tercinta, kepulan asap melanda diberbagai pulau. Sumatera, Kalimantan merupakan pulau yang paling banyak hotspotnya (titik api). Ini bukan kali pertama, karena hal ini setiap tahunnya terjadi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan saat ini Indonesia tengah memasuki musim krusial kebakaran hutan dan lahan (KARHUTLA). Meski jumlah hotspot secara nasional berkurang. Kewaspadaan akan terus dilaksanakan seiring mulai masuknya musim kering (Merdeka.com)

Permasalahan yang akan dibahas bukan sekadar ada penurunan, namun seyogyanya adalah tak ada kebakaran hutan yang terjadi seandainya pengelolaan sumber daya alam terlebih lagi hutan tidak dikelola oleh pihak swasta. Karena kita mengetahui bahwa hutan masuk dalam kepemilikan umum dimana secara tegas yang harus bertanggung jawab untuk mengelolanya adalah negara dan hasilnya untuk rakyat.

Ibarat pepatah terperosok dalam lubang yang sama, itulah gambaran kondisi para pengelola negeri ini, tidak mau mengambil pelajaran dari setiap kejadian, padahal manusia adalah makhluk yang Allah lebihkan dari makhluk lain, sudah sepatutnya dapat mengambil dari pelajaran, terutama kejadian kebakaran hutan dan lahan (KARHUTLA). 

Kebakaran yang terjadi pada tahun 2015 jumlah hotspotnya mencapai 8247 titik periode 1 Januari – 28 agustus 2015 berdasarkan pantauan Satelit No AA 18/19 (merdeka.com). Memang membakar adalah salah satu cara tercepat dan termurah untuk membuka lahan. Karena kita tahu api ketika besar akan mampu menghabiskan apa saja, apalgi hutan. Karena mereka hanya mencari keuntungan ketika melakukan pembakaran hutan dengan cara membakar tanpa meikirkan dampak besar yang dimunculkan. Apalagi dalam sistem kapitalis ini, keuntungan materi adalah tujuan utama tanpa memperhatikan yang terjadi pada rakyatnya.

Terlebih lagi pemerintah telah mengeuarkan surat SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) kepada 15 perusahaan yang terduga terlibat kebakaran hutan dan lahan. Menurut Intsiawati Ayus anggota DPD asal Riau kejadian ini adalah tamparan keras bagi aparat kepolisian dan pemerintah di tengah terus membumbung tingginya api di hutan Indonesia. Ada apa sebenarnya? apakah masalah ini bukan termasuk masalah besar? Padahal dari kebakaran ini kerugian yang perlu kita bayar sangatlah mahal.  Ekonomi, sosial, kesehatan, bahkan kerugian ekologis yang luar biasa,  termasuk negara sendiri juga mengalami kerugian (Republika.co.id).

Bahkan sebelumnya Badan Reserse dan Kriminal Polri mengkalim bahwa SP3 Polda Riau terhadap 15 perusahaan terkait kebajaran hutan dan lahan sesuai prosedur (Republika.co.id). Lagi-lagi hukum yang berlaku di Indonesia masih jauh dari rasa keadilan bagi rakyat, tumpul ke atas tajam ke bawah. Masih ingat dengan  Pencuri kayu bakar Nenek Asyani yang berusia 63 tahun melalui palu hakim telah di vonis hingga satu tahun penjara yang didakwa telah mencuri dua batang pohon jati milik Perhutani yang dibuat untuk tidur (Liputan 6.com).

Kasus di atas sangat jelas menggambarkan bagaimana hukum yang berlaku dalam sistem kapitalis. Sistem yang masih dipertahankan hingga saat ini. Yang dianggap mampu menyelasaikan masalah kehidupan. Padahal sistem ini sangat lemah, rusak. Hanya ketidakadilan, kesusahan, dan kemiskinan yang didapat. Jauh sekali dari cita-cita bangsa Indonesia yang katanya ingin melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia. 

Seharusnya para pejabat dan  para pemangku kebijakan ini memperhatikan apakah dapur rakyatnya ngebul. Dapur yang mampu membuat keluarga-keluarga di negeri ini menyediakan masakan yang layak untuk dikonsumsi bagi anggotanya. Bukan hutan yang ngebul yang membumbung tinggi dengan kepulan asapnya yang hanya menimnulkan penyakit, kesengsaraan dan kemiskinan. Dan lagi-lagi rakyatlah yang akan merasakan dampak dari hutan ngebul tersebut.

Mengapa Ini Terjadi?

Akar dari permasalahan ini semua adalah Sistem yang diterapkan di negeri ini.  Sistem  yang diterapkan atas pengeloalaan seluruh kekayaan negeri ini tak terkecuali  hutan tentunya. Sistem ekonomi kapitalis dan politik yang memberikan kewenangan wakil rakyat sebagai pembuat UU. Lihat saja melaui UU Minerba, Migas, Penanaman Modal yang telah disahkan,  membuat keleluasaan para pemilik modal baik swasta dan asing mengelola sumber daya alam yang sejatinya milik seluruh rakyat. Yang akhirnya hutan di Indonesia pengeloaaanya banyak diserahkan kepada swasta dan asing.

Dalam sistem Kapitalais ini, pembuatan hukum diserahkan kepada manusia, padahal manusia adalah makhluk yang  lemah terbatas (Q.S Al Isra : 85), makhuk yang berpotensi dengan keserakahan  (Q.S Al-Hadid :20), makhluk yang hidupnya masih dikuasai oleh hawa nafsu (Q.S  Yusuf :53). Yang masih saja orang berharap mampu mengatasi kondisi umat pada saat ini. Namun apa yang terjadi? Bukan penyelasaian namun malah menambah kusut permasalahan.

Hutan Indonesia yang luasnya mencapai  82 juta hektar, yang tersebar di Papua 26,6 juta hektar, Kalimantan 11,4 juta hektar, sumatra, 8,9 juta hektar di  Sulawesi 4,3 juta hektar di Maluku Bali dan Nusa tenggara. Ini menunjukkan betapa kayanya hutan di Indonesia yang akan membuat manusia serakah tergiur untuk mengambil keuntungan dari hutan ini. Bahkan dikatakan bahwa hutan Indonesai setiap menit itu hilang 3 kali ukuran lapangan bola, sungguh memprihatinkan . Bahkan menurut Cristian  Purba selaku Direktur FWI diprediksi 10 tahun yang akan datang hutan di Riau akan habis (kompas.com). Kurang lebih 32 juta hektar di sektor kehutanan yang telah dikuasai asing (Harianterbit.com). Ini menunjukkan lebih dari 30% tidak dikelola asing.

Jika kita melihat sistem Islam dalam mengelola hutan, akan jauh dengan sistem yang berlaku sekarang. Kerena aturan islam yang berasal dari dzat yang Maha Benar, dijelaskan bahwa hutan masuk kepada kepemilikan umum, haram untuk dimiliki dan dikuasai oleh individu apalagi asing, karena manusia bererikat dalam tiga hal Api, padang rumput termasuk hutan dan air (al-hadist). Ini bearti tak boleh hutan diberikan kepada individu atau swasta/asing. Dan pemerintahlah yang harus mengelolanya. 

Bagaimana mungkin kita akan mampu mengelola alam dengan baik, jika aturan yang kita gunakan bukan dari yang maha baik, untuk mengatur alam semesta ini butuh aturan yang benar-benar dari dzat yang tidak punya kepentingan dan keserakanah, karena dalam surat Al-An’am : 57 dijelaskan bahwa “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang baik”. Mari kita fikirkan, apakah kita menunggu kerusakan dan kehancuran alam ini, baru kita akan sadar? Janganlah  kita ragu akan kebenaran aturan dari sang pembuat hukum, karena kebenaran itu milik Allah semata. Wallahu’alam bishshowab. [VM]

Posting Komentar untuk "Api Membumbung Tinggi di Hutan Indonesia, Imbas Penerapan Sistem Kapitalis"

close