Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Negara, Benteng Utama Aliran Sesat (Studi Kasus di Bogor)


Oleh : Emma Lucya F 
(Penulis - Dramaga, Bogor)

Menurut catatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, ada 24 aliran sesat sudah masuk Kabupaten Bogor dalam kurun waktu 2005 hingga 2016 (Radar Bogor, 15/09/2016). Ketua MUI Kabupaten Bogor, KH Ahmad Mukri Aji, menyatakan bahwa paham sesat di Kabupaten Bogor tingkatannya sudah ada yang internasional. Aliran sesat juga menyasar pelajar di Kabupaten Bogor, tepatnya di Desa Jogjogan. Namanya Aki Suki. Tidak sedikit pelajar yang terjerumus aliran sesat tersebut. Mereka biasanya menggunakan iming-iming ilmu kebal dan kanuragan, asalkan para pelajar itu mau mengikuti pengajian atau perkumpulan yang mereka adakan (Radar Bogor, 17/09/2016).

Beberapa Aliran Sesat di Bogor

Berbagai komunitas aliran sesat memang muncul di wilayah Bogor. Silih berganti. Satu hilang, muncul yang lain. Ada aliran sesat yang mengganti kalimat syahadat, ada juga yang mengaku sebagai Imam Mahdi. Warga Bogor harus waspada.

Millah Abraham

Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) pernah melansir kabar yang mengejutkan. Sejak tahun 2004 muncul aliran sesat baru di Bogor bernama Millah Abraham atau Millah Ibrahim. Aliran sesat ini menggabungkan tiga ajaran agama yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Sarana penyebaran ajaran mereka melalui kegiatan sosial, seperti donor darah. 

Selain Bogor, daerah pusat kegiatan Komunitas Millah Abraham (Komar) menyebar di seluruh pulau Jawa dan Madura. Untuk wilayah Jabar, Komar membidik kota-kota besar seperti Cirebon, Tasik, Garut, Depok dan Bogor sebagai wilayah pusat penyebaran dan kegiatan.

Imam Mahdi Palsu

Pada Agustus 2012 warga Cisarua, Puncak, Bogor dihebohkan dengan ulah pria bernama Muhammad Syahbudin alias Abud (55). Ia mengaku sebagai Imam Mahdi dan telah memiliki jamaah berjumlah 150.

Di hadapan Muspika dan MUI Kab Bogor, Abud menceritakan ihwalnya sebagai Imam Mahdi. Gelar itu, katanya, didapatkan setelah menerima wangsit dari jin melalui media istrinya. Ia juga mengaku pernah mengislamkan ratusan jin. Abud memproklamirkan diri sebagai Imam Mahdi di kediamannya, Kampung Leuwimalang, RT 01/01, Desa Leuwimalang, Kecamatan Cisarua. Lantai dua rumahnya kemudian dijadikan sebagai kerajaan jin terbesar di dunia.

Setelah terjadi perdebatan dengan unsur MUI Kab Bogor dibantu pihak Muspika, Abud akhirnya mengakui salah karena sudah percaya kepada jin dan berjanji akan kembali menjalani Islam.

Panjalu Siliwangi Pajajaran

Dalam waktu hampir bersamaan tahun 2012, aliran sesat Panjalu Siliwangi Pajajaran membuat resah warga Kota Hujan. Untungnya, masyarakat tak berbuat lebih jauh karena MUI Kota Bogor langsung bertindak dengan memanggil pimpinan aliran tersebut, Romo Agus Sukarna.

Romo Agus mengganti dua kalimat syahadat dengan nama dirinya menjadi berbunyi “Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna…(diganti dengan menyebut nama Romo Agus)." Setelah berdiskusi dengan jajaran MUI Kota Bogor, Romo Agus menyatakan tobat dan siap kembali ke ajaran Islam yang benar.

Namun ternyata pimpinan dan pengikut aliran sesat Panjalu Siliwangi Pajajaran belum juga kapok. Pada Juni 2016, akibat ulah mereka yang menyebarkan ajaran sesatnya, mereka diusir dari Kampung Peuteuy, Desa Karya Mekar, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Selama empat bulan mereka membuat warga kembali resah. Menurut warga, aliran tersebut tidak mewajibkan salat lima waktu dan berpuasa. Selain itu, syahadat dimodifikasi kelompok tersebut.

Ada Konspirasi?

Pada tahun 2012 Ketua LPPI Amin Djamaluddin pernah menyatakan bahwa munculnya aliran sesat di wilayah Bogor ini tidak berdiri sendiri. Menurutnya, fenomena aliran sesat ini merupakan kegiatan terencana, hasil konspirasi untuk menghancurkan Islam. Meski belum memiliki bukti konkrit, lanjutnya, kuat dugaan bahwa tumbuhnya bermacam aliran sesat seperti ada yang merekayasa.

“Satu dibasmi, satu lagi muncul. Umumnya pimpinan aliran-aliran sesat itu orang kaya. Dari mana dananya?” katanya.

Amin menilai, ada agenda untuk memecah belah umat Islam. Berdasarkan pengamatan lembaganya, penyebaran aliran sesat itu terstruktur dan terencana sejak era 80-an. Parahnya, Indonesia menjadi target empuk para musuh Islam. Tujuannya tak lain untuk menghancurkan Islam dan lambat laun menguasai kekayaan alam Indonesia yang subur dan melimpah (mediaumat.com, 25/9/2012).

Penyebab

Banyak faktor yang membuat orang bergabung dengan aliran sesat. Tiga faktor yang menonjol adalah lemahnya pengetahuan masyarakat tentang Islam (lemah iman) dan karena kemiskinan (lemah ekonomi). Akibatnya, orang bisa terpengaruh dengan ajarannya meski menyimpang dari Islam. Faktor penyebab yang ketiga adalah lemahnya supremasi hukum oleh negara.

Kemunculan berbagai aliran sesat menunjukkan bahwa negara tidak sungguh-sungguh menjaga akidah Islam rakyatnya. Asas sekularisme yang memisahkan urusan negara dengan agama mengamini penyebaran ajaran sesat dengan lebih mudah. Urusan agama dan keyakinan dianggap sebagai urusan pribadi. Negara tidak boleh ikut campur. Karena itulah aliran sesat hanya akan diproses jika ada pengaduan dari masyarakat atau jika sudah menimbulkan masalah serius di masyarakat. Kalaupun dilakukan penindakan maka itu bukan untuk menjaga dan melindungi akidah Islam, tetapi untuk menjaga keamanan dan kestabilan saja.

Negara Sebagai Benteng Utama

Ada tiga pilar yang harus diperkuat dan dikokohkan untuk menangkal penyebaran aliran sesat yang telah menyasar semua usia, baik anak-anak, remaja maupun dewasa (orangtua). Pilar Pertama, adalah ketakwaan individu. Individu yang bertakwa (taat dan takut hanya kepada Allah SWT) akan melahirkan ketahanan keluarga. Keluarga sebagai madrasah awal pembentukan akidah sangatlah penting. Tim yang solid pada orangtua mutlak diperlukan. Ini juga perlu didukung dengan adanya pembekalan tauhid anak di sekolah. 

Namun permasalahan lain yang mengiringi adalah kurikulum sekolah yang cenderung sekuler, memisahkan pembahasan Islam -dan kecemerlangannya sebagai sebuah ideologi- dari pelajaran sains, teknologi, bahasa dan yang lainnya. Islam masih diajarkan sebatas untuk ibadah ritual seperti tata cara salat, puasa, zakat, haji namun jauh dari pembahasan pengamalan Islam di bidang ekonomi (ekonomi syariah), hukum dan muamalah lainnya hingga bidang pemerintahan. Sehingga ada istilah sekolah negeri, ada sekolah agama (diniyah). Jam pelajaran agama di sekolah negeri juga sangat minim yaitu hanya berkisar dua hingga tiga jam per minggunya. Kuantitas dan kualitas pemberian materi agama yang sahih (benar) masih sangat kurang.

Pilar kedua adalah kepedulian sosial (baca: kontrol sosial, red). Masyarakat tidak boleh apatis jika di daerah tempat tinggalnya muncul benih-benih pemahaman aliran sesat yang cenderung "nyleneh" (sangat berbeda dengan yang seharusnya dalam Islam, red). Masyarakat hendaknya tidak abai dengan perubahan kondisi sosial. Jika terbukti ada kelompok yang menyimpang dan sesat, masyarakat sekitar hendaknya melaporkan dan mendorong pemerintah untuk segera melarang, membubarkan dan menghentikan seluruh aktivitasnya. Para pengikut aliran sesat harus dibina agar kembali pada Islam.

Pilar ketiga dan yang berperan utama dalam menangkal aliran sesat adalah negara. Negaralah yang punya power untuk melindungi iman (baca: akidah, red) rakyatnya. Pemerintahlah yang bisa mengeluarkan berbagai produk kebijakan atau produk hukum dan perundang-undangan untuk mengatur soal keyakinan dan agama warga negaranya. Jadi institusi paling efektif dalam menangkal aliran sesat ya pasti negara, bukan yang lain. 

Dalam perspektif Islam, salah satu tugas utama negara atau pemerintah adalah membina, menjaga dan melindungi akidah umat dari segala bentuk penyimpangan, pendangkalan dan pengaburan serta penistaan. Bukan malah membiarkan saja warganya mau beragama atau atheis dengan dalih hak asasi manusia dan demokrasi. Negara wajib mengajarkan dan mendidik masyarakat tentang akidah dan ajaran Islam baik melalui pendidikan formal maupun informal. Bahkan hal itu menjadi salah satu tugas utama negara menurut Islam. Ketika akidah masyarakat kuat dan mereka paham ajaran Islam yang benar, mereka tidak akan terjerumus dalam ajaran sesat.

Di sisi lain, penerapan syariah Islam dalam ekonomi akan bisa mewujudkan pemerataan kekayaan secara adil. Melalui hukum-hukum Islam tentang kepemilikan harta dan pengembangannya serta hukum tentang pendistribusian kekayaan di tengah masyarakat, Islam akan mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan kepada seluruh rakyat. Berbanding terbalik dengan penerapan sistem neoliberal-kapitalisme, di mana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Jika masyarakat sejahtera, orang tentu tak akan terjerumus ke dalam aliran sesat akibat faktor ekonomi.

Dari sisi penegakan hukum dalam Islam, para pengurus kelompok sesat dan yang menyebarkan ajaran yang menyimpang itu harus ditindak dan dihukum. Penyimpangan ajaran mereka dengan tetap mencatut nama Islam adalah bentuk penistaan terhadap Islam. Jika terbukti, pelakunya harus dihukum berat sehingga kembali pada kebenaran dan jera tidak akan melakukannya lagi. 

Para ulama dan ahli fikih sepakat bahwa hukuman bagi penghina Islam adalah hukuman mati jika dia tidak mau bertobat. Jika dia bertobat maka dia tak dihukum mati, tetapi tetap bisa dijatuhi sanksi sebagai ‘pelajaran’ kepada dia sesuai dengan ketetapan Khalifah atau qadhi, dengan memperhatikan tingkat penghinaannya. Hukuman yang tegas itu akan bisa memberi efek jera kepada pelakunya dan akan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Namun demikian, persoalan aliran sesat ini tidak akan bisa dituntaskan dalam sistem saat ini. Semua itu hanya bisa terwujud jika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dan formal melalui kekuasaan negara. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [VM]

Posting Komentar untuk "Negara, Benteng Utama Aliran Sesat (Studi Kasus di Bogor) "

close