Terusir Di Negeri Sendiri


Oleh : Desi Arisandi 
(Aktivis MHTI, Tangerang) 

Marah, kesal, sedih , pilu , bingung yang dirasakan oleh warga di RT 09 RW 04, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Hal ini dikarenakan rumah mereka yang  selama puluhan tahun mereka tempati akan ditertibkan oleh Dinas Ketertiban Umum Jakarta. Menurut camat pancoran, Henry Gunara beliau mengatakan bahwa pemprov DKI akan melakukan penertiban terhadap puluhan rumah warga yang bangunannya didirikan secara liar. Masih menurut Henry, warga masyrakat  tidak memiliki surat kepemilikan tanah  yang sah. Untuk itu, sekitar 60 kepala keluarga yang bermukim di pinggir rel akan segera di tertibkan. Sebab, warga juga sudah mengubah lokasi tersebut menjadi tempat usaha yang memicu kemacetan dan parkir liar. Menurut warga setempat, mereka akan direlokasikan ke Rusun Marunda Jakarta Utara. Akan tetapi mereka menolak dengan alasan tempat relokasi yang sangat jauh dan mereka bingung mau usaha apa di Rusun Marunda. Apalagi ditambah dengan harga sewa rusun yang mahal.

Namun apalah daya penertiban tetap dilakukan oleh ratusan petugas gabungan pada Kamis pagi 1 september 2016. Dan sudah bisa dipastikan bahwa penertiban ini akan berlangsung ricuh. Karena warga menolak untuk ditertibkan.Akhirnya ratusan petugas gabungan terus merangsek masuk kerumah warga,  sedang warga menolak dan terjadi saling  baku hantam antara keduanya. Saat baru masuk ke pemukiman warga, ratusan aparat gabungan itupun di serang oleh warga dengan dilempari botol dan bebatuan. Warga yang menolak pun ditarik Satpol PP dan dihajar beramai – ramai. Namun usaha perlawanan mereka sia – sia. Warga hanya bisa pasrah, menangis , sedih melihat  rumah mereka yang mereka bangun dengan jerih payah dan keringat  sedikit demi sedikit luluh lantak rata dengan tanah.

Kebijakan Khilafah  Dalam Melakukan Penggusuran

Penggusuran mempunyai arti menghilangkan bangunan atau apa saja yang berdiri di atas tanah untuk dikosongkan atau untuk dikembalikan sesuai fungsinya. Adapun penggusuran yang di lakukan oleh negara , bisa karena dua faktor : Pertama, pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukanan awal. Kedua, perluasan lahan untuk kemaslahatan umum atau negara. Dalam kasus pertama, bisa terjadi karena konversi lahan. Hutan digunduli dijadikan pemukiman oleh warga. Daerah resapan air dan hutan lindung dialihfungsikan sebagai bangunan. Daerah aliran air seperti, bantaran kali, digunakan sebagai tempat tinggal. Pantai direklamasi untuk bangunan.Secara umum lahan- lahan tersebut termasuk hak milik umum, yang tidak boleh diprivatisasi untuk kepentingan individu. Secara fungsional lahan- lahan tersebut juga mengalami fungsi alami, baik sebagai resapan air, aliran air, maupun lainnya. Hal ini jika dibiarkan bisa merusak ekologi, yang bisa berdampak pada terjadinya banjir, dan berkurangnya debit air tanah. Dalam kondisi ini maka negara dan penguasa akan melakukan penertiban, dengan mengembalikan lahan- lahan tersebut sesuai fungsi awalnya. Siapapun yang melakukan pelanggaran, baik individu, rakyat, maupun pejabat negara harus ditindak secara tegas.

Adapun dalam kasus kedua, terkait dengan perluasan lahan untuk kemaslahatan umum. Dalam konteks ini, karena lahan ini bukan milik umum atau milik negara namun milik pribadi, maka negara tidak bisa melakukan tindakan paksa. Nabi SAW bersabda “ Tidak halal bagi seseorang mengambil tongkat saudaranya, tanpa kerelaannya”. HR . Al – Baihaqi. Hadist ini menjelaskan bahwa tindakan paksa yang mengubah menjadi kepemilikan individu menjadi milik umum, atau milik negara, hukumnya haram. Ketika Amru bin al Ash ‘Wali Mesir, hendak memperluas masjid, namun terhalang rumah orang Yahudi, maka beliau berencana menggusur rumah tersebut. Akan tetapi orang Yahudi tidak terima lalu mengadukan kasusnya kepada Khalifah ‘ Umar bin al- Khatthab. ‘Umar pun memberi peringata keras kepada ‘Amru bin al- Ash. Hal yang sama pun pernah terjadi di masa Rosulullah. Ketika penduduk Madinah membutuhkan sumber air bersih, satu – satunya sumber air yang tersedia dan memadai saat itu di kuasai oleh orang Yahudi. Sumur inipun tidak serta merta di ambil oleh Rosul. Akan tetapi beliau tetap membelinya. Awalnya, karena orang Yahudi ini tidak memberikan untuk dibeli semuanya, maka di beli sebagian. Sampai akhirnya orang Yahudi merelakan sumurnya untuk dibeli semua oleh ‘Utsman bin ‘Affan atas titah dari Baginda Rosul SAW. Dengan kata lain, meskipun tindakan paksa yang dilakukan negara atau penguasa ini untuk kemaslahatan publik, tetapi tindakan tersebut dilakukan terhadap individu atas hak milik pribadinya, tetap tidak dibenarkan di dalam islam. Sampai orang tersebut benar- benar ridha baik dengan kompensasi maupun tidak. 

Hanya saja, tindakan paksa ini tidak bisa dilakukan begitu saja, dan tiba -  tiba tanpa proses yang dilakukan sebelumnya. Karena tindakan yang di lakukan ini menyangkut hajat hidup  orang banyak.  Maka negara dan penguasa harus menempuh langkah – langkah sebagai berikut : 
  1. Negara memberikan penjelasan kepada pihak yang terkait mengenai status lahan, bangunan, serta dampaknya terhadap ekologi dan kepentingan umum, sampai mereka sadar dan dengan suka rela bersedia meninggalkan lahan tersebut.
  2. Memindahkan mereka ketempat yang layak huni, manusiawi, dan syar’i.Masing – masing keluarga satu hunian, baik dengan skema hibah, sewa maupun beli, sesuai dengan kondisi masing- masing.
  3. Mendata secara akurat seluruh harta benda milik pribadi, baik berupa bangunan maupun aset yang lain.
  4. Bagi yang mengantongi izin, meski statusnya syubhat,negara bisa saja memberikan kompensasi atas bangunan dan aset yang telah dihilangkan secara paksa. Adapun yang tidak mengantongi izin, negara tidak memberikan kompensasi, karena status penguasaan dan pemanfaatannya dihukumi ghasab.
  5. Kompensasi yang diberikan, perhitungan besar maupun kecilnya tidak dikembalikan kepada para pihak, baik pihak warga maupun negara, tetapi pihak ketiga, yaitu Ahl al -Khibrah (Pakar). Sebab, jika di kembalikan kepada warga, pasti akan meminta kompensasi yang setinggi – tingginya. 
Inilah langkah – langkah konkret yang akan dilakukan oleh Daulah Khilafah dalam masalah penggusuran. Dan langkah – langkah ini tidak akan pernah dilakukan oleh sebuah negara yang menerapkan sistem Demokrasi Kapitalis seperti sekarang ini. Maka sudah saatnya kita bersatu, merapatkan barisan untuk memperjuangkan agar sistem yang di Ridhoi oleh Allah SWT bisa di terapkan di seluruh dunia ini. Agar islam benar- benar menjadi Islam Rahmatan Lil ‘ Alamin. Wallahu ‘Alam. [VM]

Posting Komentar untuk "Terusir Di Negeri Sendiri"