Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengelolaan Semrawut Turut Sebabkan Banjir Garut


Oleh : Fauzi Ihsan Jabir
(Kadiv OMI BKLDK Jabar)

Banjir kembali melanda sejumlah wilayah di Tanah Air akhir-akhir ini. Yang cukup memprihatinkan adalah banjir Garut. Bencana banjir kini seolah menjadi pemandangan rutin dan biasa di negeri ini. Belakangan banjir bahkan makin meningkat baik frekuensi maupun cakupannya. Hampir semua bencana banjir di negeri ini terjadi akibat air sungai yang meluap saat musim hujan. 

Eksploitasi hutan dan lahan secara masif pada satu dekade terakhir ini menyisakan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dianggap remeh. Sekitar 33 juta lahan di seluruh Indonesia dinyatakan dalam kondisi kritis. Lahan produktif di Indonesia telah lama menjadi incaran perusahaan dunia yang ingin mengembangkan bisnisnya di bidang pertanian dan kehutanan. Bahkan, Indonesia termasuk dalam 20 negara yang menjadi bidikan para pemilik modal tersebut.

Jawa Barat dengan segala Problematika kehidupan menjadi sorotan kritis terutama mengenai kasus sosial politik dan budaya yang berdampak pada lingkungan hidup masyarakat, akibatnya masyarakat kembali menelan pil pahit buah dari solusi parsial yang tidak menyentuh akar masalah. Garut salah satu bukti bahwa air yang harusnya menjadi suatu keberkahan dalam negeri namun justru mengakibatkan bencana yang sangat merugikan. Dibalik layar bencana tersimpan berbagai kasus pilu nan memusingkan, kasus-kasus yang tak kunjung ditangani atau bahkan tidak ditangani sama sekali inilah salah satu pintu gerbang terjadinya malapetaka.

Dit Reskrimsus Polda Jawa Barat menyatakan area wisata yang berada di kawasan pegunungan Darajat tidak memiliki izin. Hal ini terungkap setelah melakukan pemeriksaan terhadap para saksi terkait alih fungsi lahan di hulu Sungai Cimanuk. Kombes Pol Kliment Dwikorjanto menyebut hasil temuan anggotanya di lapangan ada tiga hal yang terindikasi menyalahi aturan. Yakni masalah kehutanan, lingkungan hidup, dan indikasi ke arah korupsi. detikcom, Rabu (12/10/2016).

Memang ada beberapa kejanggalan yang ditemukan dilapangan. Satu fakta yakni adanya kondisi lahan hutan lindung dalam kondisi kritis. Alih fungsi lahan dari hutan lindung menjadi hutan produksi, dimana banyak lahan dijadikan perkebunan milik warga. Terdapat pula sembilan vila yang ditemukan oleh Polda Jabar di kawasan lahan wisata. pada tahun 2005 sejumlah kawasan hutan di sekitar area hulu Sungai Cimanuk ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung, namun saat ini banyak lahan perkebunan. Jika kemudian hari hasil dari pemeriksaan terbukti ada pelanggaran, dan terindikasi adanya korupsi Polda Jabar akan berkoordinasi dengan BPKP Perwakilan Jawa Barat untuk mengusut tuntas perkara ini.

Ditemukan pula oleh Polda Jabar 160 kelompok tani, siapa yang mengendalikan dan kenapa mereka berada di situ? siapa yang memerintahkan para petani dan siapa yang bertanggung jawab atas perkara ini? Kliment mengatakan dari hasil investigasi jajarannya yang turun langsung sejak dua hari pasca banjir bandang di Kabupaten Garut, kuat dugaan ada persetujuan dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuka lahan perkebunan. Ada kelompok masyarakat yang menanam sayur-sayuran di sana, dan ada persetujuan untuk mereka (petani) menanam di area hutan lindung maka jelas ada peran komprador dalam permainan petak umpat. 

Terkait kasus keuangan, adanya pemanggilan Kepala Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat oleh Polda Jabar untuk meminta keterangan terkait adanya anggaran yang digelontorkan dari APBD Pemprov Jabar untuk program Perusahaan Daerah Agribisnis dan Pertambangan (PDAP) yang berada di kawasan hutan lindung. Karena program ini sejak 2008 sebenarnya sudah ditiadakan. Program ini sangat berkaitan dengan lahan kritis di kawasan Daerah Aliran Sunagai (DAS) Cimanuk. Apakah pengelolaan anggaran untuk PDAP ini dikelola baik oleh pihak perusahaan tersebut? mengingat fakta di lapangan tidak adanya PDAP yang sudah failed sejak 2008.

Salah Langkah

Terkait bencana banjir dan yang serupa, di dalam al-Quran Allah SWT tegas menyatakan bahwa berbagai kerusakan di daratan dan di lautan lebih banyak disebabkan karena kemaksiatan manusia:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٤١﴾

Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena ulah (kemaksiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS ar-Rum [30]: 41).

Pemerintah salah langkah dalam menanggulangi problematika, khususnya banjir Garut. Tindakan preventif sangat minim dan dikerjakan asal-asal sebagai pemenuhan kebutuhan laporan. Saat terjadi bencana kelabakanlah pemerintah, maka drama saling tuduh sering kali terjadi, semua elemen juga akan terkena dampaknya baik buruknya. Kasus serupa juga dialami kebakaran hutan terparah di dunia yang terjadi di Sumatra. Mengingat bencana juga sudah terulang di tahun sebelumnya dan tak kalah hebat banyak cukong maupun komprador tengik dibalik peristiwa.

Penyebab kerusakan lingkungan di hulu sungai Cimanuk yang memiliki luas mencapai 16.367 ,74 ha, adalah adanya aktivitas pertanian, wisata alam, tambang dan geotermal.  Selain itu Perhutani dengan   pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) belum terbukti bisa memanfaatkan kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang menjadi pembukaan lahan di luar tugas pokok dan funginya. Tidak maksimalnya pembangunan Bendungan Copong, berdampak pada daya tampung air yang terbatas. Kejadian banjir bandang ini merupakan akumulasi dari kerusakan DAS Cimanuk juga daya guna lahan yang semakin memburuk. Pemerintah Daerah Garut harus mengupayakan untuk merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut, adanya audit kinerja Perhutani, adanya audit serta kajian Bendungan Copong, konsep pennggunaan penggunaan tata guna lahan dan kawasan di Gunung Papandayan, Cikuray, dan Mandalagiri, serta menganalisa sejarah banjir Cimacan.

 Alih fungsi lahan yang terjadi saat ini pada dasarnya terjadi akibat politik pembangunan yang tidak jelas arahnya dan tidak terintegrasi, sehingga kebijakan pembangunannya cenderung pragmatis. Sering kali pembangunan di satu sektor harus mengorbankan sektor lain. Prinsipnya, apa yang menguntungkan saat ini, itulah yang dilakukan, tanpa pertimbangan jangka panjang. 

Inilah salah satu penyebab mengapa Indonesia yang sejak dulu dikenal sebagai paru-paru dunia dengan hutannya, dan negara agraris, namun kemajuan sektor pertaniannya masih jauh dari harapan. Sektor pertanian Indonesia masih tertinggal dengan nagara-negara lain. Alih-alih mampu mengekspor berbagai produk pertanian yang ada, yang terjadi malah sebaliknya, pasar dalam negeri Indonesia justru dibanjiri produk-produk pertanian dari luar. Mayoritas rakyat yang berprofesi sebagai petani pun tidak tampak tanda-tanda perbaikan nasibnya. Kondisinya bahkan sebaliknya, lahan usaha petani semakin sempit dan posisi mereka semakin terjepit.

Solusi Alternatif

Jauhnya umat dari nilai-nilai Islam, kemerosotan berpikir, hingga aturan-aturan maupun hukum islam yang diabaikan membuat kejumudan parah di area kehidupan bermasyarakat. Komprador-komprador yang hanya berfikir untung rugi tanpa memandang akibat dari perbuatan semakin menyengsarakan. Sumber daya tak lagi seutuhnya untuk rakyat apalagi dinikmati rakyat, bencana alam adalah bukti nyata buah tangan dari rusaknya pemikiran manusia yang hanya berpatok pada nafsu kebinatangan. Mereka bertindak, beraksi atau membuat kebijakan bukan demi kepentingan umat, tetapi untuk kepentingan asing, penjajah, kapitalis atau pihak-pihak lain dengan mengalahkan kepentingan umat. Hanya saja, orang tersebut berada di tengah-tengah umat dan berasal dari kalangan putra-putra umat sendiri.

Seorang komprador juga sering menggunakan dalih atas nama kepentingan umat. Namun, gerak, tingkah laku, dan kebijakannya menunjukkan hal yang sebaliknya. Mengaku melindungi kepentingan umat, tetapi dalam tindakan justru mempertahankan, menjual, korupsi, membela bahkan memperjuangkan eksistensi diri sendiri atau orang yang menghancurkan dengan memanfaatkan para komprador. Padahal sudah jelas keberadaannya lebih untuk kepentingan asing dan tidak memberikan manfaat kepada umat.

Sebagai milik umum, hutan haram dikonsesikan kepada swasta baik individu maupun perusahaan. Dengan ketentuan ini, akar masalah kasus hutan lindung yang dijadikan lahan produksi bisa dihilangkan. Dengan begitu kasus komprador dapat dicegah sepenuhnya sejak awal.

Pengelolaan hutan sebagai milik umum harus dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, tentu harus secara lestari. Dengan dikelola penuh oleh negara, tentu mudah menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat dan kelestarian hutan. Negara juga harus mendidik dan membangun kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kelestarian hutan dan manfaatnya untuk generasi demi generasi. Penindakan hukum secara tegas terhadap para komprador yang menjualnya dan siapa saja yang terlibat. Ini harus dilakukan secara tegas dan tanpa pilih kasih. Bukan hanya yang kecil yang ditindak, tetapi juga yang besar. Selama ini masyarakat melihat, penindakan baru menyentuh yang kecil, sementara yang besar dibiarkan.

Untuk jangka panjang harus diadakan pengawasan terpadu dan pengecekan perizinan di area hutan untuk mencegah dan mengatasi para agen agen tidak bertanggung jawab ini. maraknya kebakaran lahan ada kaitannya dengan sistem politik demokrasi yang sarat biaya. Politisi dan penguasa di antaranya melakukan korupsi atau kongkalikong dengan para komprador demi mengeruk keuntungan sepihak. Semua itu harus dicabut dan diganti. Dan perubahan-perubahan kecil seperti layaknya pemberdayaan, membangun rumah belajar pasca bencana, perbaikan fisik atau hal lain yang bersifat parsial justru akan menympan bahaya ketika tidak dibarengi dengan kesadaran politik. Itulah problem sistem dan peraturan perundangan, yang justru menjadi akar masalah problematika bencana alam yang terus berulang. Karena itu sistem dan peraturan itu harus dicabut dan diubah digantikan dengan sistem islam yang berdasarkan hukum syara’.

Apabila Strategi untuk melawan komprador itu adalah dengan memupus eksistensi dan atau pengaruhnya di tengah masyarakat. Hal itu dilakukan dengan membongkar ide, ucapan, perbuatan, sikap dan kebijakan mereka serta menunjukkannya kepada masyarakat bahwa itu semua demi kepentingan sepihak atau kepentingan asing. Perlu juga membongkar jatidiri mereka sebagai komprador. Hal itu seperti yang pernah dilakukan Nabi saw. seperti yang ada dalam berbagai riwayat (lihat tafsir Ibn Katsir QS Muhamamd: 30). Dengan strategi itu, masyarakat akan mengetahui mereka sebagai antek atau agen sehingga hilanglah kepercayaan masyarakat kepada mereka. Inilah bagian dari kifah siyasi (perjuangan politis) yang harus dilakukan untuk menyelamatkan umat dari kebusukan dan keburukan ‘umala’ (para agen, antek, komprador). Wallah a’lam bi ash-shawab. [VM]

Posting Komentar untuk "Pengelolaan Semrawut Turut Sebabkan Banjir Garut"

close