Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Peta dan Pola Filantropi di Indonesia Memang Telah Berubah, Namun...


Oleh : Nola Dwi Naya Sari
(Mahasiswi UPI Bandung)

Mungkin kata filantropi sedikit asing bagi beberapa kalangan. Kata-kata ini kembali muncul seiring dengan momen dibulan Oktober ini tepatnya pada tanggal 06-09 Oktober 2016 lalu sedang digelar acara Indonesia Philanthropi Festival (IPFest 2016) di Jakarta Convention Center (JCC). Sesuai dengan tujuan acara ini sebagaimana yang disampaikan oleh Fransiscus Welirang (Ketua Badan Pengarah Perhimpunan Filantropi) adalah untuk memperkenalkan lembaga filantropi ke masyarakat luas.

Makna Filantropi sebenarnya tidak asing, bisa dikatakan filantropi sebagai  lembaga yang bergerak dalam bidang kedermawanan atau sosial. Hanya saja saat ini peta dan pola filantropi di Indonesia telah berubah. Salah satu perubahannya terlihat dari keterlibatan kaum pemuda didalamnya. Filantropi tidak lagi identik dengan aktivitas kedermawanan “orangtua”, pemberian donasi. Lebih lanjut hal ini terlihat dari tema acara Filanthropy Learning Forum 5 “Millenial Philanthropy: Muda, Peduli, dan Membuat Perubahan”. Hingga goal yang ingin dicapai adalah menjadi seorang Filantropimilenial yang memiliki gambaran sebagai tech savvy, wirausahawan, berpendidikan dan berpikiran “independen” yang terdorong untuk “berbuat baik”.

Perubahan peta dan pola filantropi ini menjadikan masyarakat Indonesia dinobatkan sebagai masyarakat yang dermawan nomor dua di dunia oleh Forbes. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal ini didorong oleh ajaran keagamaan, tradisi lokal dan tingginya pertumbuhan ekonomi. Dikatakan juga bahwa pertumbuhan ekonomi menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan populasi orang super kaya paling cepat di Asia. (liputan6)

Peta dan pola filantropi di Indonesia memang telah berubah, adanya semangat orang-orang yang tergerak hatinya untuk menebarkan kebaikan perlu dihargai. Dan sungguh ini tidak bertentangan dalam pandangan agama apapun, namun jika dikatakan sebagai perubahan hakiki dalam menangani masalah bagi orang yang membutuhkannya, ada beberapa aspek yang harus dilihat terlebih dahulu. Yaitu dalam perkara atau bidang apa masalah yang ada di masyarakat. Jika dalam bidang yang harusnya itu memang menjadi haknya masyarakat yang harus ditunaikan oleh negara, ketika coba diselesaikan oleh lembaga sosial, maka ini tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas. Misal dalam masalah bantuan dana pendidikan, panti asuhan, lapangan pekerjaan, dll. Maka ini adalah ujung tombak peran negara dalam menyelesaikan permasalahan ini. 

Hal ini juga menjadi pertimbangan bagi lembaga sosial dalam menjalankan misi lembaganya. Tidak mengaburkan mana tugas negara atau lembaga. Inilah sebenarnya tugas partai politik. Politik yang mengurusi urusan umat. Melakukan edukasi kepada masyarakat, mengontrol berjalannya pemerintahan, mengingatkan penguasa jika terjadi pelanggaran hukum syara. 

Jika dikatakan sebagai jalan perubahan, maka setiap lembaga sosial harus berhati-hati karena perubahan yang dibawa hanya bersifat parsial. Juga dalam memahami arti tolong menolong yang harus dijauhkan dari unsur bisnis berbau materi, karena dalam Islam membedakan nilai insaniyah (tolong menolong) dengan nilai madaniyah (materi).  Tidak jarang hal ini kita temukan faktanya dalam masyarakat.

Juga dalam menyikapi pertumbuhan populasi orang super kaya di Indonesia saat ini ironi jika dibandingkan dengan fakta orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan ataupun fakta utang negeri ini yang juga membengkak. Beginilah hidup dalam sistem kehidupan kapitalisme, akan terlihat jelas perbedaan orang kaya yang memiliki modal dan orang dari kalangan bawah. Seseorang menjadi kaya atau miskin yang harus dianalisis jalan menuju kesana. Ada orang kaya karena jalannya lurus, ada juga orang kaya karena jalan yang ditempuhnya batil (seperti korupsi). Begitupun miskin. Bisa jadi miskin karena sistem atau bisa jadi karena sifat dirinya yang pemalas.

Sedangkan dalam Islam, akan ada ranah kewajiban negara dalam mengatur kesejahteraan hidup masyarakatnya juga ada ranah individu yang mengusahakan kesejahteraan hidupnya. Dan akan ada orang-orang yang tergerak hatinya untuk saling berbagi dengan yang lain. 

Inilah indahnya hidup dalam naungan Islam yang jelas mengatur kehidupan ini. Wallah a’lam bi ash-shawab. [VM]

Posting Komentar untuk "Peta dan Pola Filantropi di Indonesia Memang Telah Berubah, Namun..."

close