Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keluarga Kuat Sesuai Syariat


Oleh: Nana Munandiroh

Keluarga adalah kelompok terkecil dalam masyarakat. Dari keluargalah individu belajar bermasyarakat. Seorang anak akan belajar dari ayah dan ibunya jika muncul persoalan dalam kehidupan mereka. Sebuah keluarga yang kuat, anggotanya cenderung hidup harmonis sehingga persoalan apapun di dalam keluarga akan terselesaikan dengan akal sehat. Sebaliknya, apabila keluarga itu lemah maka persoalan kecil bisa menjadi besar bahkan berujung dengan perceraian dan kehancuran rumah tangga bahkan anak-anak yang tak berdosa ikut menjadi korban. Apa yang menguatkan sebuah keluarga? Hartanya? Kedudukannya? Atau ketaatannya pada syariat?

Di tengah masyarakat kapitalis materialistis saat ini, keluarga merupakan benteng terakhir kaum muslimin untuk menjaga aqidahnya dan nilai-nilai Islam. Hal inilah yang menjaga agar penerapan Islam tetap eksis di tengah masyarakat. Bahkan, kita berharap kelak keluarga-keluarga muslim saat ini akan melahirkan generasi-generasi cemerlang yang mampu memimpin dunia dengan Islam sehingga kejayaan umat ini menggentarkan musuh-musuh Allah.

Namun faktanya sungguh pedih, akhir-akhir ini data dari Kemenag menunjukkan bahwa angka perceraian di Indonesia meningkat pesat. Bahkan, banyak pula dari mereka yang usia pernikahannya baru seumur jagung. Sebagai wujud kepedulian Kemenag mengantisipasinya dengan menambah durasi kursus pranikah menjadi 16 jam bagi remaja usia nikah yakni 16 tahun. Harapannya, dengan memberikan arahan kepada mereka terkait UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, UU KDRT, UU Perlindungan Anak, dan lain sebagainya.

Apa yang dilakukan pemerintah mungkin kelihatan bagus, tapi mustahil bisa menyelesaikan masalah. Hal ini karena akan sulit bagi peserta kursus untuk memahaminya hanya dalam waktu 16 jam saja. Sementara progam ini tidak terintegrasi dengan program pendidikan, progam sosial, ekonomi dll. Apalagi dalam persoalan pernikahan pasti akan sulit bagi mereka untuk menyelesaikannya. Dan lagi, akar masalah maraknya perceraian bukanlah karena pasutri tidak mengetahui UU. Melainkan belum matangnya cara berpikir generasi muda saat ini.

Rendahnya level berpikir generasi saat ini tercermin lewat perilakunya di bangku sekolah. Kagetkah kita mengetahui ada anak-anak SD tawuran? Atau anak TK sudah kenal hubungan asmara bernama pacaran? Ada ABG bunuh diri karena diputus pacarnya. Ada pula yang tega menusukkan gagang cangkul ke kemaluan karena pacarnya menolak diajak berhubungan layaknya pasutri. Mereka menyelesaikan masalah secara instan tanpa peduli dampak ke depan. Bahkan dengan cara seperti hewan, sekedar adu fisik. Lalu apa fungsi akal dalam diri mereka? Lalu mengapa mereka tidak punya waktu untuk belajar agama agar benar-salah diserahkan pada hakikatnya? Apakah hubungan pernikahan sekedar karena rasa cinta? Lalu ketika muncul masalah, cinta tak bisa menyelesaikannya. Pernikahan bukan game online. Dilakoni jika senang, (pasangan) ditinggalkan jika sudah bosan. Bicara cerai menjadi semudah memaki. Na'udzubillah...

Banyaknya angka perceraian di tengah umat saat ini sebenarnya terjadi karena budaya liberal (bebas) yang selama ini dipelajari. Saat ini kita diajari dengan kurikulum yang liberal. Nilai ini menjauhkan nilai-nilai Islam dari kehidupan kita. Liberalisme mengajarkan pendidikan kesehatan reproduksi dengan mengedepankan kebebasan. Boleh berhubungan selayaknya pasutri asal setia pada satu pasangan atau memakai alat kontrasepsi agar tidak terjadi kehamilan tak dikehendaki. Padahal ini perizinan untuk zina. Dalam Islam, ini dosa! Namun demikianlah KRR masuk ke sekolah-sekolah. Generasi muda saat ini akhirnya terbiasa hidup bebas (liberal) tanpa aturan agama. Mereka terbiasa pula menyelesaikan masalah sesuka hatinya.

Jadi, untuk menyelesaikan masalah dalam bingkai pernikahan tidak cukup hanya dengan kursus 16 jam saja, tapi juga harusnya disiapkan mulai dari kecil sehingga ketika dewasa bisa menyelesaikan persoalan hidupnya. Orang tua harus mengawali membangun rumah tangga dengan niat ibadah, semata karena Allah. Amanah anak dari Allah hendaknya dididik dengan Al Qur'an. Tidak hanya dibaca dan dihafalkan namun juga dilaksanakan oleh semua anggota keluarga. Orang tua menjadi teladan utama di rumah. Agama hendaknya menjadi panduan dalam menyelesaikan masalah di dalam maupun di luar rumah.

Hal ini akan terwujud apabila program tersebut terintegrasi dalam satu sistem kehidupan secara menyeluruh, mulai program pendidikan yang berbasis Islam, program sosial yang islami, program ekonomi berbasis Islam, sistem sanksi yang sesuai Islam. Walhasil tegaknya sistem Khilafah Islamiyah 'ala minhaj nubuwah akan terwujud keluarga sakinah mawadah warahmah yang taat dengan syariat. Wallahu a'lam bishowab. [VM]

Posting Komentar untuk "Keluarga Kuat Sesuai Syariat"

close