Memperjelas Tuntutan Perubahan Umat
Imam Besar FPI |
Oleh : A. R. Zakarya
(Departemen Politik DPD HTI Jombang)
Setelah ikut sholat Jumat bersama massa 'Aksi Bela Islam' jilid III di lapangan Monas, Jakarta, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutannya. Jokowi mengucapkan terimakasih terhadap jutaan massa aksi yang menjaga keamanan selama acara dzikir dan doa. "Terima kasih agar dapat kembali ke tempat masing-masing, ke rumah masing-masing," kata Jokowi dari atas panggung utama di hadapan massa, Jumat (2/12/2016). Jokowi pun mengumandangkan takbir, "Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar," ucap dia yang juga disambut gemuruh takbir oleh massa aksi. Namun, saat Jokowi mengakhiri pidatonya dan beranjak meninggalkan panggung, massa aksi pun meneriakan agar tersangka penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) segera ditahan.
"Tangkap, tangkap, tangkap si Ahok," teriakan massa aksi. Didepan Jokowi yang lagi berpidato Habib rizieq dengan Lantang Teriakkan Yel Yel, "Kalo Ahok tidak ditangkap siap revolusi?"
Jamaah: "Siaaaap"
Habib Rizieq: "Siap revolusi?"
Jamaah: "Siaaaap"
Habib Rizieq: "Siap revolusi?"
Jamaah: "Siaaaap"
dan diteruskan yel-yel ayo revolusi
Begitulah sekiranya penggalan peristiwa aksi 212 lalu. Pertanyaan besarnya ialah revolusi seperti apa yang dimaksud? Kita semua harus bisa menjawabnya. Mungkin pertanyaannya akan kita kecilkan cakupannya. Jika tersangka penistaan agama telah ditangkap lalu apa? Selesai begitu saja kah? Atau jika tersangka penistaan agama bebas lalu apa? Menuntut rezim saat ini untuk turun?! Jika rezim saat ini telah turun lalu apa setelah itu? Kita revolusi?! Revolusi seperti apa yang dimaksud? Bagaimana konsep revolusinya? Bisakah kita menjawabnya? Apabila kita tidak mampu menjawabnya maka tuntutan revolusi itu sebenarnya hanyalah bersifat reaktif dan emosional. Sekedar ingin ada perubahan, lalu perubahan yang seperti apa? Hanya tanda tanya besar yang terpikir.
Umat Butuh Kesadaran Politik
Jika revolusi yang dimaksud adalah pergantian rezim, maka telah berapa kali kita berganti rezim? Sudahkah pergantian itu membawa perubahan yang lebih baik untuk negeri ini? Akankah kita berputar-putar dalam persoalan ini. Mengganti rezim, sampai kapan?
Harusnya umat ini menyadari bahwa pokok permasalahan di negeri ini adalah penerapan sistem demokrasi dibawah naungan ideologi kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Inilah pokok masalah yang kita semua hadapi. Sebenarnya adanya kasus penistaan atas agama (islam) itu hanyalah satu persoalan diantara banyak persoalan yang menimpa umat islam. Penjarahan SDA, intervensi asing dalam Undang-Undang, kemiskinan, pergaulan bebas remaja, sekularisasi pendidikan, ketidakadilan hukum, dan masih banyak lagi persoalan-persoalan cabang lain benar-benar menjadi musibah besar bagi umat ini. Akankah kita berkehendak menyelesaikan satu persoalan dan membiarkan persoalan-persoalan lain tetap dirasakan pahitnya terus menerus oleh umat ini? Itukah revolusi yang diinginkan?
Selama di negeri ini masih diterapkan sistem demokrasi maka perubahan yang ada tidak akan membawa kepada perubahan hakiki. Justru hanya akan memindahkan persoalan yang satu ke persoalan yang lainnya.
Perubahan Hakiki Campakkan Demokrasi!
Demokrasi adalah sebuah sistem yang muncul akibat perlawanan rakyat eropa pada abad pertengahan dengan raja bersama kaum gerejawan. Rakyat saat itu menyadari kezaliman raja mereka yang merampas tanah-tanah dan harta mereka serta membunuhi setiap orang yang membelot perintah raja. Para gerejawan saat itu melakukan koalisi dengan raja yang menyatakan bahwa suara raja adalah suara Tuhan. Sehingga ini melegitimasi setiap kebijakan raja saat itu tanpa memandang apakah mengandung kezaliman dan ketidakadilan ataukah tidak. Rakyat pun tidak berani menentang perintah raja, karena melanggar perintah raja sama dengan melanggar perintah Tuhan, para pelakunya selain akan dihukum berat juga akan menanggung "dosa". Dari sinilah kesewenang-wenangan raja semakin menjadi.
Singkat cerita, rakyat pun makin sadar bahwa legitimasi kaum gerejawan atas kebijakan raja dengan mengatasnamakan suara Tuhan merupakan kedok bagi penguasa untuk menzalimi mereka. Rakyat melakukan perlawanan, hingga mereka benar-benar tidak mempercayai adanya "hukum Tuhan" bahkan sampai-sampai mengingkari eksistensi Tuhan itu sendiri. Dari sinilah akidah sekularisme lahir. Karena menurut kaum gerejawan mustahil Tuhan itu tidak ada, sedangkan rakyat telah trauma mendengar kata "hukum Tuhan" atau "Tuhan" itu sendiri. Mereka pun mengambil jalan tengah (kompromi) yakni mengakui eksistensi Tuhan namun Tuhan tidak diperkenankan turut campur dalam urusan kehidupan. Artinya Tuhan (agama) harus dipisahkan dari urusan kehidupan. Inilah inti dari sekularisme.
Lalu bagaimana hukum akan dibuat? Sedangkan raja tidak boleh lagi membuat aturan atas nama agama. Maka hukum harus berasal dari Rakyat agar tidak ada lagi kezaliman penguasa. Kendala pun dihadapi, karena tidak mungkin seluruh rakyat membuat hukum untuk masing-masing, akhirnya rakyat menunjuk perwakilan mereka untuk membuat hukum sesuai keinginan rakyat. Inilah yang dimaksud kedaulatan berada di tangan rakyat. Inilah Demokrasi. Jadi demokrasi bukanlah sistem yang muncul dari wahyu Allah melainkan dari jalan tengah atau kompromi rakyat eropa dengan penguasa beserta kaum gerejawan. Hukum yang dihasilkan pun berasal dari akal manusia yang sangat terbatas. Akibat lemahnya akal manusia inilah menimbulkan banyak persoalan muncul pada setiap negeri yang mengadopsi sistem demokrasi. Layakkah sistem seperti ini kita pertahankan? Tentu saja tidak. Bahkan demokrasi harus kita campakkan!
Perubahan Hakiki terapkan Syariah Tegakkan Khilafah!
Jika kita masih saja berpikir bahwa Indonesia bukanlah negara islam, namun negara yang berasaskan pada suatu filosofi tertentu. Pertanyaannya, mengapakah kita berpikir begitu? Bukankah kita ini umat islam, yang diseru untuk masuk islam secara kaffah. Sebagaimana firman Allah SWT :
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” [Al-Baqarah : 208]
Ayat diatas adalah tuntutan kepada setiap orang yang beriman bahwa ia diperintahkan untuk masuk islam secara keseluruhan. Artinya tidak sekedar menjadikan islam sebagai agama ritual, namun juga mengaplikasikan seluruh hukum-hukum Allah, baik dalam masalah ubudiyah, akidah, akhlak, pergaulan, pendidikan, ekonomi, politik, hingga sistem pemerintahan, tidak boleh satu pun ada yang ditinggalkan. Ini adalah tuntutan dari Sang Raja Manusia dimanapun manusia itu tinggal di permukaan bumi ini.
Lagipula jelas-jelas demokrasi bukan berasal dari ajaran islam, bahkan bertolak belakang dengan islam. Jika demokrasi menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat, artinya hukum dibuat oleh rakyat (manusia), maka di dalam islam kedaulatan ada pada syariah, artinya hukum yang diterapkan di tengah-tengah manusia adalah hukum yang berasal dari wahyu Allah SWT.
Kesadaran akan kewajiban besar inilah yang harusnya melandasi keinginan perubahan umat. Tidak sekedar menuntut untuk menghukum satu orang yang mendustakan ayat Allah, namun juga menuntut perubahan besar untuk menyempurnakan penerapan seluruh syariah. Tidak sekedar mengganti rezim, tetapi juga mengganti sistem yang diterapkan. Mengganti sistem demokrasi dengan sistem Khilafah Islamiyah yang akan menerapkan hukum Allah secara menyeluruh sebagai bentuk tuntutan dari Allah bagi setiap orang yang beriman. Apalagi tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah SWT. Firman Allah SWT :
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini? (QS. Al Maidah : 50)
Inilah perubahan yang seharusnya dituntut oleh umat! [VM]
Posting Komentar untuk "Memperjelas Tuntutan Perubahan Umat"