Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyikapi Revisi UU ITE : Stop Hoax, Suarakan Kebenaran!


Oleh  : Umar Syarifudin 
(Direktur Pusat Kajian Data dan Analisis)

Mulai tanggal 28 Nopember 2016, Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diberlakukan. Awal kemunculan UU ITE (2008) memicu pro-kontra publik, sebagian kalangan, menganggap bahwa Undang-Undang itu berpotensi mengancam sikap kritis. Pasal-pasal UU ITE tentang penghinaan dan pencemaran nama baik bisa menyasar siapa saja, mulai dari jurnalis, aktivis, remaja, hingga ibu rumah tangga. 

Lewat revisi ini, pemerintah diberikan kewenangan untuk memutus akses informasi elektronik yang dianggap melanggar hukum. Selain perubahan pencemaran nama baik, revisi juga menambahkan ketentuan mengenai right to be forgotten atau hak untuk dilupakan dengan menghapus konten informasi elektronik yang tidak benar, berdasarkan keputusan pengadilan.

Pemberlakuan peraturan ini merujuk pada amanat Pasal 20 ayat 5 UUD 1945. Amanat itu mengatur agar rancangan Undang-Undang yang telah disahkan, bisa diberlakukan dan wajib diundangkan maksimal 30 hari setelah pengesahan. Adapun Revisi UU ITE sudah disepakati DPR pada 27 Oktober 2016.

Saat ini perkembangan teknologi informasi maju dengan pesat. Sungguh miris ketika jagad media sosial marak beredar informasi sampah dan membangun persepsi destruktif. Tambah runyam lagi ketika dominasi budaya kapitalistik membentuk pola hidup menghalalkan segala cara. Terhadap berita-berita bohong dan fitnah, hendaknya masyarakat tidak terpengaruh dan menahan diri untuk tidak menyebarkan. menggunakan teknologi informasi tersebut secara arif untuk berdakwah, menyebarkan ilmu pengetahuan, merekatkan ukhuwah. Bila berita palsu telah tersebar, tidak mudah untuk ‘memutihkan kembali’. Klarifikasi mungkin dilakukan, tetapi publik belum tentu mendengar pelurusannya. Padahal semua itu harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah kelak.

Namun ruh UU ITE juga diharapkan jangan memberangus kritik dan aspirasi umat Islam yang saat ini sentimen Islam telah tumbuh, dan banyak orang yang mulai sadar akan kemerosotan negeri ini akibat kapitalisme dengan menyuarakan sentimen Islam dan membawa aspirasi untuk masa depan di bawah pemerintahan Islam. Di saat yang sama pemerintah Barat saat ini mencap banyaknya dukungan untuk perjuangan atas penjajahan di Palestina dan Suriah contohnya, sebagai dukungan terhadap ‘terorisme’. 

Terlepas dari tumbuh pesatnya media Islam dan maraknya kampanye masyarakat yang mengajak umat Islam agar turut berpartisipasi aktif dalam mengentaskan problem-problem keumatan ini, dan untuk terus mendukung umat Islam yang tertindas di banyak negeri, kami mengingatkan hal lain yang kita perlu ingat dari diri kita dan masyarakat kita untuk melawan suasana ketakutan dalam bayang-bayang pembungkaman kritik. Tetap produktif dan sampaikan kritik secara konstruktif dan argumentatif. Mengingatkan kelalaian penguasa adalah hak dan kewajiban.  

Hendaknya UU ITE tidak menjadi alat politik untuk membungkam aspirasi umat Islam, tidak memberangus pikiran dan keyakinan masyarakat. Termasuk saat masyarakat mulai menyadari bahwa Islam sebagai solusi. Saat masyarakat mulai menyadari bahwa hidup di sistem demokrasi, kekuasaan memang bukan ditujukan untuk melayani rakyat. Kekuasaan untuk melayani uang. Pemilik modal adalah komandan yang paling berkuasa dalam sistem demokrasi. Maka tidak mengherankan kalau elit politik akan terus menerus bertikai untuk saling mempertahankan atau merebut kekuasaan. Maka kesadaran ini adalah keniscayaan dan terus tumbuh secara alamiah. 

Pemerintah di Negara-negara Barat telah mencoba menciptakan suasana ketakutan untuk mencegah umat Islam menyuarakan dukungan bagi Suriah atau pembebasan Palestina atau Rohingnya. Perang melawan Islam dan Muslim telah melewati batas negara dan benua , tidak seperti perang lainnya terhadap kelompok lain. Mereka ingin memadamkan cahaya Islam. Amerika berjuang dengan segala cara melawan kembalinya Islam sebagai kekuatan politik. Pada anatomi kebijakan politik rezim Barat sendiri, telah benar-benar mengambil giliran baru dalam penganiayaan terhadap agama minoritas, terutama Islam.

Badan Intelejen Amerika (CIA) tentu resah dengan beberapa ide-ide fundamental Islam, seperti: Penolakan atas hukum buatan manusia (termasuk demokrasi), Isu Dominasi terhadap Islam, Pembebasan negeri-negeri Muslim dan Penyatuan negeri-negeri Islam serta tegaknya kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian. Amerika telah mendesak agen-agennya untuk mengucurkan ratusan juta dolar untuk membiayai proyek-proyek “reformasi” peradilan, media massa, pendidikan dan keamanan. Itu semua dalam rangka mengubah negeri-negeri muslim menjadi negara polisi represif, serta untuk menghalangi tegaknya perdaban Islam. Yes, fokus Amerika saat ini adalah untuk memastikan bahwa Islam dan umat islam tidak memimpin kembali umat manusia.

Umat Islam dengan membaca dan merenungkan jejak perjuangan Nabi SAW di Makkah di mana beliau dianiaya dan ditindas hanya karena keyakinannya. Pengingat ini membantu kaum muslimin di seluruh dunia menempatkan situasi ini dalam konteksnya, mengingatkan kita bahwa orang-orang yang beriman harus mengharapkan untuk diuji dan memberi kita keberanian untuk berdiri dengan teguh dan memenuhi perintah-perintah Allah untuk berdiri melawan penindasan – karena takut kepada Allah SWT semata.

Bagaimana mungkin kita berdiam diri atas penjarahan kekayaan sumber daya alam kita yang dilakukan oleh kapitalis? Bagaimana mungkin kita berdiam diri atas kegagalan militer yang seharusnya membebaskan negeri-negeri Muslim, seperti Rohingnya, Afghanistan, Kashmir dan Palestina? Lalu bagaimana setelah ini? masyarakat tetap teguh  ‘bersuara’, bersatu kita lebih kuat , bercerai kita lemah. Umat Islam lebih banyak memiliki kesamaan daripada perbedaan. [VM]

Posting Komentar untuk "Menyikapi Revisi UU ITE : Stop Hoax, Suarakan Kebenaran!"

close