Polemik Ujian Nasional vs Standar Kelulusan dalam Sistem Pendidikan Islam
Tanggal 25 November yang lalu, Mendikbud Muhadjir Effendy telah mengumumkan rencananya menghapus Ujian Nasional dan mengaku telah melaporkan kebijakan tersebut kepada Presiden Joko Widodo. Presiden akan meninjau ulang ujarnya. Wacana dihapusnya Ujian Nasional ini bukanlah hal baru. Masalah ini kembali diungkit karena setelah dievaluasi, Ujian Nasional juga tidak mampu menjadi tolak ukur keberhasilan siswa. Diketahui bahwa justru Ujian Nasional membuat siswa stres, juga membebani guru untuk hanya fokus pada ujian dan memicu kecurangan. Ujian Nasional hanya mengukur ranah kognitif saja, dan hal ini akan mencetak generasi yang bertujuan mendapat nilai. Sebagian ahli pendidikan berpendapat, Ujian Nasional tidak terbukti membuat sistem pendidikan di Indonesia lebih baik, juga tidak terbukti memicu semangat belajar para siswa.
Untuk menanggulangi hal ini, Mendikbud mengusulkan agar Ujian Nasional didesentralisasikan. Ujian Nasional SMA/SMK sederajat diserahkan kepada Pemerintah Provinsi. Sedangkan level SMP dan SD diserahkan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten. Ujian Nasional ini tetap memakai Standar Nasional. Kelulusan siswa akan ditentukan sekolah. Ujian Nasional akan menjadi salah satu bahan pertimbangan, bukan menjadi satu-satunya faktor yang menentukan kelulusan. Ujian Nasional akan dilaksanakan kembali jika level pendidikan di Indonesia sudah merata.
Tetapi, meskipun demikian, yakinkah pendidikan yang dilandasi oleh sistem kapitalisme sekuler saat ini akan dapat menghasilkan lulusan yang kompeten? Saya kira tidak. Selama asas negara dan asas pendidikan kita adalah kapitalisme sekuler, negara kita tidak akan mampu mencetak lulusan yang kompeten. Mengapa? Karena sistem kapitalisme hanya melahirkan lulusan yang berorientasi nilai, berbeda dengan lulusan sistem pendidikan Islam yang mumpuni dalam segala hal, baik ilmu keislamannya, maupun ilmu kehidupan nya. Karena, tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islami, serta membekali anak Didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan urusan hidupnya.
Selain itu, dalam negara yang memakai sistem Islam sebagai landasan kehidupannya, maka negara menjamin penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh rakyat nya, tanpa memandang agama, suku dan ras. Sesuai dengan hadits Nabi SAW, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim." Maka negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan fasilitas pendidikan bagi rakyatnya.
Jika Ujian Nasional hanya mampu menunjukkan kompetensi dalam ranah kognitif saja, maka konsep evaluasi pendidikan negara Khilafah Islamiyah lebih kompleks. Ujian akhir diselenggarakan untuk seluruh mata pelajaran yang telah diberikan. Ujian dilakukan secara tertulis dan lisan. Ujian lisan adalah teknik Ujian yang paling sesuai untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa untuk memahami pengetahuan yang telah dipelajari. Ujian lisan ini bisa dilakukan tertutup maupun terbuka. Selain itu, ada juga Ujian praktek pada keahlian tertentu. Siswa yang dinyatakan kompeten/lulus adalah siswa yang betul-betul memiliki ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya dan bersyakhsiyah islamiyah (berkepribadian islami), yaitu memiliki pola tingkah laku yang islami.
Dari uraian di atas, terbukti hanya dengan sistem.pendidikan Islam yang berada dalam pemerintahan islam-lah, polemik Ujian Nasional bisa terselesaikan dan dapat mencapai tujuan pendidikan secara sempurna. Oleh karena itu, mari kita berpikir dan membuka hati kita, agar kita secepatnya meninggalkan sistem pendidikan yang kapitalistik sekuler, dan sebagai gantinya, kita terapkan sistem pendidikan Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Karena kalau bukan Khilafah, siapa yang akan melindungi umat??
Pengirim: Neni Nurmayanti Hasanah, S.Pd (Guru SMK Budaya Bangsa Kota Bandung)
Posting Komentar untuk "Polemik Ujian Nasional vs Standar Kelulusan dalam Sistem Pendidikan Islam"