Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Saling Peduli, Saling Memudahkan


Oleh : Ainun Dawaun Nufus 
(MHTI Kab. Kediri)

Abu Darda’, sahabat Nabi berkata: Andai seseorang taat kepada Tuhannya, pasti Allah akan tunjukkan pengaruhnya kepada orang lain, meski ia ada di balik 7 pintu. Sebaliknya, andai dia durhaka, Allah pun akan.

tunjukkan pengaruhnya kepada orang lain, meski ia juga berada di balik 7 pintu. Cinta dan dicintai itu anugerah Allah. Dialah yg memberi dan Dia pulalah yg mencegahnya. Jika kita taat kepada-Nya, pasti kita akan dicintai orang lain.. (Aid al-Qarni, Ila al-Ladzina Asrafu.. 269)

Gambaran sikap memuliakan sesama Muslim tercermin dalam sabda Rasulullah sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah, “Jika salah seorang di antara kalian mengimami orang-orang, hendaklah dia meringankan shalatnya karena sesungguhnya di antara mereka ada orang yang lemah, sakit dan tua. Jika salah seorang di antara kalian shalat sendirian, maka silakan dia memanjangkan shalatnya sesuka hatinya.” (Muttafaq ‘alaih).

Allah SWT dan Rasul-Nya, telah memerintahkan untuk memuliakan sesama Muslim. Tentu karena sesama Muslim adalah saudara. Ibn Umar ra menuturkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Muslim itu saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak saling menzalimi dan saling membiarkan. Siapa saja yang menghilangkan suatu kesulitan dari seorang Muslim, maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitan bagi dirinya di antara berbagai kesulitan pada Hari Kiamat kelak. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim, Allah pasti akan menutupi aibnya pada Hari Kiamat nanti.” (Muttafaq a’laih).

Abu Hurairah pun berkata bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, “Muslim itu saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak saling mengkhianati, saling mendustakan dan saling menghinakan. Setiap Muslim adalah haram bagi Muslim yang lain menyangkut kehormatan, harta dan darahnya.” (HR at-Tirmidzi).

Bahkan terhadap Muslim yang zalim pun, Rasulullah tetap menyuruh kita menyayangi dia dengan cara menolongnya. Beliau pernah bersabda, “Tolonglah saudaramu, baik pelaku kezaliman maupun korban yang dizalimi.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, saya menolongnya jika ia dizalimi. Lalu bagaimana saya harus menolong orang yang melakukan kezaliman?” Rasul menjawab, “Cegahlah dia dari berlaku zalim. Itulah bentuk pertolongan kamu kepadanya.” (HR al-Bukhari).

Begitu indahnya sikap memuliakan sesama Muslim juga ditunjukkan oleh sabda Rasulullah sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah, “Hak Muslim atas Muslim yang lain ada lima: menjawab salam, mengunjungi yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan yang bersin.” (Muttafaq ‘alaih).

Persaudaraan sesama Muslim tentu tidak akan bermakna apa-apa jika masing-masing tidak memperhatikan hak dan kewajiban saudaranya, tidak saling peduli, tidak saling menutupi aibnya, tidak saling  menolong, dst. Baginda Rasulullah SAW memerintahkan hal demikian, sebagaimana sabdanya, “Siapa saja yang meringankan  beban seorang Mukmin di dunia, Allah pasti akan meringankan bebannya pada Hari Kiamat. Siapa saja yang memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, Allah pasti akan memberi dia kemudahan di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim di dunia, Allah pasti akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah SWT selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR Muslim dan at-Tirmidizi).

Itulah penghargaan Allah SWT yang luar bisa kepada hamba-Nya yang peduli kepada sesamanya. Sebaliknya, Allah SWT menegur seorang Muslim yang tidak memedulikan sesamanya. Dalam hal ini, Abu Hurairah ra menuturkan bahwa Baginda Rasululullah SAW pernah bersabda: Sesungguhnya Allah SWT berkata pada Hari Kiamat nanti, “Wahai manusia, Aku pernah sakit. Mengapa engkau tidak menjenguk Aku.” Manusia menjawab, “Tuhanku, bagaimana aku menjenguk Engkau, sementara Engkau adalah Tuhan alam semesta?” Allah SWT berkata, “Bukankah engkau dulu tahu hamba-Ku si fulan pernah sakit di dunia, tetapi engkau tidak menjenguknya? Bukankah engkau pun tahu, andai engkau menjenguk dia, engkau akan mendapati diri-Ku di sisinya? Wahai manusia, Aku pernah meminta makan kepada engkau di dunia, tetapi engkau tidak memberi Aku makan.” Manusia menjawab, “Tuhanku, bagaimana Aku memberi Engkau makan, sementara Engkau adalah Tuhan alam semesta?” Allah SWT menjawab, “Bukankah engkau tahu, hamba-Ku pernah meminta makan kepada engkau, tetapi engkau tidak memberi dia makan? Bukankah andai engkau memberi dia makan, engkau mendapati diri-Ku ada di situ?” Wahai manusia, Aku pernah meminta minum kepada engkau, tetapi engkau tidak memberi Aku minum?” Manusia berkata, “Tuhanku, bagaimana aku memberi Engkau minum, sementara engkau adalah Tuhan alam semesta?” Allah SWT menjawab, “Bukankah engkau tahu, hamba-Ku pernah meminta makan kepada engkau di dunia, tetapi engkau tidak memberi dia makan? Bukankah andai engkau memberi dia makan, engkau mendapati diri-Ku ada di situ?” (HR Muslim).

Berkaitan dengan kepedulian kepada sesama Muslim, Baginda Rasulullah SAW juga pernah bersabda, sebagaimana penuturan Bara’ bin ‘Azib, “Baginda Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kami tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara pula. Beliau memerintahkan kami untuk: menjenguk orang sakit; mengiringi jenazah (ke kuburan); mendoakan orang yang bersin; membenarkan sumpah; menolong orang yang terzalimi; memenuhi undangan; dan menebarkan salam…” (HR al-Baihaqi).

Ditegaskan pula oleh Rasulullah SAW dalam hadits lain yang berbunyi, “Hak Muslim atas Muslim yang lain ada lima: menjawab salam; mengunjungi orang sakit; mengiringi jenazah; memenuhi undangan; mendoakan orang yang bersin.” (HR Ahmad).

Dari Nu’mân bin Basyîr yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: 

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal bagaimana mereka saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah seperti satu tubuh. Apabila ada sebagian dari tubuhnya yang sedang sakit, maka bagian tubuh yang lain turut merasakannya, sehingga membuatnya tidak bisa tidur dan demam”. (HR. Muslim)

Di dalam Shahîh Muslim bi Syarhin Nawawi terdapat penjelasan dengan sedikit uraian: “Hadits ini begitu jelasnya menggambarkan tentang kewajiban kaum Muslim menghormati hak-hak masing-masing di antara mereka, serta mendorong mereka agar dalam hidup ini saling menyayangi, saling menghargai, dan saling membantu dalam hal-hal yang tidak haram dan tidak makruh. Secara implisit hadits ini juga menjelaskan tentang bolehnya at-tasybîh (penyerupaan) dan dlarbul amtsâl (membuat perumpamaan) dengan tujuan agar pengertian (maksud yang dikehendakinya) lebih mudah dipahami.
Sesungguhnya masyarakat islami adalah potret masyarakat yang harmonis, meski individu-individunya berasal dari beragam jenis dan etnis. Keharmonisan ini buah dari hukum-hukum syara’ yang mengontrol dan mengatur setiap hubungan di antara masyarakat dengan aturan yang mampu menghilangkan kezaliman dan permusuhan, serta mewujudkan keadilan. 

Penjelasan dalam hal ini adalah konsep yang dulu pernah dipahami oleh Abu Bakar. Karenanya, ketika beliau diserahi untuk memimpin Khilafah, maka beliau berkata: “Saya diserahi untuk memimpin kalian, padahal saya bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Untuk itu, jika saya melakukan kebaikan, maka bantulah (dukung) saya. Sebaliknya, jika saya melakukan keburukan, maka luruskan (kritik) saya. Orang yang lemah di mataku adalah orang yang kuat sampai ia memperoleh haknya. Sebaliknya, orang yang kuat di mataku adalah orang yang lemah sampai ia memberikan haknya”. Dengan demikian, secara mutlak, tidak ada satupun orang yang kebal terhadap hukum syara’ di dalam Daulah Khilafah. [VM]

Posting Komentar untuk "Saling Peduli, Saling Memudahkan"

close