Agar Mayor Tak Lagi Minor
Oleh : M Afif Arrozy
(Pemerhati Sosial Remaja di Bojonegoro)
Kalo kita sering mendengar kata minor atau mayor pasti akan teringat pada alunan nada lagu. Jika dalam seuntai alunan lagu, nada mayor dan minor bisa berkolaborasi maka akan membentuk irama yang memukau dan merdu. Eits, tunggu dulu…! Dalam tulisan ini kita tidak sedang berbicara tentang alunan lagu atau musik. Kita akan mengupas tentang generasi Islam masa kini yang mulai terkikis identitas keIslamannya sehingga dalam kesehariannya pun sudah makin jauh dari nilai-nilai Islam.
Akibat Terlena
Dunia ini memang lucu. Ada sosok penghuninya yang diagung-agungkan oleh penghuni lainnya. Pasalnya ia mengaku dari kelompok mayor di negeri seribu pulau ini, tapi seolah-olah ia berada dalam kelompok minor karena plagiat dan pembelaan-pembelaannya. Lucunya lagi, sang mayor justru tidak merasa dan terkadang malah bangga dengan apa yang di lakukannya. Itulah generasi Islam sekarang.
Betapa tidak, mereka sudah terkontaminasi oleh pemikiran barat yang notabene adalah pemikiran kufur. Menjadikan Islam tidak lagi sebagai aturan, tapi hanya di laksanakan dalam ibadah ritual saja (itu pun kalo lagi sempat). Akibatnya generasi Islam pun menjadi terlena. Mereka sudah tidak lagi menjadikan Islam sebagai standar dalam setiap aktivitasnya. Apalagi kalo kita berbicara tentang sekolah, yang di situ merupakan tempat berkumpulnya para pemuda (baca: pelajar) dan tentunya mayoritas mereka adalah generasi muda Islam.
Ibaratnya generasi muda Islam sekarang ini sedang sakit. Banyak sekali dampak-dampak buruk yang ditimbulkan akibatnya. Mulai dari masalah tawuran, narkoba dan minuman keras, pergaulan bebas, aborsi, dsb. Bahkan dalam sebuah kesempatan Talkshow di Univ. Widyagama Malang beberapa tahun yang lalu, personel band Jamrud, Ricky Teddy menyampaikan bahwa “Sekarang ini kita seperti kembali ke zaman jahiliyah, lihat saja cara berpakaian, bertingkahlaku, beraktivitas, dan lain-lain sudah sangat jauh dari nilai-nilai Islam”. Memang benar apa yang dikatakan oleh Ricky Teddy bahwa sekarang ini kita seperti kembali ke zaman jahiliyah.
Ibaratnya saat ini generasi muda Islam bagaikan buih di lautan, jumlah mereka banyak namun telah kehilangan jatidiri dan mudah terombang-ambing. Dalam setiap tingkah polahnya selalu membebek pada ‘dunia lain’ yang justru merusak kehidupan mereka sendiri. Mereka seakan malu dan takut jika menampakkan jatidirinya, padahal itulah sesungguhnya yang terbaik bagi mereka.
Kenapa Mesti Takut
Allah Swt berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah 3).
Dalam ayat di atas Allah memastikan kalo agama Islam adalah agama yang sempurna tanpa cacat dan cela. Aturannya layak dipakai oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Ini berarti tidak ada masalah yang tidak bisa diatasi oleh aturan Islam. Termasuk masalah baru yang muncul karena perkembangan zaman. Semuanya bisa diselesaikan. Pasti!Lalu, kenapa kita mesti ragu-ragu dan takut kalo harus menampakkan identitas keIslaman kita? Kenapa kita mesti mengatakan kalo hukum Islam itu fleksibel?
Ingat teman! Hukum Islam itu bukan seperti termometer yang senantiasa berubah sesuai dengan keadaan maupun kondisinya. Tapi hukum Islam itu ibarat jarum kompas yang senantiasa menunjukkan arah yang sama dimanapun tempatnya, dan kapanpun waktunya.
Oleh karena itu kita sebagai generasi muda muslim harus berani alias pede menampakkan Identitas keIslaman kita. Ada beberapa alasan yang sebenarnya bisa bikin kita pede dengan keIslaman kita. Islam, agama kita, memiliki banyak kelebihan yang bisa dibanggakan. Kelebihan-kelebihan itu antara lain:
Pertama, Islam mengajarkan bahwa Tuhan kita adalah Allah Swt. Maha segalanya. Firman Allah Swt: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (QS. Al Ikhlas 1–4).
Kedua, Islam juga punya Al Quran. Ini benar-benar the amazing book. Pedoman hidup kita dari masalah yang kecil sampai yang besar. Mulai soal bersuci sampai pemerintahan dan negara. Sampai-sampai W.E. Hocking berkomentar, “Oleh karena itu, saya merasa benar dalam penegasan saya, bahwa Al Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sendiri. Sesungguhnya dapat dikata¬kan, bahwa hingga pertengahan abad ke-13, Islamlah pembawa segala apa yang tumbuh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat.” (The Spirit of World Politics, 1932, hlm. 46 )
Ketiga, kita punya Nabi yang merupakan suri teladan terbaik dan dikagumi orang sejagat. Rasulullah Saw diakui oleh kawan dan lawannya. Penulis buku Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia, Michael Hart, menyebutkan, “Dia (Muhammad Saw) adalah orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia melebihi siapapun di dunia ini.”
Jadi, sikap berani serta rasa pede itu memang harus senantiasa ditanamkan dalam diri kita. Apalagi yang kita lakukan adalah perbuatan yang benar dan memang diperintahkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Jadi kenapa harus minder? Firman Allah Swt: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushilat 30).
Agar Mayor Tak Lagi Minor
Apakah selamanya mayor akan selalu jadi minor? saatnya kita berkaca pada diri kita. Jalan hidup seperti apa yang akan kita pilih. Haruskah kita mengorbankan jati diri kita sebagai Muslim demi status gaul ‘n ngetren namun tidak Syar’i? Pantaskah kita mengutamakan kepentingan yang lain demi penghargaan oleh manusia dari pada ridho Allah Swt? Ragukah kita terhadap kesempurnaan aturan Allah Swt? Malukah kita kalo harus istiqomah dengan aturan Islam di lingkungan sekitar kita?
Adakah kompromi atau jalan tengah yang ditunjukkan Rasulullah Saw dalam hidupnya? Seperti saat kafir Quraisy menawarkan pangkat, harta, wanita, dan kehormatan agar beliau mau meninggalkan Islam? Jawabnya: nggak ada. Nggak ada banget. Yang ada justru ketegasan sikap Rasulullah: “Demi Allah, andaikata mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini (Islam), niscaya aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan perkara itu atau aku hancur karenanya!”
So, mari kita tunjukkan identitas dan jati diri kita sebagai seorang Muslim. Jadikan Islam sebagai aturan dalam setiap aktivitas kita. Kita pelajari, pahami, amalkan, yakini, dan dakwahkan Islam. Wallahu a’lam bi ash shawab! [VM]
Posting Komentar untuk "Agar Mayor Tak Lagi Minor"