Islam dan Toleransi Antar Umat Beragama
Oleh: Amy Mufidah
(Anggota LKUM Muslimah Hizbut Tahrir DPD II Jember)
Firman Allah SWT, yang artinya; “Bagimu agamamu bagiku agamaku”(TQS. Al kafirun:6). “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama”(TQS. Al baqarah:256). “Maka barangsiapa yang ingin mukmin dan barangsiapa yang ingin kafir”(TQS. Al kahfi:29). “Dan Kami tidak mengutus engkau (wahai Muhammad) kecuali untuk rahmat bagi alam semesta”(TQS. Al anbiyaa’:107).
Ayat-ayat di atas sering digunakan dalih untuk mengatakan bahwa Islam adalah agama yang sangat toleran terhadap ajaran atau agama-agama lain baik dalam persoalan keyakinan maupun hubungan bermasyarakat. Tanpa melakukan perincian yang jelas apa maksud ayat-ayat tersebut di atas. Mereka tidak segan-segan melegitimasi bahwa semua ajaran atau agama, pada hakekatnya sama dan bersumber pada satu Tuhan. Tidak ada perbedaan antara Islam dengan agama-agama yang lain. Pemikiran ini senada dengan para pengikut filsafat perennial- perenni mempunyai makna keabadian- yang di kenalkan pertama kali oleh Antonius Stoicus abad 16 dalam bukunya De Perenni Philosophy. Inti dari pemikiran mereka adalah bahwa semua agama dengan pendekatan ma’rifat(gnosis) adalah sama. Dalam arti bahwa agama-agama yang ada di dunia ini semuanya menyembah kepada Tuhan yang sama. Mereka mengatakan bahwa kebenaran bukanlah klaim hanya sebuah agama saja, akan tetapi semua agama mempunyai klaim yang sama terhadap kebenaran itu sendiri. Yang berbeda adalah penampakan penyembahan, penamaan Tuhan dan tata aturan masing-masing agama. Aspek penyembahan (syari’ah dalam istilah Islam) hendak dihilangkan oleh para penganut setia filsafat perennial ini. Padahal apabila ditelusuri secara mendalam maka akan didapati bahwa antara bentuk-bentuk penyembahan-istilah dalam filsafat perennial adalah kehadiran , atau bentuk empiric penyembahan , atau dalam istilah Islam disebut syari’ah- sudah melekat dengan ma’rifat (syari’ah sudah melekat dengan keimanan. Pemisahan antara ma’rifat dan syari’ah jelas-jelas bertentangan dengan Al qur’an dan hadist. Di dalam ayat-ayat Al qur’an sangat jelas di cantumkan bagaimana penolakan Al qur’an terhadap sesembahan selain dari Allah SWT. Sekaligus celaan dan hinaan terhadap aturan yang tidak sesuai dengan Al qur’an dan hadist. Sekaligus bagaimana Allah menjelaskan kepada manusia perilaku orang-orang yang tidak menyembah Allah, dan mencapnya sebagai kafir.
Firman Allah, yang artinya;
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”.(TQS. Al baqarah :165).
“Bagi tiap-tiap umat Telah kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, Maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) Ini dan Serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. Dan jika mereka membantah kamu, Maka Katakanlah. Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan. Allah akan mengadili di antara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya. Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?. bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah Kitab (Lauh mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. Dan mereka menyembah selain Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. dan bagi orang-orang yang zalim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun”.(TQS.Al hajj:67-71).
“Nuh berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya mereka Telah mendurhakaiku dan Telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, Dan melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr. Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan”.(TQS. Nuh :21-24).
Ayat-ayat di atas secara umum menyebutkan, bahwa dalam persoalan aqidah atau keyakinan, maka kita dilarang sama sekali untuk toleran dengan agama yang mempertuhankan Tuhan selain Allah. Bahkan setiap Nabi yang diutus oleh Allah pertama kali yang mereka sampaikan adalah persoalan aqidah, yakni menyampaikan kebenaran Islam , dan mencela dengan keras tuhan-tuhan dan berhala-berhala yang menjadi sesembahan mereka.
Wahai kaum mukmin!!!, sudah jelas bagaimana makar orang-orang kafir untuk menghancurkan kalian. Akan tetapi ada sebagian yang mengaku mukmin masih bertaut bergandeng tangan dengan membiarkan aqidah sesat mereka masih bercokol di benak mereka dan meracuni kaum muslimin. Bahkan banyak diantara kaum muslimin lebih senang bekerjasama dan diperbudak oleh orang-orang kafir. Padahal Allah telah berfirman dalam Al qur’an , yang artinya:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(QS. Al baqarah :120)
Mereka berdalih bahwa Islam adalah agama yang cinta damai, lembut dan tidak keras, justru dibelokkan untuk mengadakan kompromi dengan aqidah-aqidah sesat orang kafir. Mereka mengatakan bahwa tidak ada paksaan masuk Islam yang mereka artikan bahwa Islam memperbolehkan adanya toleransi dalam beraqidah. Dan setiap kaum muslimin diberi kebebasan untuk memilih. Padahal sudah jelas bahwa ayat-ayat berikut “Bagimu agamamu bagiku agamaku”.(TQS. Al ma’un). “Maka barangsiapa yang ingin mukmin berimanlah dan barangsiapa yang ingin kafir, kafirlah”.(TQS. Al kahfi:29). “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama”.(TQS. Al baqarah 256). Adalah ayat yang ditujukan kepada orang-orang kafir , bukan bagi orang muslim. Artinya memang tidak ada paksaan bagi orang-orang kafir untuk memeluk agama Islam. Mereka diberi kebebasan untuk memilih antara kafir dan muslim. Karena sudah jelas petunjuk yang nyata tentang kebenaran Islam bagi mereka dan mereka akan menanggung akibat atas keyakinan mereka dan penolakan mereka terhadap Islam. Sedangkan bagi kaum muslimin maka kewajiban baginya adalah terikat dengan hukum syara’ dan memegang aqidahnya dengan kuat.
Dengan demikian bahwa Islam tidak mengenal adanya kebebasan beraqidah sebagaimana dalam doktrinya kapitalisme, yang terkenal dengan sebutan 4 kebebasan Rosevelt. Dengan demikian bagi orang-orang yang mengatakan adanya kebebasan aqidah dalam Islam dengan mengacu kepada dalil-dalil di atas sangat bertentangan dengan Al qur’an yang jelas dan dakwah Rasul yang sangat keras terhadap orang-orang kafir.
Persoalan yang tak kalah pelik dan perlu mendapatkan sorotan dari Islam, adalah bahwa saat ini berkembang pemikiran yang berupaya untuk mencari bentuk sistem sosial yang diadopsi dengan melibatkan pemeluk agama lain. Fakta yang berkembang adalah membentuk yayasan-yayasan pesantren yang struktur organisasi nya melibatkan non-Islam. Mereka tidak bisa lagi mengenali dan mengidentifikasi mana persoalan-persoalan kaum muslimin yang diperbolehkan kompromi dengan orang-orang kafir dan mana persoalan kaum muslimin yang dilarang kompromi dengan orang-orang kafir.
Sudah sedemikian lama kaum muslimin kehilangan izzahnya akibat mereka kompromi dengan aqidah orang-orang kafir. [VM]
Posting Komentar untuk "Islam dan Toleransi Antar Umat Beragama"