Pengaturan Ketenagakerjaan Dalam Islam (Menyikapi Maraknya Tenaga Kerja Ilegal Cina Ke Indonesia)


Oleh : Endah Sulistiowati,  SP.  
(Direktur Muslimah Voice) 

ا هم يقسمون رحمت ربك نحن قسمنا بينهم معيشتهم في الحياة الدنيا ورفعنا بعضهم فوق بعض درجت ليتخذ بعضهم بعضا سخريا

Artinya : Apakah mereka membagi-bagi Rahmat Tuhanmu?  Kamilah yang menentukan d antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia serta meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka memperkerjakan sebagian yang lain. (Qs. Az-zukhruf (43): 32)

Dunia ketenagakerjaan Indonesia saat ini ramai mempermasalahkan tudingan "serbuan" jutaan tenaga kerja ilegal asal China yang diduga mendompleng banyaknya pembangunan dengan investasi asal negara tersebut di Tanah Air. Isu yang ramai beredar di masyarakat menyebutkan adanya tenaga kerja ilegal asal China yang jumlahnya mencapai 10 juta orang namun pemerintah telah menyangkal adanya jutaan pekerja ilegal yang tidak terdeteksi.

Presiden Joko Widodo turut menanggapi isu tersebut dan secara tegas menyatakan angka 10 juta bukanlah jumlah pekerja ilegal asal China, melainkan target wisawatan asal negara tersebut ke Indonesia."Yang 10 juta itu turis. Ini urusan turis. Bukan urusan tenaga kerja," kata Presiden ketika menghadiri Deklarasi Pemagangan Nasional di Karawang, Jumat.

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri juga menyangkal keberadaan begitu banyak tenaga kerja ilegal asal China tersebut.Hanif tidak menampik adanya TKA asal China yang bekerja di Indonesia namun angkanya tidak sebesar yang diisukan yakni 10 juta.Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri tidak menampik kenyataan tersebut. Ia menjelaskan, sampai akhir Juni 2015 saja ada 12 ribu buruh Cina di Indonesia, itu yg tercatat. Bahkan beberapa proyek infrastruktur yang dikerjakan Cina juga membawa buruh dari Cina juga. Sebut saja proyek pembangunan PLTU Celukang Bawang di Buleleng-Bali. Proyek ini dibangun konsorsium Cina Huadian Power Plant Operstion Co. Ltd., China Huadian Engineering Co. Ltd, PT CR 17, dan mitra lokal PT General Energy Bali. Di Banten sekitar 400 pekerja Cina di pabrik seen dan milik PT. Cemido Gemilang.Terhadap pekerja ilegal tersebut, Menaker menegaskan pemerintah akan terus melakukan penertiban.Hanif menyebut Kementerian Ketenagakerjaan mencatat pekerja asing di Indonesia pada akhir 2016 adalah sebanyak 74.185 orang.

Jumlah pekerja asing di Indonesia dalam lima tahun terakhir disebutnya tidak terlalu berfluktuasi, rata-rata 70 ribu orang.Pada tahun 2011 total TKA dari semua negara adalah 77.307 orang, tahun 2012 sebesar 72.427 orang, tahun 2013 sebanyak 68.957 orang, tahun 2014 sebesar 68.762 orang dan tahun 2015 sebanyak 69.025 orang. TKA asal China memang menempati peringkat/rangking satu dalam hal jumlah yakni 21.271 orang pada 2016 yang tersebar di berbagai sektor antara lain sektor konstruksi, perdagangan dan jasa, industri dan pertanian.Menaker menegaskan aturan ketenagakerjaan di Indonesia melarang perusahaan untuk mempekerjakan buruh kasar dari tenaga kerja asing. Namun demikian masuknya tenaga kerja asing khususnya Cina memang sangat meresahkan masyarakat. Betapa tidak,  di Kediri saja yang nobene sebuah kota kecil ditemukan 5 wna asal Cina. 

Pekerja Asing Serbu Indonesia, Keseriusan Negara menyediakan Lapangan Pekerjaan bagi Rakyatnya??

Komisi III DPR telah membentuk Panitia Kerja Pengawasan Orang Asing untuk mengawasi orang asing. Namun, hal itu belum efektif fungsi pengawasannya karena anggota DPR banyak kegiatan lain. 

SekaIpun pemerintah sibuk berkilah jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia tak sebanyak TKI yang bertebaran di luar negeri, namun 27.254 warga negara China yang punya kartu izin tinggal terbatas (kitas) kerja sudah terlalu banyak. 

Setara dengan rataan penduduk satu desa di kabupaten Bantul, DIY. Layak saja bila rakyat berang,   karena semakin berat persaingan memperebutkan lahan kerja yang makin terbatas.  Apalagi TKA China tersebut menyerbu pekerjaan yang biasa dilakukan buruh kasar -sebagai pangsa terbesar tenaga kerja Indonesia-.      

Pemerintah sendiri tidak konsisten dalam program pengentasan kemiskinan. Padahal dalam refleksi kondisi ekonomi Indonesia 2016, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan ketimpangan ekonomi yang terjadi di Tanah Air terus meningkat. Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah, harus bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi untuk memberantas kemiskinan dan kesenjangan serta memperluas penciptaan kesempatan kerja. Tapi, bagaimana mampu menyediakan lapangan kerja untuk rakyat bila lapangan kerja yang sudah terbatas -akibat ekonomi neolib yang menjadikan korporasi sangat mudah melakukan PHK, memangkas tenaga kerja manusia dengan alasan efisiensi, lebih tertarik pada ekonomi non riil dan tenaga kerja perempuan- harus dibagi lagi dengan orang asing?  Warga negara lain yang seharusnya tidak memiliki hak untuk dirawat dan disediakan 'nafkah'nya oleh pemerintah Indonesia.

Apalagi jika hal itu dikaitkan dengan kedaulatan sebagai bangsa.  Anggota Komisi III DPR RI dari FPDIP, Masinton Pasaribu mengatakan fungsi pengawasan pemerintah sangat lemah sehingga bebas visa ini sudah disalahgunakan.  Jika dari awal Indonesia tegas terhadap pendatang 'haram', -sebagaimana perlakuan Malaysia terhadap TKI- masalah ini tidak akan menjadi isu nasional, sehingga presiden harus memerintahkan polisi untuk menangkap penyebar isu tentang jumlah fantastis TKA. Jika demikian, -sebagai rakyat- kita patut mempertanyakan janji presiden untuk mewujudkan cita pertama dari nawacita yakni : Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara..  

Lebih dari itu Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 91 memerintahkansetiap muslim menepati janjinya :  "Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat". 

Islam Mengatur Ketenagakerjaan 

Masalah ketenagakerjaan yang ada sebenarnya bisa dikategorikan menjadi dua jenis:

Pertama, masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan dan kehidupan yang layak, antara lain terkait pemenuhan kebutuhan pokok, jaminan kesehatan, akses pendidikan, jaminan hari tua, masalah pekerja anak-anak dan wanita, dsb. Kedua, adalah masalah yang langsung berhubungan dengan kontrak kerja pengusaha-pekerja, diantaranya masalah PHK, penyelesaian sengketa perburuhan, dan sebagainya

Islam memberikan solusi untuk semua problem ketenagakerjaan  itu. Problem jenis pertama, lebih dipengaruhi oleh kebijakan sistem dan politik ekonomi. Dan itu tentu saja adalah ranahnya negara. Karena itu masalah jenis pertama, Islam membebankan penyelesaiannya langsung kepada negara.

Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok individu (pangan, papan, sandang) secara layak; dan pemenuhan kebutuhan pokok umat (pendidikan, kesehatan, keamanan). Pemenuhan kebutuhan pokok individu (pangan, papan, sandang) Islam menetapkan agar dijamin oleh negara melalui mekanisme tak langsung dengan sejumlah langkah.

Pertama, mewajibkan setiap laki-laki bekerja untuk memenuhi kebutuhan dia dan keluarganya. Untuk itu Islam mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan kerja. Dalam hal ini negara bisa secara langsung membuat proyek-proyek pembangunan yang bisa menyerap tenaga kerja. Dengan penerapan hukum syariah terkait pengelolaan kekayaan -diantaranya hukum tentang harta milik umum- maka negara akan memiliki dana yang lebih dari cukup untuk melakukan hal ini. Disamping itu, lapangan kerja itu bisa terbuka luas jika kesempatan berusaha juga terbuka dan kondusif. Disinilah negara harus menjamin berlakunya hukum-hukum syariah terkait dengan ekonomi yang akan memberikan iklim usaha yang kondusif. Contohnya, Islam mengharuskan birokrasi yang menggunakan prinsip sederhana, mudah dan tidak berbelit; segala pungutan ilegal harus dibabat habis; ekonomi biaya tinggi dihilangkan misalnya dengan menghapus pungutan pajak dan cukai kepada warga negara (kecuali pajak dalam kondisi khusus yang dibenarkan oleh syariah). Disamping itu, negara harus menjamin berjalannya mekanisme pasar syariah yang sehat terkait dengan barang dan jasa, tanah, perdagangan dan tenaga kerja.

Kedua , jika masih ada orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya maka Islam mewajibkan kepada kerabatnya, mulai yang terdekat, untuk menanggung nafkahnya. Ketiga , jika tidak ada kerabat yang bisa menanggung nafkah atau ada tetapi tidak mampu, maka nafkah orang tersebut akan menjadi kewajiban baitul mal negara.

Sementara untuk kebutuhan pokok umat (kesehatan, pendidikan, keamanan) maka Islam menetapkan pemenuhannya menjadi kewajiban negara secara langsung. Negara wajib menyediakan layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan yang berkualitas dan layak secara gratis untuk seluruh rakyatnya.

Dengan semua itu, jaminan kesehatan, tunjangan pendidikan termasuk jaminan hari tua terkait pemenuhan kebutuhan pokok yaitu jaminan kesejahteraan bagi rakyat termasuk buruh, tidak lagi menjadi beban pengusaha (majikan). Dengan begitu pengusaha juga bisa lebih mengembangkan usahanya, disamping dengan berkurangnya beban itu maka pengusaha itu juga akan memiliki kemampuan untuk membayar upah yang lebih baik bagi pekerja. Semua itu akan menyelesaikan problem kesejahteraan yang menjadi persoalan utama ketenagakerjaan selama ini.

Sedangkan problem ketenagakerjaan jenis kedua yang berkaitan dengan hubungan pekerja – majikan (pengusaha), maka Islam menyelesaikannya dengan memberikan ketentuan hukum ijarah al-ajîr (kontrak kerja). Beberapa ketentuan pentingnya, dalam akad kontrak kerja itu harus jelas jenis dan bentuk pekerjaan, batasan kerja dan curahan tenaga yang bisa ditentukan menggunakan batasan jam kerja sehari, dsb. Disamping juga harus jelas jangka waktu ijarah.

Dalam kontrak kerja ini juga harus dijelaskan besaran upahnya. Dalam Islam negara tidak boleh mematok tingkat upah minimum sebab hal itu adalah haram. Besaran upah itu ditentukan berpatokan pada nilai manfaat yang diberikan oleh pekerja, bukan berpatokan pada kebutuhan hidup minimum seperti dalam kapitalisme. Jika terjadi perselisihan tentang besaran upah antara pekerja dan majikan maka pakar (khubara’) lah yang menentukan besaran upah yang sepadan ( ajrul mitsli). Pakar ini dipilih oleh kedua pihak. Jika keduanya tidak sepakat dalam hal menentukan pakar ini, maka negara (qadhi) lah yang memilihkan pakar tersebut untuk mereka. Selanjutnya negara (qadhi) yang akan memaksa kedua pihak untuk mengikuti keputusan pakar itu.

Islam menetapkan bahwa akad ijarah termasuk akad yang mengikat ( lâzim) yaitu hanya bisa dibatalkan atas dasar persetujuan dan kerelaan kedua pihak. Akad ijarah bukanlah akad yang secara syar’i bisa dibatalkan secara sepihak baik oleh majikan (pengusaha) ataupun pekerja (buruh). Karena itu, dalam majikan tidak boleh memutuskan akad ijarah secara sepihak atau melakukan PHK. Jika itu terjadi maka pekerja menuntut haknya melalui pengadilan. Begitu pula, pekerja tidak boleh mangkir dari menunaikan pekerjaannya. Jika itu terjadi maka qadhi akan memaksa pekerja itu untuk memenuhi kewajibannya.

Dengan semua ketentuan itu, maka seluruh problem ketenagakerjaan bisa diselesaikan. Pengusaha tidak terbebani menanggung pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan pekerja. Sebaliknya pekerja juga bisa terjamin pemenuhan kebutuhan pokoknya (pangan, papan dan sandang) dan terjamin kebutuhannya atas pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Disisi lain, Islam juga memberikan aturan dan sistem yang menjamin negara bisa melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya terhadap rakyat.

Semua itu hanya bisa terwujud jika syariah diterapkan secara total dalam bingkai sistem Khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kewajiban kita sekaligus bukti keimanan kita, memperjuangkannya dengan penuh kesungguhan.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfal [8]: 24)

Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [VM]

Posting Komentar untuk "Pengaturan Ketenagakerjaan Dalam Islam (Menyikapi Maraknya Tenaga Kerja Ilegal Cina Ke Indonesia) "