Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tampak Jelas, JKN Hanya Komersialisasi Layanan Kesehatan!


Oleh : Ummu Naflah
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Wilayah Cikupa)

Sejumlah masalah masih banyak ditemui selama tiga tahun penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional di negeri ini. Kurang lengkapnya ketersediaan obat-obatan dan masih banyak pasien yang harus membayar obat-obatan sendiri menjadi problematika yang harus segera diselesaikan. Berdasarkan studi yang dilakukan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia, diperoleh data 42 persen responden masih mengeluarkan biaya pribadi untuk pelayanan kesehatan. Sekitar 4 persen responden di pelayanan primer mengeluarkan biaya pribadi rata-rata Rp 59.000. Sementara itu, pasien di rumah sakit yang mengeluarkan biaya pribadi untuk obat mencapai 20 persen, rata-rata Rp 128.000 untuk rawat jalan dan Rp 856.000 untuk rawat inap. Sekitar 33 persen responden yang mengeluarkan biaya pribadi di rumah sakit karena ketersediaan obat kosong, sementara 33 persen lain karena obat yang diresepkan tidak ditanggung oleh BPJS kesehatan (Tribunnews.com, 22/12).

Antrean yang sangat panjang, dana BPJS yang sudah habis dan tidak ada tempat menjadi keluhan yang lazim di lapangan. Dikutip dari Tempo.co, 22/12, menanggapi hal ini Prof. Hasbullah Thabrany, Guru Besar Bidang Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), dalam acara Kaleidoskop CHEPS UI, di The Park Lane Hotel, Jakarta, berkata,"JKN dituntut kasih pelayanan lengkap, tetapi dana seadanya”. Dia juga menerangkan dengan minimnya dana, penyedia fasilitas kesehatan terpaksa menekan biaya. Caranya, dengan membeli obat termurah tanpa mempertimbangkan efektivitasnya dan meminta pasien klaim dana lagi sehingga dapat mengurangi beban rumah sakit. Obat murah tersebut juga ternyata menjadi beban terbesar yang pasien harus bayar. Keterbatasan dana mengancam jaminan kesehatan terutama untuk pasien tidak mampu.

Carut marutnya penyelenggaraan JKN khususnya program BPJS Kesehatan dalam aspek pendanaan ditanggapi dengan penolakan program BPJS Kesehatan di beberapa daerah di Indonesia. Diberitakan Viva.co.id, 5/1, Bupati Gowa, Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan, telah mengumumkan daerah yang dipimpinnya menolak keikutsertaan dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Terhitung sejak 1 Januari 2017, layanan kesehatan di Kabupaten Gowa tak lagi terintegrasi dengan BPJS Kesehatan. Menurutnya, program BPJS Kesehatan memberatkan anggaran pemerintah daerah, apalagi banyak warga Gowa yang tak terjangkau seluruh fasilitas kesehatan melalui BPJS. Kabupaten Gowa memutuskan untuk menggunakan program kesehatan gratis yang dikelola Pemkab Gowa. Bupati Gowa juga telah melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Penolakan ini juga diikuti oleh beberap bupati yang lain.

Fakta-fakta tersebut semakin memperkuat  bukti bahwa JKN hanya komersialisasi layanan kesehatan. Pemerintah menampakkan kelemahannya untuk memberikan jaminan kesehatan secara gratis dan berkualitas. Masyarakat seolah-olah dipaksa untuk menanggung semua biaya kesehatan yang sejatinya menjadi kewajiban negara untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan gratis bagi rakyat. Pemerintah menzalimi rakyat dengan berlepas tangan terhadap pelayan kesehatan yang menjadi haknya. Di sistem kapitalisme yang berorientasi pada materi, tata kelola penyelenggaraan JKN ditujukan untuk memenangkan kepentingan korporasi dengan mengatasnamakan BPJS dan mengorbankan hak rakyat. Dengan menggunakan sistem asuransi kesehatan yang terorganisir menambah beban masyarakat karena mahalnya iuran kesehatan. Pemerintah juga terkesan memalak dengan mewajiban seluruh rakyat untuk ikut serta dalam program asuransi kesehatan ini.

Program JKN yang lahir dari ideologi sekulerisme terbukti penuh cacat dan tak layak untuk rakyat. Ide yang jelas bathil, rusak dan merusak yang tak pantas untuk dipertahankan karena manfaatnya bersifat semu dan menipu. Konsep jahiliyah yang usang dan harus segera dibuang. Jerman menjadi contoh walau sudah diterapkan puluhan abad dengan segala kecanggihan teknologi, ternyata tidak mampu memberikan hak pelayanan kesehatan yang baik dan layak untuk rakyatnya.

Buruknya pelayanan kesehatan tentu tidak dijumpai dalam Islam. Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan pokok bagi rakyat baik Muslim maupun non-Muslim. Pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara terhadap rakyat. Karena itu, Islam membangun dinding tebal antara kesehatan dan komersialisasi serta eksploitasi kesehatan. Khalifah sebagai kepala negara dan pemerintahan berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan jaminan kesehatan yang gratis dan berkualitas untuk seluruh warga negara. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.”(HR al-Bukhari).

Pandangan Islam terhadap kesehatan dan pelayanan kesehatan yang gratis berkualitas menjadi bagian kesatuan dari sistem kehidupan Islam yang diterapkan secara sempurna dan menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Sistem yang telah didesain secara unik oleh Allah SWT untuk diterapkan pada institusi yang telah didesain Allah SWT secara unik juga yaitu Khilafah.

Saat syariah Islam turun secara sempurna dan diterapkan secara sempurna juga, Rasulullah Saw telah membangun dasar yang kokoh bagi terwujudnya upaya pencegahan dan penyembuhan dalam bidang kesehatan. Upaya pencegahan seperti mewujudkan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan, lingkungan yang sehat, berperilaku seks yang sehat serta epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik tak lain adalah buah manis yang dipetik dan dinikmati saat syariah Islam diterapkan secara kaffah. Keberhasilan Rasulullah Saw ini tercermin dalam sebuah peristiwa yang terukir indah dalam catatan sejarah, yaitu saat dokter yang dikirim Kaisar Romawi selama setahun berpraktik di Madinah kesulitan menemukan orang yang sakit.

Upaya penyembuhan diletakkan di atas prinsip-prinsip dan kode etik kedokteran yang tinggi. Karena rasa aman, nyaman, dipeliharanya jiwa dan kehormatan sebagai makhluk ciptaan Allah Swt menjadi faktor penting agar pasien mendapat pelayanan yang baik dan layak. Prinsip-prinsip dan kode etik tersebut diantaranya larangan menggunakan metode pengobatan yang membahayakan akidah, martabat, jiwa dan fisik pasien; izin praktik hanya diberikan kepada dokter yang memiliki kompetensi keilmuan kedokteran dan berakhlak mulia; obat dan bahan obat hanyalah yang halal dan baik saja; larangan menggunakan lambang-lambang yang mengandung unsur kemusyrikan dan kekufuran.

Jaminan kesehatan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw tersebut kemudian diikuti oleh para Khalifah. Salah satu contohnya, jaminan dan pelayanan kesehatan yang diberikan Khalifah al-Mansyur yang mendirikan rumah dakit di Kairo pada tahun 1248 H. Rumah sakit tersebut berkapasitas 8000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan kapel untuk pasien Kristen. Rumah sakit juga dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Di mana setiap hari melayani 4000 pasien tanpa membedakan ras, warna kulit dan agama pasien; tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Hal ini berlangsung selama 7 abad. Sekarang rumah sakit ini digunakan untuk opthalmology dan diberi nama Rumah Sakit Qolawun.

Sungguh sangat jauh jaminan dan pelayanan kesehatan yang diberikan Khalifah dengan jaminan dan pelayanan kesehatan yang diberikan penguasa negeri ini. Dan menjadi tampak jelas dan sangat mendesak bahwa masyarakat Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia secara global membutuhkan Khilafah Islamiyyah 'ala min hajinubuwwah. Karena hanya Khilafah satu-satunya  yang memiliki kemampuan mencabut habis  komersialisasi dan berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya yang merajalela hingga hari ini, termasuk pada aspek kesehatan. Yaitu dengan menerapkan konsep yang benar, konsep yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah dan apa yang ditunjuki oleh keduanya. Konsep inilah yang akan menghantarkan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Allahu ‘alam bishshawwab. [VM]

Posting Komentar untuk "Tampak Jelas, JKN Hanya Komersialisasi Layanan Kesehatan! "

close