Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bahaya Sekulerisme Merongrong Integritas Hukum


Usulan advokat senior Luhut Pangaribuan agar hakim memutus perkara atas nama 'demi keadilan berdasarkan Pancasila' untuk menggantikan irah-irah 'demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa' adalah ancaman serius terhadap dunia hukum.  Apalagi Luhut berkilah, "Kelihatannya barangkali kecil, tapi menurut saya ini mendasar dan juga serius di tengah-tengah situasi politik yang sekarang ini mulai tersegmentasi dengan kelompok-kelompok tertentu." (26/5/2017). Menurutnya para advokat memiliki tanggung jawab moral dan formal sebagai penegak hukum untuk ikut membangun peradilan yang lebih baik. Gagasan perubahan irah-irah dilatarbelakangi oleh apa yang dirasakan sebagian praktisi hukum bahwa irah-irah dalam kepala putusan turut mempengaruhi jati diri bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara. https://m.detik.com/news/berita/d-3512289/luhut-usulkan-hakim-memutus-demi-keadilan-berdasarkan-pancasila

Komentar :

Jelas, ini adalah logika keliru yang terlalu dipaksakan. Tampak sekali motifnya lebih mengarah pada politis dibandingkan pertimbangan hukum. Apalagi jika kita merujuk kepada aturan saat ini yang menyatakan bahwa putusan 'demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa' tertuang dalam Pasal 197 ayat 1a KUHAP. Pasal itu berbunyi:

Surat putusan pemidanaan memuat kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

"Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum," bunyi Pasal 197 ayat 2 KUHAP.

Sebelum KUHAP berlaku pada 1982, aturannya berbeda lagi. Sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), pada 1964, putusan Nomor 25 K/Kr/1964 atas nama terdakwa Go Siang Jong berkepala "Atas Nama Keadilan'. 

Bukankah dengan mengganti "...berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan "...berdasar Pancasila" seolah mempertentangkan antara prinsip Ketuhanan YME dengan Pancasila? Padahal prinsip itu integral dalam Pancasila (sila ke 1). Bisa dikatakan usul ini mencederai Pancasila jika tidak bisa dikatakan anti Pancasila. Secara implisit pun pengusul ide ini bisa ditengarai hendak meminggirkan peran Tuhan dari dunia hukum. Pun, ini akan menegasikan sebuah keyakinan dari diri setiap penegak keadilan dalam memutus sebuah perkara hukum. Lebih jauh lagi, menempatkan kewenangan Pancasila di atas kewenangan Tuhan YME adalah bentuk penafian keberadaan Tuhan, dan ini justru menabrak nilai-nilai Pancasila. Sangat dipertanyakan integritas moral Luhut Pangaribuan sebagai advokat sekaligus WNI yang wajib ber-Ketuhanan YME. Patut pula diwaspadai pemikiran yang kental dengan aroma sekulerisme, sebuah faham yang jelas sekali membahayakan kehidupan negara ini. [VM]

Penulis : Aminudin Syuhadak – Forum Kajian Untuk transparansi Anggaran (FKTA)

Posting Komentar untuk "Bahaya Sekulerisme Merongrong Integritas Hukum"

close