Menggugat Bobrokrasi!
Kita memperhatikan bahwa dunia hari ini menderita di bawah cengkraman bandit-bandit kapitalis yang mengendalikan aksinya dari pusat-pusat imperialisme modern. Mereka bekerja dengan hasil krisis keuangan yang terjadi berturut-turut. Kebijakan intimidasi dan teror yang menjadikan Amerika hidup seperti parasit yang menghisap darah para korban. Praktik neoliberalisme secara global hanya menguntungkan segelintir para pemodal, namun menyengsarakan rakyat banyak. Bagi kita, jelas tidak menguntungkan sama sekali. Bahkan terbukti menambah jumlah orang miskin.” tegas Umar Syarifudin, seorang pengamat politik.
Amerika Serikat sebagai negara adidaya seolah tidak boleh disalahkan. Dengan semena-mena mereka menggempur Irak dan Afganistan atas nama kebebasan dan demokratisasi. Mereka juga mendiskreditkan umat Islam dengan mencurigainya sebagai bagian dari teroris yang akan menghancurkan Amerika. Sudah ratusan ribu warga Irak, Afganistan, Bosnia, Sudan, Somalia, mati di tangan tentara Amerika tanpa salah apa-apa.
Di dalam negerinya sendiri Amerika tak mampu menghilangkan diskriminasi warna kulit. Warga kulit hitam, misalnya, mendapat perlakuan yang sering tidak manusiawi dibandingkan dengan warga kulit putih. Bahkan dalam pemilihan presiden AS terbaru, masih ada upaya diskriminasi itu dengan menyerang warna kulit Obama. Umat Islam di Amerika juga tidak bisa hidup bebas sebagaimana jargon kebebasan yang dipropagandakan. Akhir Maret lalu umat Islam di beberapa bagian Amerika marah karena FBI selalu memata-matai aktivitas mereka.
Kondisi yang sama terjadi di Eropa. Diskriminasi terhadap minoritas tampak nyata, khususnya kaum Muslim. Di Prancis dan Jerman, wanita Muslimah dilarang mengenakan kerudungnya di institusi-institusi pendidikan. Di Inggris, Muslim yang akan memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah akan dicap sebagai teroris. Di Belanda, hujatan demi hujatan terhadap Islam terus dilakukan secara sistematis. Beberapa masjid dirusak dan dilempari kotoran. Padahal negara-negara tersebut mengaku sebagai negara yang menjamin kebebasan seperti diajarkan oleh demokrasi. Jadi, manakala yang menjadi minoritas itu Muslim, HAM tidak berlaku. Sebaliknya, jika yang minoritas non-Muslim, hal yang kecil diperbesar.
dunia telah jatuh ke dalam genggaman Kapitalisme dan Sosialisme. Hasilnya, sebelum krisis keuangan global, ada 4 miliar jiwa, atau separuh penduduk dunia hidup, di bawah garis kemiskinan; 90% kekayaan dunia hanya dikuasai 20% penduduk dunia, sementara 10% sisanya harus dibagi 80% penduduk dunia yang lainnya. Ketika krisis keuangan menerpa dunia sejak 2007 hingga sekarang, para pemimpin G-7 tidak mampu memikul beban krisis tersebut. Mereka pun melibatkan para pemimpin G-20. Dalam pertemuan mereka di London baru-baru ini, disepakati paket stimulus (pendorong) ekonomi sebesar 5 triliun dolar AS. Lebih dari 700 miliar dolar AS di antaranya digunakan untuk membantu IMF. Apa yang mereka sebut stimulus ekonomi, bailout maupun yang lain, nyatanya bukan untuk menyelamatkan kelompok 80% penduduk dunia yang lebih membutuhkan, tetapi justru untuk membantu kelompok 20%, dan tidak lain untuk mempertahankan penjajahan mereka terhadap dunia.
Demokrasi juga menjadi alat untuk memperkuat intervensi asing lewat tokoh dan parpol yang didukung Barat, menimbulkan suasana konflik masyarakat, internal parpol, antar parpol. Pemerintah dan elit politik yang terpilih juga tidak pernah fokus mengurus rakyat karena sibuk mengurus ‘perpanjangan kekuasaan.
Biaya politik yang besar juga telah menyedot uang rakyat, yang seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan mereka. Biaya demokrasi yang mahal itu menjadi pintu bagi politik transaksional yang menumbuh suburkan money politic, praktik kolusi, korupsi. Masihkah kita berharap pada sistem yang rusak seperti ini, yang terbukti telah menghempaskan dunia, termasuk Indonesia, ke dalam jurang kehancuran? Orang yang berakal sehat, tentu akan menjawab tidak. Itulah mengapa, dunia sedang membutuhkan sistem alternatif.
Dunia Islam memiliki sekitar 20% dari populasi penduduk dunia, 60% dari cadangan minyak, 55% dari cadangan gas, 37% dari simpanan emas, dan sekitar 25% dari total tentara di dunia. Namun demikian, kaum Muslim hidup dalam perpecahan dan terjajah, sehingga kaum Muslim hampir tidak memiliki pengaruh politik apapun, dan tidak dipimpin dengan kepemimpinan yang mampu mengelola sumber daya alam yang berlimpah ini dengan baik, serta digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat Islam. Kini sudah bergerak menuju perubahan.
Saat masyarakat menemukan alternatif itu, barat dan rezim-rezim berkuasa berupaya memalingkan masyarakat dari berpikir tentang tatacara dan metode perubahan yang benar. Maka Anda melihat media massa memfokuskan terhadap ide-ide demokrasi dan slogan-slogan nasionalisme. Sebaliknya media-media massa itu tidak menyebut ide atau slogan Islami ke arah kebangkitan yang benar, atau berita-berita yang menuntut Islam. Barat menggunakan cara pergantian wajah penguasa untuk mengelabui kaum Muslim dan untuk menjaga rezim-rezim yang tunduk kepadanya. Waspadalah! [VM]
Penulis : Amunudin Syuhadak (Analis Trans-Aksi)
Posting Komentar untuk "Menggugat Bobrokrasi!"