Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tarif Naik dan Cabut Subsidi, Relakah Kami Mati Bunuh Diri ?


Rakyat seperti saja tersetrum dengan kenaikan tarif pengguna listrik daya 900 W maupun 1300 W. Beban berat yang dipikul rakyat sudah bukan main-main lagi. Kali ini rakyat betul-betul menjerit sekeras-kerasnya. Sampai menembus batas hingga istana negara. Belum lagi dunia modern kini menggunakan listrik dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Tak terkecuali bisnis rumahan yang hasilnya uang recehan.

Kondisi ekonomi meski penguasa mengklaim dengan peningkatan tinggi, pada faktanya tidak berdampak pada masyarakat bawah. Pasalnya, klaim itu sepihak dan kekayaan berputar di kalangan konglomerat dan pengusaha kakap. Penghasilan rakyat tak cukup lagi demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka tidak mengherankan, hingga ada yang bunuh diri? Lantas apakah dengan mati itu suatu solusi? Tentu tidak, karena keluarga yang ditinggalpun merasakan kepahitan dengan kebijakan kasar ini.

Beban berat rakyat itu pun tidak melulu dari listrik. Ada juga kebutuhan kesehatan, pendidikan, ditambah dengan menjelang idul fitri. Sungguh mengherankan jika Indonesia tak punya solusi dari persoalan klasik kenaikan TDL. Bukankah Indonesia memiliki sumber energi terbarukan baik geotermal, nuklir, uap, dan lainnya. Kebuntuhan penyediaan energi malah diserahkan kepada swasta asing yang berujung pada bisnis. Bukan lagi pelayanan kepada rakyat. 

Seharusnya TDL tidak membebani rakyat secara ekonomi maupun sosial. Rakyat berharap TDL tidak naik, syukur-syukur turun dan harganya murah. Pemerintah jangan sampai mengadopsi neoliberal dalam pelayanan rakyat, yang ujungnya subsidi dicabut. Justru konsep neoliberal inilah yang selama ini membuat kesengsaraan rakyat di bumi pertiwi.

Persoalan neoliberal ini akan selesai, tatkala pemilik amanat rakyat mau mengadopsi sistem Islam. Dalam Islam listrik dan energi termasuk kebutuhan pokok rakyat dan kepemilikan umum, sebagaimana hadits nabi bahwa muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, api, dan padang gembalaan. Berpijak pada hadits itu, maka negaralah yang harus mengelolah listrik dan energi demi tercukupi kebutuhan dalam negeri. Serta memberi jaminan pelayanan yang baik, murah, dan gratis kepada rakyat. Meringankan beban rakyat merupakan pahala besar di sisi Allah.

Sebagai penutup kami ingin mendendangkan lagu kesedihan:

Naik-naik ke puncak listrik mahal-mahal sekali
Kiri kanan kulihat saja banyak yang mengeluh sedih
Kiri kanan kulihat saja banyak yang akan bunuh diri

Penulis : Puji Yuli (Women Movement Institute)

Posting Komentar untuk "Tarif Naik dan Cabut Subsidi, Relakah Kami Mati Bunuh Diri ?"

close