Miras Bebas, Maksiat dan Kejahatan Makin Mengganas
Bukannya mencegah kemaksiatan, pemerintah malah memberikan jalan bagi suburnya kemaksiatan dan kerusakan di tengah masyarakat. Minuman beralkohol atau biasa disebut minuman keras (miras) tidak akan dilarang secara mutlak, yang ada hanyalah pengaturan dan pengawasan saja. Hal inilah yang diinginkan pemerintah. Pemerintah menjadikan keuangan dan investasi sebagai alasan. Cukai minol (minuman beralkohol) pada APBN 2017 dipatok Rp 6 triliun dan di tahun 2019 akan dipatok rp 9 triliun. Keinginan pemerintah seiring dengan kepentingan para pengusaha. Miris, sedih, geram ! Seperti inikah negara yang digembar-gemborkan negara Islami? Dan seperti inikah negara yang disebut negara pancasilais? Apakah mereka tidak punya keturunan? Kami para ibu berdoa siang malam demi keshalihan anak-anak kami. Benar-benar negara ini menuju kehancuran.
Semua orang sudah pada tahu dampak buruk akibat miras. Apalagi bagi seorang Muslim. Walaupun tidak sampai mabuk dan melakukan kejahatan setelah minum miras, dia sudah terjerumus pada kemaksiatan dengan melakukan pelanggaran terhadap aturan Allah SWT. Sedikit atau banyak tetap diharamkan, demikian yang diuangkapkan oleh Rasulullah Saw. Terlebih menimbulkan dampak kejahatan dan kerusakan yang luar biasa. Data Kejaksaan Negeri Bandung menunjukkan hubungan antara miras dan kejahatan. Sebanyak 55 % asal mulanya dari miras. Mereka yang hendak melakukan tindak pidana kejahatan diawali dengan minuman keras seperti pembunuhan, perkosaan, pencurian dll. Dari sisi kesehatan peminum miras akan mengalami masalah kesehatan seperti, lever membengkak, kerusakan otak, penurunan fungsi indra, kanker hati sampai kematian. WHO menyatakan sekitar 3,3 juta jiwa tewas di tahun 2012 sehubungan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan. Hal ini berarti setiap 10 menit, 1 orang tewas karena mengonsumsi miras.
Meski dampak miras begitu menghawatirkan dan mengerikan, di satu sisi sikap pemerintah dan wakil rakyat pun masih berat kalau untuk melarangnya. Kalah dengan keuntungan yang menggiurkan. Padahal kalau mau hitung-hitungan keuntungan dari miras tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkannya. Selaku orang tua, pendidik dan pemerhati generasi, harapan menciptakan generasi kuat penerus estafet perjuangan dan pembentuk peradaban Islam pupus sudah. Kita tidak bisa berharap pada pemimpin serta pemangku kebijakan yang mengurus negeri ini jika sandaran dalam kepengurusannya masih pada sistem demokrasi liberal. Sistem yang tidak mengenal atau mengadopsi halal-haram sebagai standar dalam menilai segala sesuatu. Sistem demokrasi hanya mengenal satu cara untuk menimbang segala sesuatu yaitu suara mayoritas via voting. Kalau misalnya saat ini mayoritas anggota DPR menolak legalisasi miras hal ini bisa berubah, kalau suatu saat mayoritas anggota DPR menerima legalisasi miras. Suara mayoritas dijadikan ukuran kebenaran yang bersifat absolut. Hal ini bertentangan dengan Islam. Allah SWT berfirman, yang artinya:” Jika kamu mengikuti kebanyakan manusia yang ada di bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah (QS Al-An’aam : 116). Demokrasi yang diterapkan di negeri ini telah menumbuh suburkan miras, riba,LGBT, korupsi dll. Bagaimana mau disebut negara islami, yang ada baru berpenduduk mayoritas beragama Islam. Sedangkan kondisinya tidak jauh dari negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Semoga hati kita semakin terbuka bahwa sistem demokrasi hanya memikirkan para pemilik modal. Pemerintah tidak akan berani menutup ijin pabrik yang memproduksi miras. Penyitaan sebagian miras dari warung-warung yang tak berizin kemudian dimusnahkan hanyalah penipuan atau kamuflase yang dipertontonkan. Seolah agar masyarakat menilai ada perhatian pemerintah untuk menyelamatkan generasi.
Satu-satunya harapan agar generasi dan umumnya masyarakat terselamatkan menjadi masyarakat yang tentram, bersih, bermartabat dan bermoral tinggi hanyalah dengan penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyyah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallahu a’lam bi ash shawwab. [vm]
Penulis : Enok Sonariah
Posting Komentar untuk "Miras Bebas, Maksiat dan Kejahatan Makin Mengganas"