Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERAN ULAMA; Mencerdaskan Atau Menjerumuskan?


Oleh: Nur Haya (Mahasiswi Sastra Bahasa Inggris)

Menjelang pilpres di negeri ini, marak berita tentang kedekatan ulama dengan penguasa dan dukungan ulama terhadap penguasa. Tidak tanggung-tanggung, ulama dicalonkan sebagai calon wakil presiden.

Beredar berita bahwa ada sekitar 400 kiai yang medukung pasangan calon presiden Jokowi- Ma’ruf Amin. Sebagaimana yang dilansir oleh Liputan6.com (https://www.liputan6.com/pilpres/read/3644936/400-kiai-dan-pengurus-pesantren-se-indonesia-dukung-jokowi-maruf-amin). Adapun dipihak lain, terselenggara Ijtima Ulama II yang mendukung pasangan calon presiden Prabowo-Sandiaga untuk memimpin di Tahun 2019 mendatang.

Benarkah begini peran politik ulama dalam Islam?

Dalam Islam, ulama adalah penyeru kebenaran bagi umat. Mengajak umat pada ketaatan secara totalitas pada Allah swt. dan Rasullulah saw. Mengajak cinta akhirat dan zuhud terhadap dunia. Bukan sebaliknya, ulama menjadikan umat ragu terhadap kebenaran Islam, menjauhkan umat dari syariat Islam, apatis terhadap problematika umat hingga yang lebih ekstrim hingga meracuni umat dengan pemikiran-pemikiran barat yang sesat dan menyesatkan yang jelas-jelas bertentangan dengan mabda Islam.

Seharusnya ulama menjadi sebagai rujukan umat. Memimpin umat untuk menyebarkan, mengajarkan dan menjaga pemahaman-pemahaman Islam yang ada di tengah-tengah ummat. Ulama pun wajib mengajarkan pada umat wajibnya taat pada syariat Islam secara kaffah (keseluruhan), bahwa Islam bukan hanya mengatur perkara ibadah, namun mengatur seluruh aspek kehidupan.

Ulama itu juga sebagai pewaris para Nabi yang mewarisi aktivitas mereka. yakni berdakwah dan mengajak umat untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw : “Ulama sebagai pewaris para Nabi, mereka dicintai oleh ahli langit, dan dibacakan istighfar oleh ikan dan laut, jika mereka mati hingga hari kiamat” (HR. Ibnu An - Najar kitab Irsyadul Ibad)

Ulama pun meneruskan tugas para Nabi, yakni membawa kabar gembira dan memberi peringatan dan mengajak pada Allah SWT, sebagaimana firman Allah :

“Wahai Nabi! Sungguh kami mengutus engkau sebagai saksi, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan sebagai orang yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya dan sebagai pelita pemberi cahaya. Dan sampaikan berita gembira kepada orang-orang yang beriman, bahwa mereka akan memperoleh karunia yang besar dari Allah.” (Q.S. Al Ahzab[33]:45-47)

Begitulah peran ulama yang sesungguhnya. Berperan dalam mecerdaskan umat dari perkara kecil sampai pada pemahaman terkait politik Islam. Karena politik adalah bagian dari ajaran Islam. Yang mana politik yang dimaksudoleh Islam disini ialah mengurus urusan umat. Maksudnya praktisnya ialah saling berdakwah menyampaikan kebenaran. Dan tidaklah Allah membebankan kewajiban dakwah itu hanya pada sebagian muslim saja,melainkan seluruhnya. Maka, wajib bagi setiap umat Islam paham politik Islam dan berkontribusi dalam politik Islam. Mengajak umat kritis terhadap berbagai problematika umat .Menjelaskan pada umat solusi Islam terhadap problematika umat  yang tengah menjamur di tengah-tengah umat yang mampu memecahkan seluruh problematika itu. Juga bersama-sama menyeru penguasa untuk menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah. Dengan demikian, peran ulama adalah sebagai komando bagi umat untuk mewujudkan penerapan Islam secara kaffah. Namun yang paling utama dari aktivis politik ulama adalah izzalatul munkarat (menghilangkan kemungkaran) dan musahabah kepada penguasa atas setiap kebijakan penguasa yang bertentangan dengan hukum-hukum Pencipta.

Aktivitas inilah yang telah dilakukan para ulama terdahulu. Istiqomah dalam menjalankan peran  sesungguhnya untuk menjaga hukum-hukum Allah tetap terlaksana seluruhnya. Apabila kita menoleh sejarah, kita akan menyaksikan bagaimana keberaniaan Imam Ahmad Ibnu Hanbal yang begitu mansyhur dan terkemuka, dengan gagah berani menolak fatwa Khalifah  (sebutan pemimpin dalam Islam) yang menyatakan bahwa al-Quran adalah makhluk. Penolakan iman Ahmad itu membuat sang Khalifah marah besar. Tanpa belas kasih Khalifah memasukkan Imam Ahmad ke penjara  selama 2 periode kepemimpinannya. Imam Ahmad mendapatkan berbagai derita selama di penjara. Beliau juga sering disiksa dihadapan Khalifah hingga ia pingsan berkali-kali. Namun beliau tetap teguh menolak perintah keji tersebut, karena beliau memahami betul bahwa ia adalah rujukan umat dan kebahayaan besar bagi aqidah umat jika ia menfatwakan perkara bathil.

Sehingga jelaslah bahwa ulama sesungguhnya bukanlah pewaris sistem demokrasi atau sistem selain Islam. Ulama bukan pula alat untuk melegitimasi kepentingan penguasa atau kelompok tertentu serta bukan sebagai alat  meraihkan kekuasaan dengan menjadikannya sebagai mesin pendulang suara umat teruntuk sebuah kedudukan pemimpin yang jelas-jelas tidak akan menegakkan syariat Islam secara kaffah. Akan tetapi ulamalah yang berada di garda terdepan untuk melakulan nasihat kepada penguasa agar pemerintahannya tak keluar dari koridor Islam. Karena, tanpa kontrol dan bimbingan ulama, akan rusaklah peguasa dan aturan yang diterapkan. Hujjatul Islam -Imam Ghazali- berkata dalam karya fenomenalnya, Ihya Ullmuddin: “Tidak terjadi kerusakan rakyat itu kecuali dengan kerusakan penguasa. Dan tidakklah rusak para penguasa kecuali kerusakan para Ulama”. Wallahu a’alam biswhab. [vm]

Posting Komentar untuk "PERAN ULAMA; Mencerdaskan Atau Menjerumuskan?"

close