Pengarusutamaan Pariwisata Indonesia, Siapakah yang Diuntungkan?
Oleh: Ummu Mumtaz
Booming pariwisata. Pariwisata saat ini sudah menjadi lifestyle
masyarakat dunia. Termasuk juga masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Masyarakat rela mengubah pola konsumsinya, mengurangi belanja dan biaya
hidupnya untuk berwisata. Berwisata saat ini sudah seperti kebutuhan yang wajib
untuk dipenuhi. Dari PAUD sampai perguruan tinggi pasti mengagendakan
rekreasi/berwisata, bahkan jauh-jauh hari dipersiapkan dengan menabung. Dari
skala arisan ibu-ibu RT, hingga kantor-kantor/instansi, perusahaan negeri atau
swasta, semuanya mengagendakan untuk berwisata.
Promosi paket wisata sangat gencar
sekali. Iklannya dikemas sangat menarik, baik di media cetak, elektronik atau
medsos. Berbagai fasilitas menarik ditawarkan, perang diskon pun dimainkan.
Destinasi wisata yang ditawarkan pun sangat baragam. Garut sendiri senantiasa
merilis beberapa (puluhan) Top Destinasi yang sangat menarik untuk dikunjungi.Hanya
tinggal klik destinasi wisata, fasilitas dan harganya sudah bisa didapatkan.
Data BPS Januari-September 2017
mencatat kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia sebanyak 10,46 juta
kunjungan. Diprediksi kunjungan wisman tumbuh berlanjut hingga 2018-2019
menjadi 17 juta orang dan 20 juta orang.
Melirik wisata Muslim, Indonesia
sendiri telah masuk dalam kategori Top 5 Destinasi Pariwisata Halal Dunia
dengan penerimaan devisa negara mencapai USD 13 M yang berkontribusi terhadap
PDB sebesar USD 57,9 M (UNWTO Highlights, 2016). Maka apabila sertifikat
halal dan sertifikat ramah terhadap wisatawan Muslim diupayakan Indonesia,
target pemerintah mendapatkan 5 juta wisatawan Muslim dunia diyakini akan
tercapai pada 2019.
Lebih dari itu untuk wilayah Asia
Pasifik, Sekjen UNWTO Taleb Rifai menilai diaspora Muslim kini telah menjadi
bagian dari pariwisata arus utama. Pada 2015 kawasan Asia Pasifik mencatat 279
juta wisatawan turut mendorong pasar wisatawan muslim di Asia Pasifik.
Begitu ambisius terhadap pariwisata
dunia, PBB sampai membentuk United Nation World Tourism Organisation.
UNWTO merupakan badan khusus PBB untuk menangani urusan pariwisata yang
bermarkas di Madrid, Spanyol. UNWTO kini bekerja sama dengan badan khusus PBB
lainnya, salah satunya UNESCO Global Geopark (UGG). Sebagai pemain utama UGG
berusaha merealisasikan beberapa tujuan SDGs, salah satunya adalah “end
proverty” mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya dimana saja. Selaras
dengan hal itu, pemerintahan Jokowi menetapkan pariwisata sebagai sector
unggulan pembangunan nasional. Dan hal ini harus terimplementasi di tingkat
provinsi, kabupaten hingga tingkat desa.
Dengan syarat ketat, UGG harus
memiliki keragaman hayati (biodiversity), geologi (geodiversity)
dan budaya (culturdiversity), selain itu global geopark juga dituntut
memenuhi syarat destinasi wisata kelas dunia yaitu atraction, acces dan tourism
resource. Untuk itu mutlak diperlukan keterlibatan universitas, industri,
pemerintah dan masyarakat sipil. Tercakup di dalamnya lingkungan alam sebagai
penentu pembangunan berkelanjutan dan penyedia orang dengan ‘modal alam’.
Karena dinilai sangat menjanjikan
secara ekonomi, kementerian pariwisata kini tengah merancang pembentukan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata di kawasan UGG. Di antara 12 Kawasan
Ekonomi Khusus, empat diantaranya menjadi KEK pariwisata yaitu KEK Mandalika
(NTB), KEK Tanjung Kelayang (Bangka Belitung), KEK Morotai (Maluku Utara), dan
KEK Tanjung Lesung (Banten).
KEK Pariwisata secara khusus akan
menjadi objek wisata terintegrasi (integrated area tourism) antara
wisata alam, wisata budaya hingga wisata MICE (Meeting, Incentives,
Convention, and Exhibitions). Dengan demikian KEK pariwisata diharapkan
mampu berkontribusi pada peningkatan PDB, devisa, dan membuka kesempatan kerja
(lapangan kerja baru) bagi masyarakat sekitar kawasan.
Selain mengakhiri kemiskinan “end
proverty”, UGG juga harus berusaha merealisasikan kesetaraan gender dan
memberdayakan perempuan dan anak perempuan, serta tujuan-tujuan SDGs yang lain.
Dari sini sekilas pengarusutamaan
pariwisata mampu menjadi solusi bagi problematika ekonomi yang sedang membelit
suatu negara bahkan membelit dunia. Namun perlu diingat, sesungguhnya gagasan
pengarusutamaan pariwisata bukan sekadar upaya mengakhiri kemiskinan. Gagasan
ini berasal dari lembaga-lembaga internasional di bawah hegemoni negara-negara
kapitalis.
Telah dipahami bagi kapitalisme
sesungguhnya manusia, alam dan kekayaan intelektual wajib didedikasikan semata
untuk meraih kesejahteraan para pemodal (kedaulatan modal). Demi kepentingan
kapitalisasi ekonomi betapapun besar kerusakan non materi yang ditimbulkan
tidak akan diperhatikan oleh ideologi ini.
Benarkah pengarusutamaan pariwisata
bisa menghantarkan kepada kesejahteraan masyarakat? Pengarusutamaan pariwisata
bisa menghapus kemiskinan sesungguhnya fakta apa Cuma asumsi? Bali contohnya.
Dengan pesatnya pariwisata di Bali, apakah masyarakatnya sejahtera?
Di Negara berkembang kenyataannya
uang yang dihasilkan sector pariwisata kebanyakan tidak masuk kas Negara.
Perusahaan penerbangan, agen liburan dan hotel yang banyak menerima uang.
Pekerja local pun seringkali tidak menerima upah yang besar dengan kondisi
kerja yang buruk.
Banyaknya wiatawan yang masuk
menambah besar kerusakan lingkungan terutama dari sampah. Pariwisata di Bali
contohnya, disepanjang 6 km garis pantai yang mencakup pantai popular seperti
Jimbaran, Kuta, dan Seminyak disesaki berton-ton sampah. Setiap harinya, ada
sebanyak 700 tenaga pembersih dan 35 truk yang membuang sekitar 100 ton sampah.
Selain itu Bali saat ini juga mengalami krisis air tanah mengering.
Tidak
tersembunyi bagi siapa pun bahwa dunia wisata sekarang lebih dominan dengan
kemaksiatan, segala perbuatan buruk dan melanggar yang diharamkan, baik sengaja
bersolek diri, telanjang di tempat-tempat umum, bercampur baur yang bebas,
meminum khamar, memasarkan kebejatan, menyerupai orang kafir, mengambil
kebiasaan dan akhlaknya bahkan sampai penyakit mereka yang
berbahaya. Belum lagi, menghamburkan uang yang banyak dan waktu serta
kesungguhan. Semua itu dibungkus dengan nama wisata. Dan hal ini telah menimpa
Garut. Garut yang merupakan salah satu dari beberapa daerah wisata telah
positif terjadi praktik kekerasan dan tindakan asusila terhadap anak.
Adakalanya
wisatawan asing memanfaatkan kelonggaran migrasi untuk menyelundupkan narkoba,
dan masih banyak lagi kerusakan-kerusakan yang lain.
Mudlorot pengarusan sector
pariwisata amat besar, tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga kerusakan
social budaya amat mengerikan, dan mencerabut kedaulatan politik sebagai bangsa
yang bermartabat.
Maka
ingatlah bagi yang mempunyai kecemburuan terhadap agama, akhlak dan umatnya
kepada Allah subhanahu wa ta’ala, jangan sampai menjadi penolong untuk
mempromosikan wisata fasik ini. Akan tetapi hendaknya memeranginya dan
memerangi ajakan mempromosikannya. Hendaknya bangga dengan agama, wawasan
dan akhlaknya. Hal tersebut akan menjadikan negeri kita terpelihara dari segala
keburukan dan mendapatkankan pengganti keindahan penciptaan Allah ta’ala di
negara Islam yang terjaga.
Untuk
melepaskan diri dari penjajahan pariwisata dibutuhkan kesadaran, kemauan, dan
kekuatan yang bersifat ideologis dalam diri penyelenggara negara dan
masyarakat. Bias ideologi negara yang yang selama ini terbuka pada
sosialisme-komunisme dan condong kepada kapitalisme-demokrasi harus dihilangkan.
Caranya dengan mengembalikan
penerapan ideologi yang berasal dari Penguasa Alam Semesta sebagai jaminan
untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedaulatan politik suatu negara. Dan
khilafah dengan keagungannya adalah alternatif tunggal yang sepadan untuk menghadapi
penjajahan global kapitalisme. Wallaahu a’lam bish shawab.[vm]
Posting Komentar untuk "Pengarusutamaan Pariwisata Indonesia, Siapakah yang Diuntungkan?"