Prostitusi Online Kembali Terulang Buah Diterapkannya Sistem Kufur
Oleh : Reni Rosmawati (Member akademi Menulis Kreatif)
Mengawali tahun 2019, jagad Indonesia kembali digegerkan dengan terkuaknya prostitusi online yang melibatkan sejumlah artis kenamaan ibu kota. Hal ini ditandai dengan ramainya pemberitaan di sejumlah media. Seperti salah satunya adalah kasus prostitusi online yang baru-baru ini menyeret artis sekaligus model berinisial VA dan AS. VA dan AS digelandang Polisi Sabtu siang, 5 januari 2019, ketika sedang berada disalah satu kamar hotel di Surabaya bersama pria. Selain itu polisi juga mengamankan satu asisten dan dua orang yang diduga sebagai mucikari.
Setelah menjalani beberapa pemeriksaan akhirnya VA dipulangkan. Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera menjelaskan pihaknya memulangkan VA karena batas waktu pemeriksaan sudah terhitung satu kali 24 jam. Selain itu, kasus VA masih sebatas saksi. Kendati demikian, bukan berarti VA bisa terbebas dari jerat hukum. Karena status VA bisa berubah menjadi tersangka jika terbukti memperoleh penghasilan rutin dari prostitusi online.
Sementara itu, Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jawa Timur akhirnya menetapkan dua orang tersangka dalam kasus prostitusi online yang melibatkan artis. Kedua orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah mucikari yang berasal dari jakarta selatan, berinisial TN (28) dan ES (37).
Direktur Kriminal Khusus Polda Jatim Kombes Pol. Ahmad Yusep Gunawan mengungkapkan kedua tersangka biasa mempromosikan artis dan selebgram melalui akun Instagram-nya, terkait Jasa Layanan Prostitusi. Yusep pun menduga banyak artis dan selebgram yang terlibat dalam prostitusi online tersebut.
Yusep mengungkapkan, bagi pria hidung belang yang ingin menyewa jasa oknum artis dan selebgram tersebut harus terlebih dulu membayar uang sebesar 30% dari tarif yang ditetapkan. Pembayaran dilakukan melalui rekening sang mucikari. Sayangnya, Yusep belum mau menjelaskan sudah berapa lama para mucikari tersebut menjalankan aksi nya. Menurutnya sudah diketahui dalam sebulan terakhir banyak transaksi keuangan di rekening kedua mucikari.
Maraknya kasus prostitusi online yang menyeret sejumlah artis ini, menjadi indikasi abainya pemerintah memberikan pengawasan terhadap warganya yang melanggar norma susila. Tidak adanya sanksi yang tegas dari pemerintah beserta aparat berwenang menjadi penyebab kasus yang sama terulang. Sudah beberapa kali pemberitaan serupa mencuat. Bukannya berkurang tapi justru semakin merajalela. Tidak hanya melalui dunia maya tapi mewabah didunia nyata. Yang berbeda hanya label dan casingnya. Artinya, perzinaan yang terjadi saat ini seakan membudaya, menjalar ke berbagai kalangan. Tidak kenal batas usia dan komunitas tertentu. Pelakunya adalah orang normal dan "menyimpang", kaum LGBT contohnya. Semua itu terjadi karena sistem yang berlaku saat ini memberikan kebebasan sebesar-besarnya terhadap perilaku individu. Rusaknya moral akibat pergaulan bebas dan perzinaan seolah bukan urusan negara. Bobroknya akhlak dianggap tidak akan mengguncang kebijakan rezim dan eksistensinya. Fakta ini semakin mempertegas terhadap paham kapitalis sekular yang di emban negeri ini berdampak merusak dan menghancurkan. Jika generasi mudanya lemah dan hancur, bagaimana negara akan tegak?
Maka, gagal nya rezim memberikan solusi terhadap permasalahan asusila sebagai akibat diterapkannya aturan kufur akan terus terjadi. Sejak awal tidak mau menerapkan aturan Islam dalam segala aspek kehidupan, maka wajah-wajah anti Islam dalam rezim kapitalis sekuler semakin nyata bermunculan membawa segudang masalah tanpa solusi.
Sudah saatnya umat berhenti berharap pada Demokrasi untuk menghilangkan kemaksiatan. Dan sudah saatnya umat kembali kepada Islam, karena Islam memiliki solusi tuntas dalam menghilangkan kemaksiatan dengan penerapan sanksi yang tegas yaitu penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah minhajjin Nubuwwah.
Karena dalam agama Islam prostitusi merupakan perbuatan zina. Pandangan Islam tentang hukum perzinaan jauh berbeda dengan konsep hukum konvensional. Karena dalam Islam, setiap hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan adalah perbuatan zina, baik itu dalam tujuan komersil ataupun tidak, baik yang dilakukan oleh yang sudah menikah ataupun yang belum. Islam melarang tegas perbuatan zina. Karena perbuatan tersebut merupakan perbutan kotor dan keji. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT.
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Isra:32)
Dari ayat tadi, Allah SWT mengategorikan zina sebagai perbuatan keji menurut syara, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak isteri, hak keluarga, atau suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan dan melanggar tatanan lainnya. Oleh karena itu Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina. Dengan hukuman cambuk 100 kali bagi yang belum menikah (ghair muhshon). Dan hukuman rajam sampai mati bagi orang yang sudah menikah (muhshon).
Disamping hukuman fisik tersebut, hukuman moral atau sosial juga diberikan kepada mereka berupa diumumkan aibnya. Diasingkan (taghrib), tidak boleh dinikahi dan ditolak persaksiannya. Hukuman ini sebenarnya lebih bersifat preventif (pencegahan) dan pelajaran berharga bagi orang lain. Agar perbuatan serupa tidak terulang lagi. Hal ini mengingat dampak zina yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia. Baik konteks tatanan kehidupan individu keluarga (nasab), masyarakat maupun negara.
Dari sini kita bisa melihat bahwa hanya Islam lah satu-satunya solusi bagi masalah perzinaan termasuk prostitusi online. Maka sudah saatnya kita kembali kepada Islam beserta segala aturan-Nya dan menerapkannya secara kaffah dalam bingkai khilafah dalam seluruh aspek kehidupan. Niscaya kasus perzinaan (prostitusi) online seperti yang menjerat VA tidak akan terulang lagi akan diberantas sampai ke akar-akarnya. Serta Islam rahmatan Lil'alamiin pun akan kita rasakan. [vm]
Wallahu'alam bi ash-shawwab.
Posting Komentar untuk "Prostitusi Online Kembali Terulang Buah Diterapkannya Sistem Kufur"