Trafficking of Child : Panorama Agrowisata Liberal
Oleh : Dwi Aida Rachmawati – Anggota BMI Community
Dua tahun terakhir sedang meningkat dengan pesat perkembangan pembangunan wisata baik di kota maupun di desa. Dengan jargon “Tourism is a key of economic growth” pemerintah mem - breakdown kebijakan yang mengatur tentang kepariwisataaan dalam UU No. 10 Tahun 2009 dan lebih rinci dijelaskan dalam Permenpar No 3 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata. Kebijakan tersebut seolah memberikan harapan lebih untuk mengentaskan kemiskinan dan memberikan penjagaan terhadap lingkungan yang berpotensi memiliki keindahan alam.
Alih – alih memajukan perekonomian negeri, hal ini justru telah menambah beban baru bagi masyarakat dan negara. VoaIndonesia.com (22/01/19), mengabarkan bahwa salah satu kota pariwisata di Indonesia yaitu, Banyuwangi menyimpan masalah yang mendalam. Masalah tersebut menjangkiti anak di bawah umur yaitu maraknya prostitusi anak yang ternayata sudah di iya kan oleh anak sekolah yang temannya terlanjur terseret dunia kelam tersebut.
Selain diharapakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pariwisata seolah juga menjadi kebutuhan mendesak untuk masyarakat hingga menghasilkan paradigma berfikir bahwa jika aktivitas sehari – hari membuat jenuh maka, butuh segera untuk piknik. Begitupun ketika menjalankan aktivitas sehari hari dengan tidak maksimal maka tandanya orang tersebut kurang piknik. Paradigma tersebut terbukti ditunjukkan dalam data dari Badan Pusat Statistik bahwa periode Januari hingga November sudah tercatat sekitar 14 juta orang. Ada kenaikan sebanyak 11 % di banding tahun sebelumnya tetapi jumlah di tahun 2018 belum memenuhi target yang sudah ditetapkan yaitu sebanyak 17 juta orang wisman. (MetroNews.com, 03/01/19)
Meninjau dari kejadian tersebut, hal ini di sebabkan oleh paham sekuler sebagai turunan dari sistem kapitalis yang masih diadopsi oleh masyarakat dan negara. Sehingga adanya masalah ini justru tidak menurun tetapi malah semakin meningkat dan mewabah. Ya sekulerism yaitu memisahkan paham religius atau spiritualitas dari kehidupan sehari – hari menimbulkan ketidak taatan pada norma agama yang terpuji. Paham sekuler ini juga telah memberikan dampak paham yang berbahaya yaitu liberalisme / faham kebebasan. Manusia hidup tanpa mau diatur adalah out put nya.
Asas yang mendasari faham ini adalah kebahagian duniawi yang fana. Sehingga, rasa have fun dalam menjalani hidup sangat dibutuhkan oleh mereka. Wajar saja jika pariwisata yang memang mengiming – imingi kesenangan menyediakan wahana asyik dan panorama yang indah sehingga selalu menjadi pelabuhan masyarakat untuk berlari dari rasa penat. Meski fasilitas yang disediakan adalah panorama maksiat, wahana asyik yang melanggar syariat, dan fasilitas yang haram. Hal tersebut tetap dipertahankan demi meraup keuntungan ekonomi bagi pengelola dan bangsa. Pengunjung pun juga akan bersedia menerima demi memenuhi kebahagian semu.
Problem liberalisme yang berbuah prostitusi anak di ranah pariwisata ini harusnya mendapat perhatian penuh dari pemerintah untuk segera dihentikan karena akan berdampak pada kerusakan moral generasi penerus bangsa. Apakah bangsa ini akan maju hanya ditopang dengan perekonomian kuat tanpa ada para ekonom yang sehat dan mulia? Jelas tidak. Tetapi ekonom sehat dan mulia tidak akan terlahir dari sistem kapitalis yang masih diemban oleh bangsa ini.
Adanya liberalisme merupakan konsekwensi absolut dari penerapan kapitalisme. Automatically, faham ini akan tetap eksis selama kapitalisme masih dianggap sebagai pegangan hidup yang bisa mensejahterakan. Sehingga mari berbenah bersama dan mengarah pada sistem yang bisa memuliakan bangsa dan rakyatnya. Karena Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim ternyata menjadi salah satu bidikan peradaban barat yang kejam sejak lama. Hal ini telah diungkapkan oleh Perdana Mentri Inggris yang pernah menjabat di tahun 1674 hingga 1874 bernama Gleed Stones. “Percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak akan menguasai selama di dada pemuda – pemuda Islam ini bertengger Al – Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al – Qur’an dari hati – hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan music lebih menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam. Maka, tanamkanlah dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks” Ungkapnya. [vm]
Posting Komentar untuk "Trafficking of Child : Panorama Agrowisata Liberal"