Inilah Hukum di Alam Demokrasi Pak Jimly, Sangat Berbeda Dengan Islam
Oleh : M. Nur Rakhmad, SH. (LBH Pelita Umat Korwil Jatim)
"Kalau semua orang masuk penjara, nanti negara kosong cuma gara-gara beda pendapat. Nanti kita kekurangan penjara sebab kepenuhan," ujar Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) & Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, S.H., dalam siaran persnya, Rabu (13/3) sebagaimana dikutip dari republika.co.id (13/3/19).
Rezim manapun yang telah membuat hukum menjadi rusak tidak boleh dibiarkan, harus dihentikan. Karena bila dibiarkan hukum akan semakin rusak dan keadilan semakin jauh dari harapan yang sangat di dambakan dengan slogan Tegakkan Keadilan Meskipun Langit Runtuh (Fiat Justitia Ruat Caelum). Hukum dikembalikan kepada relnya karena Negara kita Negara Hukum (RECHSTAAT) yaitu untuk mewujudkan keadilan bukan mengalami BIFURKASI digunakan untuk kepentingan politik dan kekuasaan (MACHSTAAT), apalagi kemudian dilakukan diskriminasi hukum.
Konsep demokrasi telah gagal semenjak lahirnya di Athena Yunani, Aristoteles (348-322 SM) menyebut Demokrasi sebagai Mobocracy atau Pemerintah Segerombolan Orang. Dia menyebutkan Demokrasi sebagai sebuah system bobrok karena pemerintahan dilakukan oleh massa, demokrasi rentan akan anarkisme. Plato (472-347 SM) mengatakan liberalisasi adalah akar demokrasi sekaligus biang petaka mengapa Negara demokrasi akan gagal selamanya.
Plato dalam bukunya The Republic mengatakan, “Mereka adalah orang-orang merdeka, Negara penuh dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara, dan orang-orang di dalam sana boleh melakukan apa yang mereka sukai.” Maka tidak heran semua orang akan mengejar kemerdekaan tanpa batas yang menjadi bencana bagi Negara dan warganya. Tiap orang ingin mengatur diri sendiri dan berbuat sesuka hati sehingga menimbulkan kekerasan, ketidaktertiban atau kekacauan, tidak bermoral dan ketidaksopanan. Maka menurut Plato citra Negara benar-benar rusak akibat penguasa korup. Karena demokrasi terlalu mendewakan kebebasan individu berlebihan sehingga membawa bencana bagi Negara, yakni anarki memunculkan tirani.
Dalam Encyclopedia Britannica, Socrates menyebut dalam demokrasi banyak orang tidak senang jika pendapat mereka disanggah sehingga mereka membalas dengan kekerasan. “Orang baik berjuang untuk keadilan dalam system demokrasi akan terbunuh,” Katanya. Sebagaimana dikutip dari merdeka.com Senin, 7 April 2014 oleh Reporter Fisal Assegaf. Jadi tidak heran bahkan kita berharap keadilan baik dalam tatanah hokum dan perpolitikan di alam demokrasi.
Beda dengan Islam
Konsep hukum dalam demokrasi jelas berbeda dengan Islam. Syari’at Islam telah menjelaskan, bahwa pelaku tindakan-tindakan kriminal akan mendapat hukuman, di dunia maupun di akhirat. Karena Hukum di dalam Islam memiliki sifat Zawajir (Pencegah) dan Jawabir (Penebus Dosa). Yang ketika pelaksanaan hokum di dunia dilaksanakan maka gugurlah dosanya dan sebagai penggugur Hukuman di akhirat, akan dijatuhkan oleh Allah terhadap para pelakunya. Allah akan mengazab mereka pada hari kiamat, sebagaimana dijelaskan dalam firman-firmanNya:
“Orang-orang yang berbuat kejahatan dapat dikenal dari tanda-tandanya. Maka direnggutlah mereka dari ubun-ubun dan kaki-kaki mereka” (QS Ar Rahman: 41)
“Bagi orang yang kafir disediakan neraka jahanam” (QS Al Fathir: 36)
“Begitulah keadaan mereka, dan sesungguhnya bagi orang-orang durhaka, disediakan tempat kembali yang buruk. Yaitu neraka jahanam yang mereka masuk ke dalamnya, maka amat buruklah jahanam itu seba¬gia tempat tinggal” (QS Shaad: 55-56)
“Sungguh kami sediakan bagi orang-orang kafir, rantai-rantai/ belenggu-belenggu dan neraka yang menyala-nyala” (QS Al Insaan: 4)
Allah SWT telah menjelaskan hukaman-hukuman itu secara gamblang dalam Al Qur’an. Siksaan-siksaan itu benar-benar merupakan suatu kenya¬taan, sebab tercantum dalam ayat-ayat yang pasti sumbernya (qath’iyatuts tsubut) dan pasti penunjukan maknanya (qath’iyatud dalalah). Sebagaima¬na yang tercantum dalam firman Allah:
“Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, supaya mereka diseret ke dalam air yang panas, kemudian ia dibakar dalam api” (QS Al Mukmin: 71-72)
“Maka tidak ada seorang teman pun baginya pada hari ini disini, dan tidak ada makanan kecuali darah bercampur nanah, dan tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa” (QS Al Haaqqah: 35-37)
“Disiramkan air mendidih ke atas kepala mereka” (QS Al Hajj: 19)
“Sesungguhnya orang-orang jahat berada dalam kesesatan (di dunia) dan berada di neraka (di akhirat), yaitu pada hari dimana mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan kapada mereka): ‘Rasa¬kanlah sentuhan api neraka” (QS Al Qamar: 47-48).
“(Dan golongan kiri itu) ada dalam siksaan angin yang amat panas dan air yang mendidih serta kepungan asap yang hitam” (QS Al Waqi’ah: 42-43)
“….dan kamu memakan pohon zaqqum, dan perutmu akan penuh dengannya; dan kamu akan meminum air mendidih. Kamu meminumnya seperti onta yang kehausan” (QS Al Waqi’ah: 52-55)
“(Dan) dia mendapatkan hidangan berupa air mendidih dan dilemparkan ke neraka jahim” (QS Al Waqi’ah: 93-94)
“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak dan mengelupaskan kulit kepada” (QS Al Ma’aarij: 15-16)
“(Allah memerintahkan), Ambil dia, lalu belenggulah tangannya ke lehernya, kemudian lemparkan ke dalam neraka jahim, dan belitlah dia dengan rantai sepanjang tujuh puluh hasta” (QS Al Haaqqah: 30-33)
“Setiap kulit mereka hangus, maka Kami ganti kulit mereka dengan kulit lain, supaya mereka merasakan azab” (QS An Nisaa: 52)
Demikianlah, banyak ayat-ayat yang menjelaskan azab Allah secara pasti dengan gaya bahasa yang merupakan mukjizat. Jika manusia mendengarnya, tentu mereka akan merasa ngeri disertai rasa takut. Mereka akan menganggap enteng semua siksa di dunia dan seluruh kesulitan materiil, tatkala membayangkan bagaimana pedih dan ngerinya azab di akhirat. Mereka takkan berani melanggar perintah dan larangan Allah, kecuali jika mereka melupakan kengerian azab akhirat tersebut.
Demikianlah siksaan yang akan ditimpakan di akhirat. Adapun siksaan/hukuman di dunia, Allah telah menjelaskannya dalam Al Qur’an dan Hadits, baik secara global maupun terperinci. Dan Allah SWT telah memberikan wewenang pelaksanaan hukuman tersebut kepada negara. Jadi, hukuman dalam Islam yang telah dijelaskan pelaksanaannya terhadap para penjahat di dunia ini, dilaksanakan oleh Imam (khalifah) atau wakil¬nya (hakim), yaitu dengan menerapkan sanksi-sanksi yang dilakukan oleh Daulah Islamiyah (Negara Islam) yang pernah di praktikkan Rasulullah, baik yang berupa had, Jinayat, ta’zir, Mukhalafah dan atau kafarat (denda).
Hukuman yang dijatuhkan oleh daulah di dunia ini akan menggugurkan siksaan di akhirat terhadap si pelaku kejahatan. Sehingga, hukuman uquubaat tersebut bersifat sebagai pencegah (Zawajir) dan penebus (Jawabir), yaitu akan mencegah manusia dari perbuatan dosa atau melakukan tindakan Kriminal selain sanksi moril dan malu jika tidak patuh terhadap hukum muncullah kesadaran Hukum yang selalu didambakan oleh siapapun baik penegak hukum bahkan masyarakat secara keseluruhan. Sekaligus berfungsi sebagai penebus siksaan di akhirat nanti, sehingga gugurlah siksaan itu bagi seorang muslim yang melakukannya yang bukan hanya “surat pengampunan dosa” yang secara nalar terlalu dipaksakan dan secara praktek tidak memberikan efek jera bahkan sebuah kesadaran. Begitulah Islam yang sangat Agung dan yang bisa menyelesaikan seluruh problematika manusia, Karena Islam diutus sebagai Rahmat untuk seluruh alam yang satu-satunya bisa mewujudkan keadilan bagi manusia. [vm]
Posting Komentar untuk "Inilah Hukum di Alam Demokrasi Pak Jimly, Sangat Berbeda Dengan Islam"