Perempuan Berdaya Sesuai Fitrah


Oleh : Dhelta Wilis S.ST (Pekerja Sosial Islami)

Secara konseptual,pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Menurut Edi Suharto dalam Buku Membangun Masyarakat dan Memberdayakan Rakyat, Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka mempunyai kekuasaan atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan  menjangkau sumber-sumber produktif sehingga memungkinkan untuk menambah pendapatannya. 

Artinya bahwa pemberdayaan perempuan adalah aktivitas yang dilakukan untuk perempuan yang rentan atau perempuan yang lemah. Dalam dunia kesejahteraan sosial pemberdayaan perempuan menjadi salah satu upaya yang paling handal untuk membuat perempuan berdaya secara sosial dan ekonomi. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) yang dinilai sebagai kelompok rentan yang perlu diberdayakan. PRSE menurut PERMENSOS no 8 Tahun 2012 adalah seorang perempuan dewasa menikah, belum menikah, janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Bentuk pemberdayaan secara garis besar meliputi bantuan modal, bantuan pembangunan prasarana, penguatan kelembagaan, dan penguatan kemitraan lembaga.
Di Indonesia, konsep pemberdayaan perempuan dicetuskan saat Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta Tahun 1928. Setelah periode reformasi pertengahan Mei 1998, gerakan pemberdayaan perempuan bertambah kencang dan didesak untuk eksis dalam sistem sosial. Gerakan tersebut tidak lain diprakasai oleh gerakan emansipasi wanita. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa gerakan pemberdayaan perempuan ada di bawah kendali Feminisme. 

Feminis menginginkan perempuan berdaya seperti halnya laki-laki. Feminis memprakarsai gerakan ini karena jika kita menilik sejarah maka akan kita dapati perlakuan gereja di Eropa yang diktator, semena-mena terhadap rakyatnya. Termasuk juga kepada perempuan. Sehingga kaum feminis membuat gebrakan untuk mendongkrak posisi perempuan yaitu dengan pemberdayaan.

Pemberdayaan perempuan sejatinya digunakan sebagai tameng untuk mencabut fitrah seorang perempuan. Perempuan yang rentan dituntut untuk bisa bangkit dengan program-program pemberdayaan sehingga terwujudlah kemandirian pada perempuan.Hal ini tentu sanga berbahaya bagi pemahaman perempuan. Jika perempuan merasa dirinya bisa mandiri dalam segala hal maka dengan sendirinya akan merasa kedudukannya setara dengan laki-laki pada tataran sosial, ekonomi dan politik. Dalam pandangan mereka, kemandirian dalam segala hal adalah bentuk keberhasilan.

Keberhasilan tersebut akan membawa pengaruh –pengaruh kepada perempuan yang pada mulanya tidak dalam kondisi rentan. Keberhasilan tersebut akan menyilaukan mata sehingga faktanya sekarang banyak perempuan yang berlomba-lomba menuju kemandirian dalam segala bidang kehidupan. Keberhasilan yang dibanggakan selalu diukur dengan keberhasilan materi. Sehingga pantas jika banyak mata yang tergiur.

Kapitalismelah yang selalu mengajarkan keberdayaan selalu diukur dengan keberhasilan materi. Padahal sejatinya perempuan dalam sistem kapitalisme hanya dijadikan sebagai faktor produksi berharga murah sekaligus menjadi target produksi. Perempuan dibuat sibuk dengan aktivitas-aktivitas pemenuhan materi demi kemandirian yang ingin mereka capai. Pada akhirnya banyak dampak yang muncul. Rasa kemandirian seseorang perempuan akan mengakibatkan rusaknya fitrah sejati perempuan sehingga akan berdampak pada generasi-generasi penerus. 

Kasus-kasus perceraian marak terjadi, pelecehan perempuan di temat kerja pun tidak kalah hebohya ditambah kasus kenakalan anak dan remaja juga seringkali menghiasi media. Kasus-kasus tersebut tentu berhubugan dengan keluarga dimana fungsi dari anggota keluarga tidak berperan sebagaimana mestinya. 

Perempuan tidak dilarang untuk terus berdaya akan tetapi haruslah disesuaikan dengan fitrahnya yaitu fitrah keibuan yang penuh kasih sayang, kelembutan dan kehangatan. Berbeda dengan laki-laki, dengan fisik yag kuat maka ada tugas kepemimpinan dalam pundaknya dan kewajiban mencari nafkah. Fitrah tersebut hadir sebagai dasar memperlakukan laki-laki dan perempuan sehingga hasilnya sesuai sehingga tidak ada yang terdzolimi.

Islam Solusi Hakiki

Islam mendefinisikan perempuan berdaya dengan optimalisasi peran dan fungsi  sebagai ummu wa rabbatul bayt dan ummu ajyal (Ibu Generasi). Perempuan berdaya sebagai pengokoh peradaban Islam cemerlang. Islam menciptakan laki-laki dan perempuan sejajar dalam ketaatan mereka terhadap aturan Alloh bukan pada bentuk fungsi dan peran. 

Alloh berfirman dalam Q.S Al Hujurat ayat 13 :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”

Sejarah telah membuktikan bagaimana Islam membuat perempuan berdaya tanpa meninggalkan fitrah yang telah Alloh anugerahkan. Karena fitrah tersebut yang akan menjadikan perempuan mulia.  Asma Binti Yazid Bin Al Sakan adalah seseorang yang pernah bergabung semasa perang Khandaq sebagai pengirim makanan kepada Rasululloh. Asma juga pernah ikut dalam perang Yarmurk pada tahun ke-13 H bertugas sebagai dokter dan menghibur para janda-janda yang ditinggal mati suaminya di medan perang. Asma dengan berani menjadi juru bicara perempuan-perempuan yan ingin protes kepada Rasululloh. Asma membawa keluh kesah tentang peran perempuan yang terkungkung hanya sebagai istri dan ibu. Sedangkan laki-laki bisa pergi berjihad. “Wahai Rasululloh apakah kami mendapatkan pahala sebagaimana yang mereka dapatkan dengan amalan mereka?”

 Kemudian Rasulullah bersabda : “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para wanita yang berada di belakangmu, bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, upayanya untuk mendapat keridhaan suaminya, dan ketundukkannya untuk senantiasa mentaati suami, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.” Maka kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim)

Begitulah Islam mengatur keberdayaan perempuan. Penempatan fitrah menjadi kunci keberhasilannya. Keberhasilan tersebut akan didapatkan jika diterapkannya Islam. Karena Islam yang menempatkan perempuan sesuai dengan fitrahnya.  Syariah sebagai aturan dari Alloh yang mampu mensejajarkan posisi laki-laki dan perempuan tanpa merusak fitrahnya. Oleh karena itu penerapan Islam Kaffah menjadi solusi hakiki dalam mewujudkan keberdayaan yang nyata untuk perempuan. Wallohu a’lam bi showab. [vm]

Posting Komentar untuk "Perempuan Berdaya Sesuai Fitrah"