Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Di Jalan Nabi Menuju Perubahan Hakiki


Oleh : Dina Evalina

Suasana Pemilihan Presiden pada tahun 2019 terlihat berbeda dari pemilu-pilu sebelumnya.hawa panas semakin terasa di pemilu tahun. Dimana dua pasang calon yang bertanding juga pernah berada di panggung pilpres pada tahun 2014. Beradu visi-misi pada pemilu tahun ini dengan menampilkan para pendukung-pendukung yang tumpah ruah. Lantas yang bisa dilihat berbeda pada pemilu tahun ini yakni para alim ulama ikut mengambil perannya di kancah perpolitikan Indonesia.

Para Ulama yang dulunya mengambil sikap menghindari perkara politik dengan ingin fokus berdakwah, nyatanya saat ini banyak yang menjatuhkan pilihannya ke salah satu paslon hingga ikut membantu mengumpulkan suara dari jamaahnya untuk memilih calon presiden dan calon wakil presiden yang ingin dimenangkan.

Narasi "Jangan bawa agama dalam Politik" sudah lama digulirkan seolah agama itu terpisah dari politik dan juga sebaliknya. Namun, semakin mendekati Pilpres narasi tersebut seakan tak ada artinya lagi. Pasalnya suara kaum Muslim saat ini sangat diperhitungkan oleh para elit politik yang ingin maju bertarung. Mungkin kita bisa berkaca dari peristiwa gagalnya seorang Basuki Tjahaja Purnama (BTP) menjadi Gubernur Jakarta dengan kemenangan Anis Baswedan. Hal ini tak luput dari peran suara kaum Muslim yang marah dengan ucapan Ahok yang telah menistakan Al-Qur'an. Ini membuat citra buruk partai yang mengusungnya yakni rezim yang ada saat ini. Rezim saat ini terkesan melindungi pihak penistaan dengan lambatnya proses hukum yang dilakukan.

Ditambah selama 4,5 tahun masyarakat hidup di era rezim Jokowi, memunculkan kesadaran mereka bahwa rezim ini belum bisa memberikan perubahan yang signifikan seperti janji yang dikampanyekan tahun 2014 silam. Masyarakat justru merasakan kesulitan ekonomi, makin meningkatnya harga kebutuhan pokok, sulitnya mencari lapangan pekerjaan, pajak semakin bertambah, jaminan kesehatan berupa BPJS menyulitkan, para alim ulama di persekusi, dikriminalisasi serta suara-suara orang-orang yang berkritik dibungkam.

Maka hal itu semua telah dirasakan oleh masyarakat dan para alim ulama. Sehingga membuat elektabilitas petahana menurun, lantaran banyak dari masyarakat yang menginginkan perubahan dan hal ini di aamiin kan oleh para ulama.

Indonesia yang dihuni mayoritas masyarakat muslim dan sebagian besar karakteristik umat Islam di Indonesia mendengar dan tunduk dengan ucapan ulama, maka ketika ada seorang ulama yang mengarahkan mereka untuk memihak dan memilih salah satu paslon akan diikuti oleh jamaahnya.

Ulama bersama umat bersatu menginginkan perubahan. Jelas hal ini menjadi ancaman besar bagi kubu petahana. Dengan demikian kubu petahana mengambil strategi jitu menggait salah satu ulama tersohor di Indonesia untuk menjadi wakilnya. Ulama dan umat menginginkan perubahan yang baik terutama untuk Islam itu sendiri , agar mereka dapat lebih leluasa menyebarkan ajaran Islam.

Sayangnya dalam sistem saat ini,  politisi Islam tidak meletakkan Islam itu sendiri ditempat yang semestinya. Kesan religius sangat kental ketika menjelang pemilu. Para ulama masuk ke ranah politik hanya untuk mendulang suara yang dibutuhkan penguasa, khususnya suara kaum muslim.

Di sistem yang ada meniscayakan hal yang demikian. Dasar dari sebuah sistem itu merupakan hal yang sangat menentukan aturan apa nanti yang lahir darinya. Dasar sistem ini ialah memisahkan perkara agama dari kehidupan dan menempatkan agama dalam ruang ibadah ritual semata. 

Akhirnya suara masyarakat yang menginginkan perubahan dengan  kehidupan yang lebih baik, yang tentunya hal ini hanya  akan dapat diwujudkan  dengan perubahan  revolusioner atas dasar Islam sulit untuk diwujudkan. Walaupun seorang ulama telah bersuara.

Seharusnya masyarakat maupun Ulama dapat membaca sistem yang berjalan di negeri ini, sehingga dapat berada di jalan yang benar ketika menginginkan sebuah perubahan. Bahkan, Rasulullah SAW telah mencontohkan jalan yang harus ditempuh umat untuk melakukan perubahan tatanan kehidupan. Bukan justru berada disampingnya giada yang dzolim, mendukung rezim yang dzolim sama saja dengan membenarkan sistem yang rusak dia jalankan terus menerus untuk diterapkan kepada masyarakat.

Alangkah indahnya jika masyarakat dan para ulama mengikuti jejak Rasulullah dalam membangun tatanan peradaban yang gemilang, yang mampu menjadi sorotan dunia karena keagungan sistem yang diterapkan.

Pada saat di Mekah, Rasulullah SAW mengajak para pemuka kabilah Quraisy untuk menerima Islam sebagai aqidah yang baru bagi mereka. Namun tak hanya sebatas itu, Rasulullah juga mengajak masyarakat Mekah saat itu untuk hidung dalam aturan-aturan Islam. Walaupun akhirnya beliau mendapatkan hasil yang tidak diinginkan. Hanya saja dakwah terus beliau lakukan sampai ke kabilah-kabilah di luar Mekah.

Sampai pada akhirnya Rasulullah SAW mengutus seorang pemuda tampan, cerdas dari keturunan yang terpandang yakni Mushab bin Umair untuk menyampaikan Islam ke masyarakat Yatsrib. Dengan kecerdasanya, Mushab bin Umair mampu membuat masyarakat serta para tokoh di Yatsrib menerima Islam. Dengan menjalankan metode dakwah yang Rasulullah contohkan dalam waktu satu tahun Mushab Bin Umair dapat menaklukkan Yatsrib.  Mereka menerima Islam sebagai aqidah baru mereka, menerima Islam sebagai rule of life, dan menyerahkan kekuasaan dipimpin oleh Rasulullah SAW. 

Mushab bin Umair berdakwah saat itu tidak hanya menawarkan Islam sebagai aqidah mereka tapi juga perubahan sistem kehidupan secara menyeluruh. Dari sistem jahiliah menjadi sistem Islam dalam lindungan Daulah. Walhasil, bsrubahlah nama Yatsrib menjadi Madinah Al-munawarrah. Negara pertama yang menerapkan sistem Islam, hingga lebih dari 1300 tahun berdiri dan dapat menguasai 2/3 dunia.[vm]

Posting Komentar untuk "Di Jalan Nabi Menuju Perubahan Hakiki"

close