Potret Buram Pemilu : Fisik Tumbang Hingga Nyawa Melayang
Oleh : Nur Azizah
(Aktivis Remaja Muslimah)
Proses pemilu yang begitu panjang membuat korban dari jajaran KPU dan Bawaslu terus berjatuhan. Hingga kemarin (26/4), sudah 326 petugas pemilu yang meninggal dunia. Perinciannya, 253 korban berasal dari jajaran KPU, 55 dari unsur Bawaslu, dan 18 personel Polri.
Yang memprihatinkan, berdasar laporan yang diterima KPU, salah seorang korban bernama Alhat Supawi, 32, meninggal karena bunuh diri. Alhat adalah petugas KPPS yang bertugas mengisi formulir C1 sebanyak 86 rangkap.
Menurut laporan istrinya, Alhat tidak tahan dengan beban pekerjaan yang begitu berat. Pekerjaan sehari semalam itu membuat dia kelelahan dan berujung stres. Alhat begitu khawatir jika di antara 86 formulir C1 tersebut ada kesalahan mengisi. Dalam kondisi itulah, dia meminum racun hingga meninggal.
Selain Alhat, ada 307 petugas penyelenggara pemilu lainnya yang meninggal dunia. Itu diketahui berdasar data yang didapat Jawa Pos dari KPU dan Bawaslu hingga kemarin. Mereka meninggal dalam dedikasi untuk mengawal proses demokrasi Indonesia lewat pemilu serentak.
Dari jajaran KPU, yang meninggal tersebar di 27 provinsi. Yang paling banyak terdapat di Jawa Timur dengan 62 orang, Jawa Barat (61), dan Jawa Tengah (31). Diperkirakan, sebagian besar di antara ratusan orang itu berusia di atas 40 tahun.
Penyebabnya bermacam-macam. Berdasar laporan KPU provinsi masing-masing, penyebab terbanyak adalah kelelahan. Urutan kedua adalah kecelakaan. Ada pula dua orang yang meninggal karena bunuh diri. Selain Alhat, satu orang lagi dari Provinsi DIJ yang dilaporkan bunuh diri adalah Tugiman. Pria 52 tahun itu adalah ketua KPPS TPS 21 Desa Tridadi, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. (JP)
Nyawa yang melayang dengan mudahnya dan belum lagi banyak yang 'bertepuk tangan' dengan tagar #PahlawanPemilu tidak bisa dibenarkan dengan nalar yang sehat dan nurani. Artinya, kematian puluhan orang akibat kelelahan atau yang dipicu oleh rasa lelah selama menjalankan proses pemilu ini merupakan suatu kelalaian yang besar, dan kelalaian ini telah dilakukan oleh pemerintah.
Hal ini mengindikasikan ada fungsi yang tidak berjalan selama proses perhelatan pemilu serentak ini berlangsung, yaitu pada aspek keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya bagi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) diberbagai wilayah di Indonesia. Aspek ini telah diabaikan oleh pemerintah sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit.
Ironis memang. Kondisi masyarakat semakin kronis, sementara para pemimpin justru bersifat apatis, sikap tidak perduli akan keselamatan masyarakat sehingga terjadi banyaknya kecelakaan kecil hingga besar. Seperti ajang pemilu yang banyak menghabiskan korban jiwa akibat proses pemilu yang amat panjang. Terakhir pemberitaan tentang pembantaian kaum muslim di Australia, ternyata tidak ditanggapi serius oleh Pemerintah. Inilah yang membuktikan bahwa sikap pemimpin sejati dalam demokrasi tidak dapat memberikan contoh yang baik. Ditambah dengan saat ini, banyaknya kasus tindak pidana Korupsi yang dilakukan dari eksekutif hingga Yudikatif, telah membuktikan bahwa negeri ini darurat pemimpin yang mampu bersikap teladan.
Masihkah berharap pada Demokrasi? Sekali lagi, demokrasi hanya memberikan pemimpin yang ingkar janji. Pemimpin yang sebenarnya penipu rakyat. Kenapa demikian? Karena Demokrasi dan sistem Liberalisme/Kapitalisme tak mampu mengawasi dan menjaga pemimpin yang merakyat. Kalau pun ada, itu hanyalah fatamorgana belaka.
Perlu diperhatikan pula bahwa lahirnya kekuasaan yang menipu itu tidak lain dari cara pemilihannya. Sebab negara membiarkan para politisi itu bersaing dengan bebas tanpa aturan. Sehingga mereka berupaya menyuap rakyat menjelang pemilihan, kemudian mencampakkannya. Itulah Demokrasi. Kepemimpinan rakyat yang ternyata tak mampu menjadi pelindung bagi rakyatnya.
Sudah saatnya, Indonesia beralih pada sistem yang menghasilkan pemimpin yang bersifat pahlawan sejati. Sistem yang pernah merengguk kesejahteraan selama beberapa abad lamanya. Tentu, sistem itu bukan buatan manusia. Melainkan berasal dari Allah SWT. Islam, merupakan satu-satunya jalan agar Indonesia keluar dari krisis ini. Islam pula akan melahirkan pemimpin yang mampu diteladani oleh rakyatnya. Karena memang Islam bukan sekadar menguatkan sistemnya, tetapi juga akan menempa individunya.
Maka, sadarlah bahwa jargon-jargon yang dituliskan dalam selebaran, poster, baligho hingga iklan di media elektronik oleh para partai politik praktis dan politikusnya, tak lebih hanya kebohongan. Lain dengan islam. Sebab, sistem islam akan melahirkan para pemimpin yang kelak khawatir diazab oleh Allah SWT bila melakukan kezaliman dan kesewenangan kepada rakyatnya. Maka jangan heran, saat Umar ra. dilantik menjadi Khalifah, dia tak menemukan perasaan senang dan gembira. Karena Umar bin Khattab ra merasa bahwa menjadi Khalifah itu sangat berat, dan kelak setiap keputusannya akan dimintai keadilan oleh Allah SWT. Lupakanlah Demokrasi, dan ingatlah islam. Islam akan melahirkan sistemnya yang adil bernama Khilafah, dan pemimpinnya yang bijaksana dengan sebutan Khalifah. Wallahu’alam bishawab. [vm]
Posting Komentar untuk "Potret Buram Pemilu : Fisik Tumbang Hingga Nyawa Melayang"