Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

'Zonasi' Solusi Sengkarut


 Oleh : Isnawati

Sistem zonasi menjadi pembicaraan di dunia pendidikan dan para orang tua. Sistem zonasi telah memupuskan harapan para orang tua yang anaknya mempunyai nilai tinggi, rasa resah dan gelisah bergelayut dalam hati karena tidak bisa mencari sekolah sesuai yang dikehendaki, keresahan itu memicu kegaduhan berupa kritikan dan kecaman.

Zonasi merupakan kebijakan yang ditempuh kementerian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) Muhadjir Effendy untuk menghadirkan pemerataan akses pelayanan pendidikan serta kualitas pendidikan nasional yang menjadi amanah dan nawacita Presiden Joko Widodo dan Wakil presiden Yusuf Kalla.

Pemerintah memandang zonasi merupakan strategi yang utuh dan terintegrasi, hal ini sudah melalui pengkajian yang cukup panjang dan memperhatikan rekomendasi dari berbagai lembaga, zonasi adalah cara untuk mempercepat pemerataan disektor pendidikan, tandasnya. (web kemendikbud 25 Juli 2018)

Mengurangi bahkan menghilangkan ketimpangan kualitas pendidikan adalah tujuan yang mulia yang harus diapresiasi, sebab fakta saat ini ada sekolah favorit dan tidak favorit. Sekolah favorit berlabel siswa yang berprestasi yang umumnya dari kalangan baik ekonomi dan sosialnya sedangkan sekolah tidak favorit dari kalangan menengah kebawah dengan penampilan ala kadarnya disertai prestasi yang sedang-sedang saja dan cenderung sangat minim.

Pendidikan adalah layanan publik tetapi selama ini menjadi ajang kompetisi yang di eksklusifkan hanya untuk kalangan tertentu hingga terjadi diskriminasi. Dikotomi sekolah favorit dan tidak favorit memperuncing perbedaan dan memperbesar kesenjangan dan ini bukan sekedar persepsi tapi benar adanya.

Usaha menyepadankan sistem zonasi di masing-masing daerah adalah hal yang mustahil dengan keadaan ditiap wilayah yang berbeda, alih-alih menjadi sepadan yang ada justru akan memicu kegaduhan yang lebih riuh dari tahun ke tahun sebab memang akar masalahnya bukan zonasi atau tidak zonasi.

Perlu ditegaskan pula bahwa zonasi bukan soal PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) saja tetapi ketidak seragaman kualitas sekolah di Indonesia ini yang mengakibatkan ketimpangan di dunia pendidikan.

Ketidak seragaman ini membutuhkan perubahan sistem pendidikan yang kongkrit tentunya harus ditopang kekuatan ekonomi yang baik dan didampingi political will negara yang sadar akan kewajiban sebagai pemegang kekusaan pelayan rakyat. Sistem ekonomi kapitalistik dan sekulerisme yang menjadi landasan hari ini pasti akan sulit mewujudkan sistem pendidikan yang ideal.

Kesulitan mewujudkan sistem pendidikan yang ideal adalah hal yang wajar sebab ketimpangan ini muncul dari hulu hingga hilir. Lemahnya pembelajaran dimana sekolah hanya dianggap transfer ilmu agar bisa lulus dengan angka yang tinggi dan kelak mendapat kedudukan serta jabatan yang layak merupakan sebuah tujuan tanpa ada kesadaran bahwa mencari ilmu adalah kewajiban. Parahnya lagi pemikiran bahwa sekolah favorit adalah yang terbaik tentu menjadi pukulan yang berat bagi para orang tua dengan hadirnya zonasi, walaupun faktanya zonasi adalah solusi yang sengkarut.

Sengkarut itu juga nampak dari sisi tenaga pengajar dimana pendidik saat ini disibukkan pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga harus bercabang-cabang dalam mengajar yang berakibat lelah dipersimpangan jalan antara mengajar dan berganti-ganti tempat mengajar, fokus dan idealisme sebagai pengajarpun hilang. Sengkarut dunia pendidikan saat ini benar-benar carut marut.

 Harus kita sadari bersama bahwa pendidikan adalah kebutuhan yang mendasar, kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari cara membangun kualitas manusianya sebagai modal untuk tetap bersinergi dengan zaman agar bisa mengembangkan potensi yang ada.

Mengembangkan potensi adalah kewajiban negara dengan memfasilitasi, melayani sampai membiayai pendidikan secara gratis guna mendukung kegiatan belajar mengajar. Negara harus menghapus pembatasan kepada setiap warga negara untuk mengakses pendidikan tanpa ada diskriminasi antara yang kaya dan menengah ke bawah, tinggal di desa atau di kota atau dipedalaman sekalipun. Zonasi tidak boleh menjadi hal yang meresahkan lagi karena semua sama-sama berkualiatas tinggi dan disertai kuantitas yg besar dengan infrastruktur yang bagus.

Mengembangkan potensi rakyat menuju peradaban yg mandiri haruslah ada perubahan disemua lini, sosial, politik, ekonomi, budaya dan yang utama adalah landasan pijakan pendidikan itu sendiri yaitu iman dan taat kepada Sang Pencipta sekaligus Pengatur kehidupan.

Kesadaran bahwa ilmu bukanlah soal angka yang tertulis dalam ijazah saja tapi merupakan kewajiban yang harus dicari dan diamalkan akan terwujud dalam individual, masyarakat bahkan negara yang beriman.

Negara yang berlandaskan iman akan mampu dan mau menjalankan perekonomian serta pengolahan kekayaan alam secara baik dan benar demi kemaslahatan rakyat. Keadilan dan pemerataan pendidikan akan terwujud guna tak ada lagi keresahan karena zonasi, kemacetanpun bisa teratasi dengan sendirinya. Rahmtan Lil Alamin pasti akan bisa dirasakan seluruh rakyat dan negeri ini menjadi bangsa yang mandiri dan berberadap tinggi, hegemoni kuat baik dalam negeri dan luar negeri.

Tetapi sungguh sayang disayang cita- cita dan harapan tersebut panggang jauh dari api, apakah kita termasuk orang- orang yang diam dalam kesesatan? Naudzubillahi min dzalik.

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Almujadilah ayat 11). Wallahu a`lam.[vm]

Posting Komentar untuk "'Zonasi' Solusi Sengkarut"

close