Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BENDERA TAUHID, KHILAFAH DAN NARASI RADIKALISME (Sebuah Catatan Untuk Wiranto dan Lukman Hakim)


Oleh : Dr. Ahmad Sastra
(Pengajar Filsafat dan Peradaban)  

Belum lama ini Wiranto kembali menegaskan agar umat Islam, terutama HTI untuk tidak mendakwahkan ajaran khilafah. Sementara Lukman Hakim mempersoalkan pengibaran bendera tauhid oleh siswa MAN di Sukabumi. Keduanya membangun narasi radikalisme atas ajaran khilafah dan bendera tauhid. 

Apa yang salah dengan tauhid, khilafah dan HTI ?. Mengapa rezim membangun narasi radikalisme atas ajaran Islam ?. Bukankah menjalankan ajaran agama bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi konstitusi. Bukankah tauhid dan khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Bukankah HTI hanya mendakwahkan ajaran Islam ?. 

Adakah dalam seluruh peraturan perundang-undangan negeri ini ada larangan terhadap dakwah tauhid ?. Adakah dalam UU di negeri ini ada larangan tentang ajaran khilafah ?. Bukankah yang dilarang di negeri ini adalah ideologi komunisme dan leninisme yang menyalahi agama dan anti pancasila ?. 

Sementara tauhid adalah ekspresi keimanan dan kemusliman. Tauhid adalah lambang keyakinan dan ketundukan kepada Allah. Jika menyalahi tauhid berarti musyrik. Tauhid adalah ekspresi penyembahan kepada Allah. Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang [QS Al Baqarah : 162]. 

Katakanlah (Muhammad), “ Dialah Allah, Yang Maha Esa”. Allah meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. [QS Al Ikhlas : 1-4].

Kalimat Tauhid adalah kalimat paling agung yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul seluruhnya. Dengan kalimat inilah para Rasul mengajak manusia kepada jalan Allah, keluar dari kekesatan. Seluruh Nabi dan Rasul adalah muslim yang diutus Allah untuk membawa misi tauhid ini. 

Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan pada apa yang diturunkan kepada kami dan pada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yaqub dan anak cucunya dan pada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami berserah diri kepada-Nya. [QS Al Baqarah : 136]. 

Bagi seorang muslim, kalimat tauhid inilah awal dari perjalanan kehidupan, ujung dari kematian dan bekal saat dibangkitkan. Kalimat tauhid ini pulalah yang menjadi visi utama dakwah dan perjuangan seorang muslim. Dengan kalimat tauhid ini juga peradaban Islam tegak dan kokoh menyinari dunia. 

Peradaban Islam adalah peradaban paling agung yang pernah ada, dimana seluruh aspeknya berlandasakan tauhid. Al Faruqi pernah menulis sebuah buku berjudul tauhid yang menggambarkan peradaban tauhid, baik ekonomi, pendidikan, politik, sosial dan budaya. Bahkan mata uang emas dalam peradaban Islampun bertuliskan kalimat tauhid ini. ” Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al Hasyr : 23). 

Dengan tulisan tauhid ini pula panji-panji [roya] berkibar saat perang. Saat damaipun  bendera bertuliskan tauhid ini juga berkibar sebagai simbol persatuan umat.  Dibawah bendera Rasulullah bertuliskan kalimat tauhid ini pula kelak umat beliau berlindung saat hari pembalasan. 

Salah satu kalimat dalam doa kamilin yang biasa dibacakan usai sholat Tarawih disebutkan permohonan kepada Allah agar kita bisa ikut berjuang dibawah bendera [liwa] Rasulullah SAW. Karena itu panji tauhid adalah simbol  ibadah, dakwah, jihad dan persatuan kaum muslimin seluruh dunia. Bagi seorang muslim, keyakinan akan tauhid ini bersemayam kuat dalam hati dan tercermin kuat dalam setiap pola fikir dan pola sikapnya. Bagi seorang muslim, kalimat tauhid adalah segalanya. Tidak ada yang lebih agung dan mulia selain tauhid. Bagi muslim, tauhid adalah harga mati. 

Allah berfirman, “Siapa saja yang menghendaki kemuliaan maka milik Allahlah kemuliaan itu semuanya…” (QS Fathir : 10). Rasulullah bersabda, “Tidaklah lurus keimanan seorang hamba sehingga lurus hatinya dan tidaklah lurus hatinya sehingga lurus lisannya (HR Ahmad dari Anas dan al-Baihaqi dari al-Hasan).

Namun demikian, dengan kalimat tauhid ini pulalah para Nabi dan Rasul dimusuhi oleh para pembangkang Allah.  Dalam sejarah, seluruh Nabi dan Rasul selalu mendapatkan permusuhan dan persekusi hanya karena tauhid ini. Selalu ada manusia dalam setiap zaman yang menolak tauhid ini. 

Dan diantara manusia, ada orang yang menyembah tuhan selain Allah, sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah…. [QS Al Baqarah : 165].

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “ ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka menjawab, “ tidak !, kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya). Padahal nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun dan tidak mendapat petunjuk [QS Al Baqarah : 170]. 

Menolak dakwah tauhid adalah bentuk kesombongan, yakni menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Begitulah watak kekafiran dan kemunafikan yang menolak kebenaran Islam, mengkhianatinya  dan merendahkan para pengemban dakwah Islam. Begitulah yang dialami Rasulullah atas permusuhan kaum kafir dan munafik. 

Tidaklah mengherankan jika Rasulullah mendapatkan tindakan persekusi dari kaum kafir ini sepanjang perjalanan dakwah di Makkah. Segala macam bentuk persekusi, dari penghinaan, penyiksaan, pengusiran hingga pembunuhan terjadi dalam perjalanan dakwah Rasulullah. 

Semua persekusi dakwah terjadi hanya karena Rasulullah berpegang teguh kepada kalimat tauhid dan tidak mau berkompromi dengan kekufuran dan kemunafikan. Dalam QS Al Kafirun, Rasulullah dengan tegas berpegang pada prinsip tauhid ini. Beliau memilih mati atau menang dari pada menghentikan dakwah tauhid ini, serta menolak seluruh tawaran duniawi dari kaum kafir. 

Karena itu jika hari ini masih ada tindakan persekusi atas dakwah tauhid dengan menfitnah, membubarkan, merampas bendera tauhid, melarang mengibarkannya, membakarnya, serta menuduh sebagai gerakan radikal, maka sungguh ini adalah sebuah bentuk kesombongan dan kezoliman. Kekafiran dan kemunafikan adalah sumber kesombongan dalam diri manusia yang karenanya Allah murka. 

Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, bahwa Allah SWT berfirman : “ Kesombongan adalah selendangKu dan keagungan adalah sarungKu. Karena itu siapa saja yang merampas salah satunya dari Ku, pasti aku akan melemparkannya ke dalam neraka” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). 

Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan petang, sedang mereka menghendaki keridhoan Nya. Kamu tidak memikul tanggungjawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggungjawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu berhak mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang zolim [QS Al An’am : 52]. 
 
Bahkan ormas Islam HTI yang hanya mendakwahkan ajaran tauhid dan mensosialisasikan bendera tauhid sebagai pemersatu umat dibawahpun ikut dpersekusi secara zolim. Padahal HTI hanyalah berdakwah untuk kebaikan negeri ini agar terbebas dari penjajahan ideologi kapitalisme dan komunisme yang jelas-jelas telah merusak dan menghancurkan negeri ini. 

Tidak hanya sampai disitu, bahkan rezim membangun narasi bahwa HTI adalah ormas terlarang. Padahal HTI sendiri berdasarkan beputusan hukum dengan dicabut BHPnya melalui SK Kemenkumham RI dengan dikuatkan oleh Putusan TUN dan PTUN Jakarta, bukanlah ormas terlarang. Sebab dalam prosedur keormasan, kata Prof. Yusril Ihza Mahendra, punya BHP hanyalah soal pilihan. Bahkan ada ribuan organisasi kemasyarakatan yang tidak memiliki BHP. 

Bahkan dimata Greg Fealy, seorang pakar politik Australian National University (ANU) dalam wawancaranya dengan tirto.id menyatakan bahwa keputusan politik rezim Jokowi membubarkan HTI adalah hal yang buruk.  Menurutnya, Jokowi telah menggunakan negara untuk melarang dan menindas oposisi Islam. 

Terkait dengan dakwah syariah dan khilafahpun tidak ditemukan satu dokumen hukumpun sebagai dakwah terlarang. Sebab dalam UU Ormas yang terlarang adalah : komunisme, leninisme, atheism, marxisme dan ajaran lain yang bertentangan dengan pancasila. Dakwah syariah dan khilafah yang dianggap bertentangan dengan pancasila adalah asumsi sepihak tanpa didasari oleh keputusan pengadilan. 

Adalah benar bahwa yang terjadi adalah upaya jahat untuk mencitraburukkan HTI dengan membangun narasi bahwa HTI adalah ormas terlarang, HTI disamakan dengan PKI, Khilafah sebagai ajaran terlarang dan panji Rasulullah sebagai simbol terlarang. Semua tindakan ini adalah narasi jahat musuh-musuh Islam yang diamini oleh kaum muslimin. Sungguh khilafah adalah ajaran Islam, bendera tauhid adalah bendera Islam dan HTI hanyalah mendakwahkan Islam. HTI adalah ormas Islam yang berusaha menghilangkan segala bentuk kezoliman dan penjajahan di negeri ini dan di seluruh dunia. 

Setidaknya ada delapan aspek fundamental yang bisa menyatukan kaum muslimin di seluruh dunia. Pertama adalah kesamaan Tuhan yang disembah yakni Allah swt. Kedua kesamaan nabi yakni Muhammad saw. Ketiga kesamaan kitab suci yakni al Qur’an al kariem. Keempat kesamaan kiblat yakni Kabah di Mekkah al Mukaramah. Kelima kesamaan masjid yakni Masjid Nabawi di Madinah al Munawwarah. Keenam kesamaan perjuangan, yakni Jihad fi Sabilillah. Ketujuh kesamaan negara yakni Khilafah Islamiyah. Kedelapan kesamaan bendera yakni panji tauhid ar rayah dan al liwa yang bertuliskan kalimat Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah.

Dalam khasanah Islam, istilah khilafah sesungguhnya bukanlah istilah asing, sebab khilafah adalah ajaran Islam sebagaimana ajaran Islam lain seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lainnya.  Kaum Muslim dan seluruh warga negara khilafah yang notabene lintas ras dan agama setelah Rasulullah saw. wafat lebih dari 1000 tahun hidup sejahtera dalam naungan khilafah. Karena itu khilafah adalah ajaran Islam yang secara normatif dan historis jelas bisa ditemukan jejaknya. 

Mewujudkan eksistensinya adalah sebagai kewajiban layaknya kewajiabn lain dalam syariah Islam. Bahkan keberadaan khilafah merupakan “tâj al-furûd (mahkota kewajiban)”. Jika khilafah hilang, maka akan banyak hukum-hukum Islam hilang dan  terabaikan.

Terkait khilafah, Wahbah az-Zuhaili mengatakan, “Khilafah, Imamah Kubra dan Imaratul Mu’minin merupakan istilah-istilah yang sinonim dengan makna yang sama.” (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, 9/881). Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim di dunia untuk melaksanakan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah ke seluruh alam.  Sejatinya antara syariah atau ajaran Islam secara kâffah tidak bisa dilepaskan dengan Khilafah.  Ini juga yang disampaikan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali: “Agama adalah pondasi dan kekuasaan politik adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada pondasinya akan roboh. Sesuatu yang tidak ada penjaganya akan terlantar.”

Ada tiga esensi khilafah. Esensi pertama  adalah penerapan syariah Islam secara kaffah (QS Al Baqarah :208), dimana bidang ekonomi, pendidikan, budaya, politik didasarkan oleh aturan syariah yang memberikan kebaikan dan keadilan bagi seluruh warga negara, tidak memandang ras dan agama. 

Esensi kedua dari khilafah adalah ukhuwah dan rahmat (QS al Anbiya:107). Khilafah dengan kepemimpinan tunggal bagi kaum muslimin seluruh dunia menjawab perpecahan umat Islam selama ini. Dengan Khilafah selain kaum muslimin akan bersatu padu dalam satu kepemimpinan, meski berbeda dalam mazhab. Bahkan Khilafah akan memberikan perlindungan yang maksimal kepada setiap warga negara, meski beda ras dan agama dalam satu naungan pemerintahan yang adil dan beradab. 

Esensi ketiga adalah dakwah Islam rahmatan lil`alamin (QS Ali Imran :104). Esensi dakwah artinya upaya penyebaran kebenaran Islam dalam rangka menyelamatkan manusia dari jalan kesesatan. Jadi tidak ada alasan untuk mengkriminalisasi ajaran khilafah. Mendakwahkan khilafah adalah wajib bagi setiap kaum muslimin, sebab menjadi hak asasi muslim dalam menjalankan ajaran agama dan keyakinannya. 

Istilah radikalisme adalah produk Barat yang digunakan sebagai jebakan atas umat Islam. Dengan istilah seperti moderat atau radikal, sesungguhnya umat Islam sedang diadu domba dan dipecah belah. Narasi radikalisme adalah cara Barat menyerang ajaran Islam. Maka aneh jika umat Islam justru ikut-ikutan menyebarkan narasi sesat ini. 

Islam itu tidaklah radikal sebagaimana dipahami oleh Barat. Islam juga bukan agama moderat sebagaimana dipahami oleh Barat. Islam adalah agama sempurna yang datang dari Allah yang ajarannya menjadi solusi bagi seluruh persoalan manusia tanpa kecuali serta akan memberikan rahmat bagi alam semesta. Karena itu bendera tauhid sebagai simbol persatuan umat Islam dan khilafah sebagai ajaran Islam bidang politik dan pemerintahan bukanlah simbol radikalisme sebagaimana dituduhkan. Keduanya adalah kebaikan untuk bangsa ini dan seluruh umat manusia di dunia dan keselamatan di akherat. [vm]

Posting Komentar untuk "BENDERA TAUHID, KHILAFAH DAN NARASI RADIKALISME (Sebuah Catatan Untuk Wiranto dan Lukman Hakim) "

close