Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menristekdikti Bolehkan Mengkaji Marxisme Komunis? Bagaimana Dengan Sistem Khilafah ?


Oleh : Chandra Purna Irawan,S.H.,M.H. 
(Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI & Sekjend LBH PELITA UMAT)

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mempersilakan para mahasiswa dan civitas akademika yang ingin melakukan kajian mengenai paham Marxisme di lingkungan kampus. "Kalau itu di dalam ranah akademik, di kelas dilakukan secara terbuka, ini [kajian Marxisme] silakan. Umpamanya mengkaji tentang aliran Marxisme itu silakan. Tapi jangan sampai tidak terbuka. Dosen, pembina mahasiswa harus ada di dalamnya, jangan melakukan gerakan sendiri tanpa ada pendampingan. Ini yang penting," ujar Nasir saat di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2019).

Sumber: Baca selengkapnya di artikel "Menristekdikti Mempersilakan Mahasiswa Kaji Marxisme Hingga LGBT", https://tirto.id/ee76.

Menanggapi hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

Pertama, bahwa mengapa ada pejabat publik di rezim Jokowi yang mengeluarkan pernyataan membolehkan Marxisme Komunis untuk dikaji, tetapi secara diskriminatif mempersoalkan ajaran Islam tentang sistem pemerintahan Islam, diantaranya yaitu Khilafah?! Dengan berbagai stigmatisasi dan persekusi terhadap orang yang mengkaji sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah?!

Kedua, bahwa Marxisme-Komunisme-Leninisme bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia. Pascapemberontakan dan pengkhianatan G30S/PKI, penyebaran Marxisme-Komunisme-Leninisme dilarang di Indonesia. Larangan penyebaran Marxisme-Komunisme-Leninisme bersamaan dengan pembubaran dan pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Ketiga, bahwa Larangan penyebaran Marxisme-Komunisme-Leninisme dituangkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) Nomor XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menjabarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Kemudian diperkuat dengan TAP MPR Nomor V/MPRS/1973.

Keempat, bahwa didalam UU Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan keamanan negara, pada pasal 107, upaya dengan lisan, tulisan maupun media apa pun menyebarkan atau mengembangkan ajaran Marxisme, Komunisme, Leninisme dalam segala bentuk dan wujudnya dipidana dengan pidana paling lama 20 tahun penjara.

Kelima, bahwa terkait ajaran Islam Khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang baik dalam surat keputusan tata usaha negara, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP MPRS NO. XXV/1966. Artinya, sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan ditengah-tengah umat. Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi.

Keenam, bahwa selama ini kita diperbolehkan mempelajari sistem dari barat semisal demokrasi, presidensil, parlementer dll, bahkan kita pun menerapkan aturan dari penjajah Belanda seperti KUHP, KUHPerdata dll. Olehkarena itu sepatutnya memberikan kesempatan yang lebar kepada siapapun untuk mempelajari sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah. [vm]

Wallahualambishawab

IG/Telegram @chandrapurnairawan

Posting Komentar untuk "Menristekdikti Bolehkan Mengkaji Marxisme Komunis? Bagaimana Dengan Sistem Khilafah ?"

close