Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengatasi Alergi Syariah


Oleh: Endiyah Puji Tristanti, S.Si 
(Penulis dan Pemerhati Politik Islam)

Islam itu sungguh menakjubkan. Ajarannya semakin dikriminalisasi justru semakin berkembang dan diterima masyarakat. Contohnya soal syariah dan soal Khilafah. Begitu juga ormas atau kelompok yang mendakwahkan Islam. Semakin difitnah bahkan "dibekukan" BHP nya , semakin besar dan massif pergerakannya. Sebut saja Ksatria Hitam HTI dan akan menyusul, yakni Ksatria Putih FPI.

Hal ini diakui oleh Analis Intelijen dan Keamanan, Ridlwan Habib saat ditemui Gatra.com di kawasan Setia Budi, Jakarta, Jumat (9/8). Menurutnya pasca pencabutan legalitas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai organisasi tahun 2017 pergerakan HTI diduga kini semakin masif. Bahkan, pembubaran tersebut justru menguntungkan HTI. Selain itu, pasca pembubaran wacana Khilafah semakin mengemuka dan membuat banyak kalangan terlebih milenial penasaran. Kalangan inilah yang akhirnya menjadi target rekrutmen HTI.

Pendapat lain yang lebih obyektif disampaikan oleh Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang juga Anggota Komisi Hukum MUI, Anton Tabah Digdoyo (10/8). Menurutnya aparat negara diminta tidak alergi dengan istilah syariah. Apalagi sampai menuduh syariah Islam bertentangan dengan Pancasila dan bisa disangka sebagai makar. Ia menegaskan Khilafah sangat jauh berbeda dan tidak bisa disejajarkan dengan paham komunisme, LGBT, liberal sekuler yang memang kontra dengan Pancasila dan dilarang UU.

Membiasakan Berpikir Rasional

Relevansi bicara Islam politik ada pada situasi di mana negara mengalami krisis multidimensional. Semangat patriotis semata tak cukup produktif untuk menghasilkan solusi fundamental mengatasi krisis yang terjadi. Masyarakat membutuhkan solusi yang realistis, tak cukup diberi gagasan ilutif semacam demokrasi lalu berpangku tangan menunggu krisis berakhir.

Umat Islam adalah kaum yang sejak awal kedatangan Islam terdidik untuk mengedepankan obyektivitas berpikir. Ini harga mati. Mengaku muslim namun memiliki pemikiran puritan, terbelakang, kuno, takut terhadap perubahan, mengedepankan prasangka ketimbang fakta, sungguh tidak patut dipertahankan.

Bahwa pemikiran yang menyatakan Islam politik (syariah dan Khilafah) membahayakan bila ditegakkan, hanyalah asumsi tanpa bukti. Sedangkan fakta membuktikan bahwa saat ini Islam politik tidak ditegakkan, sementara separatisme, korupsi dan nepotisme, penodaan agama, kriminalitas, kebodohan, kemiskinan, krisis keuangan, neoliberalisme terus menerus memakan korban. Di mana rasionalisasi bahwa Islam politik menjadi ancaman bila diterapkan? Jadi stop alergi syariah!

Islam dalam Surat Ali Imron ayat 190 misalnya, bahkan mewajibkan manusia berpikir rasional (di atas bukti). Menggunakan akal sehat (ulil albab) untuk sampai pada kesimpulan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah). Ayat-ayat serupa banyak bertebaran dalam berbagai surat dalam Al Qur'an. 

Pun ketika membahas ideologi (mabda). Bahwasanya Islam adalah ideologi, sebab Islam merupakan aqidah (pemikiran rasional) yang memancarkan peraturan/sistem hidup. Islam terdiri dari aqidah rasional (menolak konsep dogmatis dalam perkara keimanan) dan syariahnya digali dari dalil-dalil syara' dengan metode istimbat. Ringkasnya Islam meliputi 3 (tiga) dimensi pembahasan.

Dimensi pertama, menjelaskan tentang bagaimana hubungan manusia dengan Al Khaliq (Pencipta) berupa aqidah dan ibadah. Dimensi kedua, membahas tentang hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang terkait seputar makanan, minuman, pakaian, dan akhlaq. Dua dimensi pertama ini sangat bersifat privat, individual dalam pelaksanaannya.

Sementara dimensi ketiga, membahas secara rinci tentang hubungan antara manusia dengan manusia dalam kehidupan seperti ekonomi, pergaulan, pendidikan, kesehatan, pemerintahan, pengadilan, keamanan serta politik. Dimensi terakhir ini bersifat sosial/komunal/jamaah tak terbatas pada aspek individual dalam merealisirnya. Pasti membutuhkan kepemimpinan sebuah negara penerap sistem.

Sebagaimana apa yang disampaikan Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al Ghazali:

“Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.” (Imam Al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, 1/17. Mawqi’ Al Warraq)

Al ‘Allamah Ibnu Khaldun mengatakan dalam Muqaddimah, 2/518, Lajnah Bayanil Arabi:

“Khilafah adalah upaya langkah membawa manusia ke arah yang sesuai pandangan syariat dalam mencapai maslahat kehidupan mereka baik akhirat dan dunia. Karena seluruh maslahat dunia ini menurut syariat Islam akan bermuara pada maslahat akhirat. Pada hakikatnya Khilafah itu berasal dari Pemilik Syariat dalam rangka menjaga agama dan mengatur dunia. Maka pahamilah dan ambillah pelajaran dari hal itu sepanjang yang kami sampaikan kepadamu. Dan Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”

Menjadi terang benderang, bukan perkara asing lagi bagi kaum muslimin ketika membahas negara maka yang dimaksud adalah Khilafah bukan demokrasi. Demikianlah khasanah pemikiran Islam yang tegak di atas asas pemikiran rasional.

Mengaku muslim milenial tapi masih alergi syariah adalah aib. Maka, katakan "tidak" pada islamophobia! Stop alergi syariah! [vm]

Posting Komentar untuk "Mengatasi Alergi Syariah"

close