Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

"Standar Ganda" Alat Legitimasi


Oleh : Isnawati

Berbicara masalah doble standar atau standar ganda berarti membicarakan tentang moral dalam memberikan penilaian terhadap subyek yang berbeda. Penilaian moral menjadi alat untuk mengadili perilaku orang lain yang berbeda dalam prinsip, kelompok, agama dan ras.

Contoh standar ganda yang ramai dibicarakan hari ini adalah tentang ijin keberlangsungan FPI sebagai ormas, FPI dianggap radikalisme sebab dalam agendanya dinyatakan berbeda dengan kebijakan yang ada saat ini. Padahal ada 11 daerah dengan segala agendanya ingin memisahkan diri dari NKRI dianggap hal yang biasa-biasa saja.

FPI adalah ormas yang sudah menjadi target penguasa selanjutnya setelah HTI. Masih hangat dalam ingatan kita bagaimana HTI dibubarkan karena ide Khilafahnya yang dibenturkan dengan Pancasila. Jokowi menyebut dirinya tidak akan berkompromi dengan idiologi yang membahayakan negara dengan menyatakan "jika organisasi membahayakan bangsa lewat idiologi saya tidak akan berkompromi." tandasnya.

Ketika hak asasi manusia (HAM) menjadi landasan yang dijunjung tinggi seharusnya tidak boleh begitu saja membubarkan suatu ormas. Hak yang sama harus diperlakukan karena mekanisme pembatasan untuk berserikat memang ada namun juga ditetapkan pada aturan-aturan yang harus dijalankan dalam membubarkan ormas tersebut yakni melalui proses hukum di pengadilan.

Pengadilanpun tidak boleh sewenang-wenang membubarkan ormas tanpa ada ijin. Pernyataan secara legalitas yang menyatakan bahwa ormas tersebut terdaftar di kemendagri harus ada, tidak bisa hanya atas kemauan salah satu pejabat publik saja sebagai legitimasi dari sebuah kebijakan.

Legitimasi yang bersembunyi dibalik kata demi keamanan, demi persatuan, demi keutuhan bangsa menjadi senjata yang sangat ampuh untuk membubarkan ormas yang dianggap membahayakan kepentingan penguasa dan oligarki.

Radikalisme dan ancaman idiologi menjadi isu sensitif yang kerap mewarnai diskursus politik saat ini. Keduanya menjadi alat untuk menyerang lawan politik dengan menggunakan tameng Pancasila sebagai senjata yang mematikan untuk menghadang yang tidak sejalan.

Gencarnya sinopsis pada FPI sebagai musuh negara masif dilakukan, standar ganda sedang dimainkan untuk membungkam suara kritis dengan mengkriminalkan Islam, ulama dan umatnya.

Fakta hari ini mengatakan bahwa tindakan represif hanyalah cara untuk menutupi kepongahan yang ada yang sesungguhnya jauh dari rasa cinta tanah air. Ketundukan pada hegemoni sekulerisme kapitalisme dengan banyaknya kebijakan yang pro asing, asong dan aseng menjadi sebuah bukti bahwa negeri ini menuju liberalisme global.

Liberalisme global yang mengarah pada kehancuran sedang dijalankan. Solusi tuntas harus segera dilakukan untuk melibas habis sampai keakar-akarnya, agar tidak ada lagi standar ganda dibalik kata NKRI harga mati, Pancasilais karena pernyataan-pernyataan tersebut membutuhkan bukti yang nyata demi kemaslahatan umat.

Kemaslahatan umat hanya bisa dicapai dengan landasan yang benar cara yang benar dan tujuan yang benar yaitu dalam bingkai Khilafah ala min hajjin nubuwah.

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholeh bahwa Allah sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Allah telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Allah akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah d iridhoi-Nya untuk mereka, dan Allah benar-benar akan menukar keadaan mereka sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Allah dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu maka mereka itulah orang-orang fasik." (TQS. Annur 55 ) Wallahu a`lam. [vm]

Posting Komentar untuk ""Standar Ganda" Alat Legitimasi"

close