Catatan Untuk Sukmawati, Muwafiq dan Abu Janda
Oleh : Ahmad Sastra
Sungguh miris, disaat umat Islam sedunia memperingati Maulid Nabi, dimana Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk membawa risalah Islam untuk menyelamatkan seluruh manusia. Rasulullah diutus Allah untuk seluruh manusia dan menjadi rahmat bagi alam semesta. Namun sangat disesalkan ketika ada segelintir orang yang justru menodai peringatan maulid Nabi agung Muhammad SAW ini.
Pertama adalah ucapan Sukmawati yang cacat nalar karena membandingkan Rasulullah dengan Soekarno kaitannya dengan perjuangan kemerdekaan abad 21. Padahal secara sederhana sejarah adalah bersifat kontinum inspirasi, dimana perjuangan Rasulullah membebaskan manusia dari belenggu penjajah telah menjadi inspirasi bagi para ulama dan kyai dalam perjuangan dan jihad melawan penjajah di Indonesia.
Allah menegaskan bahwa diutusnya Rasulullah adalah sebagai rahmat bagi alam semesta, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiyaa: 107).
Allah menegaskan dalam QS Al Ahzab ayat 21 bahwa Rasulullah adalah teladan (uswah hasanah) bagi seluruh kaum muslimin dan bahkan seluruh manusia. Para ulama menjadikan Rasulullah sebagai sumber inspirasi dalam berjuang melawan segala bentuk penjajahan atas negeri ini. Darah telah banyak mengucur dari para ulama yang syahid dalam upaya melawan para penjajah, sejak Portugis hingga Jepang.
Bagaimana dengan peran Soekarno dalam meraih kemerdekaan abad 20 di Indonesia ?. Apakah Soekarno telah menfatwakan resolusi jihad melawan penjajah sebagaimana yang dilakukan KH Hasyim Asy’ari ?. Bagaimana sikap Soekarno terhadap perjuangan para ulama seperti HAMKA dan Natsir ?. Bagaimana sikap Soekarno terhadap ideologi Islam dan komunis ?. Bagaimana pendapat Soekarno atas pemikiran Kemal Ataturk, bapak sekulerisme Turki ?. Silahkan jawab sendiri, saya cuma bertanya.
Kedua adalah ucapan abu janda yang cacat intelektual dengan mengatakan bahwa terorisme itu ada agamanya, lantas dia menyebut Islamlah agama terorisme itu. Dengan wajah penuh kebencian dia menegaskan bahwa adalah ngawur jika ada orang mengatakan bahwa terorisme tidak punya agama. Sekali lagi, dia lantas menuduh Islam sebagai agamanya terorisme.
Di tengah peringatan kelahiran Rasulullah 1441 H ini, ucapan abu janda tentu saja sangat melukai hati kaum muslimin. Jika Sukmawati telah lancang membandingkan Rasulullah dengan bapaknya, sementara abu janda justru lebih menyakitkan dengan menuduh Islam sebagai agamanya terorisme. Menuduh Islam sebagai agama terorisme tidak mungkin keluar dari mulut orang muslim dan mukmin.
Dalam sejarah para pembenci Islam yang dibawa para Nabi, seperti Nabi Musa, Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad adalah orang-orang kafir. Sementara perjuangan Rasulullah dalam menegakkan Islam seringkali juga dihalangi oleh kaum munafik. Jika ada orang yang membenci Islam dan Rasulullah, maka dia tidak bisa disebut sebagai muslim atau mukmin.
Menuduh Islam sebagai agama terorisme, selain sebagai ujaran kebencian yang melanggar UU ITE, lebih dari itu adalah sebuah penghinaan atas Islam. Padahal Islam adalah agama sempurna dan menyempurnakan, agama damai dan mendamaikan, agama yang penuh kasih sayang kepada semuanya.
Keagungan Islam telah lama menyentuh nusantara dengan dakwah damai dan penuh kasih sayang. Kerajaan Islam Demak menjadi saksi keagungan dan kebijaksanaan atas nilai-nilai kemuliaan dan kemanusiaan yang mendorong masyarakat mendukungnya, meski beda agama dan keyakinan. Islam tak mengajarkan kasta, perbudakan dan diskriminasi. Bagi Islam, agama adalah pilihan, tak ada paksaan sama sekali.
Gerakan dakwah pemikiran Wali Songo telah mampu mengantarkan Islam menjadi sistem kekuasaan yang memberikan kebaikan bagi semua rakyat, tanpa melihat ras, agama dan golongan. Raden Fattah bersama wali songo membangun demak dengan visi tentang kebesaran Islam di tanah Jawa. Gelar Raden Fattah saat adalah Sultan Fattah Syeh Alam Akbar Panembahan Jimbun Andurrahman Sayyidin Panatagama Sirrullah Khalifatullah Amiril Mukminin Hajjudin Khamid Khan Abdul Suryo Alam di Bintoro Demak.
Will Durant, 1926. The History of Civilization, vol. xiii, hlm. 151 menyatakan bahwa Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri yang terbentang dari Cina, Indonesia, India, Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir hingga Maroko dan Andalusia. Islam juga mendominasi cita-cita dan akhlak mereka serta berhasil membentuk gaya hidup mereka.
Islam telah membangkitkan harapan mereka serta meringankan permasalahan dan kecemasan mereka. Islam telah berhasil membangun kemuliaan dan kehormatan mereka. Mereka telah disatukan oleh Islam. Islam telah berhasil melunakkan hati mereka, meski mereka berbeda-beda pandangan dan latar belakang politik.
Maka menuduh Islam sebagai agamanya terorisme, selain sebagai bentuk ahistoris juga merupakan cacat intelektual. Jika abu janda mau jujur memperlajari Islam, maka tak mungkin akan menuduh Islam sebagai agamanya terorisme. Terkecuali, jika abu janda memang bukan seorang muslim dan memang telah tertanam kebencian kepada Islam, maka dari ucapannya dapat ditemukan korelasinya.
Ketiga adalah ceramah yang disampaikan oleh gus muwafiq yang juga berujung kontroversi dan menimbulkan kegaduhan. Ucapan dalam acara maulid Nabi justru dinilai telah merendahkan Rasulullah yang seolah tak terurus saat masih kecil hanya karena diasuh oleh mbahnya. Tentu saja ucapan ini tidak perlu diungkapkan, sebab selain salah, ucapan inipun bisa dinilai tidak punya adab atas diri Rasulullah.
Mengatakan para Nabi sebagai manusia biasa saja tentu saja sebuah kesalahan fatal, sebab para Nabi adalah manusia istimewa yang dipilih oleh Allah untuk menyampaikan risalah Islam kepada manusia atau umatnya. Meski dari golongan manusia, bukan dari malaikat, namun seorang Nabi dan Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan karenanya menjadi manusia luar biasa.
Dalam urusan dunia saja, jika ada orang yang dipilih presiden menjadi menteri dan juru bicara, maka akan menjadi orang yang tidak lagi biasa sebagai orang yang tidak dipilih. Tentu saja salah satu kelebihannya adalah tugas-tugas yang diembannya. Seorang yang disebut kyai atau ulama adalah manusia istimewa karena keilmuwan yang dimilikinya, tidak seperti orang yang tidak berilmu.
Bahkan Allah menegaskan dengan sebuah pertanyaan adakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu ?. Allah juga menegaskan akan mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu dengan beberapa derajat. Maka, menganggap Nabi dan Rasul sebagai manusia biasa-biasa saja, apalagi mengatakan saat kecilnya tidak terurus adalah ucapan yang tidak pantas. Terlebih jika ucapan itu justru keluar dari sosok muslim yang dipanggil Kyai Haji.
Tulisan ini adalah catatan sekaligus nasehat untuk Bu Sukmawati, Gus Muwafiq dan Abu Janda atas ucapannya yang viral di media sosial. Jika ucapan itu diperkirakan akan menuai kegaduhan, maka sebaiknya tidak diucapkan, lebih baik mengucapkan perkataan yang menimbulkan ketenteraman batin kaum muslimin dan bangsa ini.
Negeri ini sungguh tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja, maka lebih baik menyampaikan bagaimana solusi Islam sebagai agama sempurna atas persoalan rumit negeri ini. Lebih baik menyampaikan bagaimana Rasulullah menjadi seorang penyelamat manusia paling agung sepanjang zaman dengan Islam. Jangan malah merendahkan Rasulullah dan menuduh Islam dengan tuduhan sebagai agamanya terorisme.
Meski saya tidak percaya atas penegakan hukum di negeri ini, namun demi rasa keadilan, semestinya pemerintah peka atas kasus-kasus yang melibatkan Islam seperti ini. Jangan sampai ada orang yang menghina presiden langsung ditangkap, tapi menghina Islam dan Nabi malah dibiarkan. Pemerintah mestinya konsisten atas apa yang selama ini diteriakkan. Maka tangkap dan penjarakan siapapun yang menista Islam dan menghina Rasulullah.
Jadi jangan pernah lagi menghina Rasulullah dengan membandingkan dengan siapapun di dunia. Jangan pernah menyinggung fisik Rasulullah, apalagi merendahkan. Dan jangan pernah menuduh Islam sebagai agama radikal. Jaga mulut kalian, atau akan jadi sampah sejarah. [www.visimuslim.org]
Posting Komentar untuk "Catatan Untuk Sukmawati, Muwafiq dan Abu Janda"