Anugerah Terindah
Oleh: Afiyah Rosyad (Aktivis Muslimah dari Probolinggo)
Gelayut senja mengantar jutaan bahkan mungkin triliunan doa ke langit. Apalagi masyhur bahwa antara ba'da ashar dan qobla maghrib adalah salah satu waktu mustajabah.
Dengan keindahan irama tarikan dan hembusan nafas, MasyaAllah betapa surat Ar Rohman seolah bertarian dalam benak. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan? Dan rilli, jiwa ini masih di dunia. Masih laif. Alhamdulillah.
Teringat kalam indah Ibnul Qoyyim Al Jauzy, redaksinya lupa. Pada intinya bahwa sekeras apapun upaya kita menangkap bayangan, tak kan pernah tertangkap. Maka berbaliklah, berjalanlah hadapi yang ada di hadapan, niscaya bayangan itu akan mengikuti.
"Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarokatuhu ya habibaty" suara merdu ini jelas bukan angin, sapaan salam yang indah penuh gelora persaudaraan ini membuyarkan renungan Beyza di penghujung hari ini.
"Wa'alaykumussalam warohmatullahi wabarokatuhu" jawaban Beyza mantap sembari menyambut uluran tangan Aisyah, lalu dia memeluknya erat.
"So surprise mit yu here, Aisy. Mau kemana nih" Beyza menowel pipi Aisyah.
"Ih sakit tahu, jangan kenceng-kenceng kalo ngomong." Jawab Aisyah pada sahabatnya yang memang memiliki suara melengking tinggi dengan bahasa yang belepotan sehingga menarik perhatian orang.
"Ok, i see, tempat umum yes. Hihi. Mau kemana? Belum dijawab soalku ini?" ucap Beyza agak berbisik.
Dengan senyum khasnya Aisyah menjelaskan bahwa dia akan pergi acara KIBAR.
"Sama yes, naik KRL kan?" Beyza girang.
"Iya Bey, mau naik apa lagi coba?" sahut Aisy
"Train maybe. Entah." Beyza senyum.
KRL yang hendak ditumpangi datang. Sesegera mungkin mereka mmenuju gerbong khusus perempuan. Langkah keduanya beriringan, langkah cepat.
Nasib baik mereka bisa duduk bersebelahan. Aisyah menerawang jauh ke luar jendela. Menatap gedung-gedung pencakar langit. Beyza memperhatikannya tanpa kedip.
"Ehem, what do you look there Aisy?" Beyza agak meninggikan kepalanya melihat hamparan pemukiman yang super padat, lalu jalan yang diatasnya bersinggasana ratusan kendaraan bermotor berjalan merayap.
"Gak ada Bey, hanya melihat-lihat saja." Aisyah menjawab lembut.
"Realy? I don't think so yes." Beyza berusaha menyelidiki.
"Bener ya habibaty." Aisyah meyakinkan.
"Aku resah Bey. Pekan depan aku akan menikah. Kamu sudah dapat undangan kan?" Aisyah memulai obrolan.
"Yes, i got it Aisy. Romlah yang antar. I am hepi. Seneng dapat undangan itu. Kenapa resah?"
"Kamu tahu ikhwannya kan Bey, pernah taaruf denganmu kan?" Aisyah menyampaikan dengan hati-hati, sembari melihat reaksi Beyza. Obrolan itu terpotong. Ada beberapa akhwat masuk, Aisyah dan Beyza harus berbagi kursi.
Stasiun Cikini sudah dilewati. Beyza tak menyangka Aisyah akan bertanya hal itu. Itu kejadian sudah lama, dan sebenarnya tak perlu diungkit lagi.
"Qodarullah, belum jodoh. What happen?" Beyza menjawab mantap, air mukanya tidak menunjukkan perubahan. Aisyah susah menerka, terlebih dijawab dengan pertanyaan.
Jejeran gedung pencakar langit dan kendaraan yang padat merayap menyita perhatian Aisyah. Hati kecilnya menyesal telah menanyakan perihal itu. Tak penting sebenarnya mengungkitnya. Beyza memang tidak menampakkan raut tidak senang, namun Aisyah yakin jika dirinya yang ditanya hal itu, pasti sangat tersinggung.
"Sorry Aisy, apa my question makin buatmu resah?" Beyza sedikit berbisik pada Aisyah.
Aisyah menoleh dan menarik nafas.
"Aku tahu, anti pernah taaruf dengannya dari Ustadzah Heny. Afwan ya ukhty jika buatmu tersinggung. Tapi aku memang resah. Khawatir dia ada rasa padamu. Setiap kali aku ajukan satu hal, mesti jawabannya suruh tanya kamu. Makanya aku menyakan ihwal ini pada ustadzah Heny, sampai aku punya pikiran dia sering tanya tentang diriku padamu, karena aku tak pernah ditanya." Aisyah menunduk.
"Subhanallah, never Aisy. Believe me, I never talk anything with him. Setelah break. Finish. End." Beyza menjawab dengan mantap.
"You know, I never got communucation anymore. Kakakku yang urus semuanya." Beyza semakin meyakinkan Aisyah.
"Boleh aku bertanya lagi?"
"Sure, silahkan." Beyza menjawab dengan senyum.
"Kenapa kamu mundur bey?" Tanya Aisyah.
"Please for give me, I don't want to answer." Beyza tampak serius.
"You know, every story that you get in your injury time. Apapun. Akan membuatmu resah. Kakakku begitu juga." Beyza menggoda Aisyah.
"Believe me. Kakakku menjelang the wedding date tak selera makan. Look like clumsy every day. Like you now. Hihihi." Beyza cekikikan.
"Ssst, jangan kenceng-kenceng ketawanya ya habibaty. You are the next loh..." Aisyah merasa risih, bukan karena Beyza ketawa, tapi karena dirinya semakin digoda.
Kampus tersohor di depok sudah dilewati. Untaian kata sang kakak bergelayut mesra di benak. Bahwa setiap saat adalah anugerah terindah dari Sang Pemberi rahmat. Apapun kondisinya, itulah anugerah terindah.
Daun di pepohonan melambai-lambai, membawa angan pada sebuah sabda baginda Sang Suri Tauladan, bahwa laki-laki hendaklah mencari wanita yang subur. "You are the next..." ucapan itu menampar Beyza dengan keras.
Kini butiran hangat mulai terasa, Beyza segera menunduk merapikan tali sepatunya yang rapi, dan segera menghapus bulir bening di pipinya. Beyza banyak-banyak beristighfar tak ingin terpuruk dengan perasaannya sendiri.
Pernyataan menyakitkan dokter kembali terngiang-ngiang di kedua indera pendengarannya.
"Sorry madam. Putrimu tak kan pernah bisa hamil."
Alasan inilah yang membuatnya takut untuk proses taaruf. Pernah ia dengar kisah Robiatul Adawiyah yang mencukupkan diri berkholwat dengan Allah saja dalam hidupnya, tapi ia ketahui alasannya.
Lalu kisah ibunda Aisyah, yang juga tak berputra dari rahimnya mendorongnya berani berproses dengan ikhwan melalui kakaknya. Qodarullah tak berjodoh. Dan kini akan menjadi nahkoda bagi keluarga sahabatnya, Aisyah.
"Ya ukhty, ayo siap-siap. Asik betul tafakkurnya." Aisyah mengelus tangan Beyza.
"Kalau ada yang bilang indah pada waktunya, you know Aisy, every time is beutifull for me. Anugerah terindah itu saat kita bisa berdamai dengan Qodlo Allah dan ridloNYA." Beyza membetulkan resleting tas ranselnya.
"Shohih ya ukhty." Aisyah menggamit lengan Beyza saat keluar dari KRL. Langkah kaki mereka berpacu dengan awan yang berarak. Beyza merapatkan tunik dan syalnya, sementara Aisyah meresleting jaketnya. Hawa sejuk mulai menyapanya.
"Allah, I Hope I can get my pregnant when I get merried" Beyza lirih berdoa sambil mensejajari langkah Aisyah. Dia sudah menyetujui permintaan kakaknya untuk ikhtiar periksa. Kakaknya lah yang berusaha keras menghapus traumanya di masa lalu.
Terlebih setelah Beyza rutin ikut kajian yang digawangi kakaknya. Dengan penjelasan al 'uqdatul qubro, dia semakin paham bahwa hidup untuk ibadah. Apapun bentuk ibadahnya yang harus dicapai adalah Ridlo Allah. Itulah kebahagiaan hakiki, anugerah terindah.
Posting Komentar untuk " Anugerah Terindah"