Haram Tiru Sistem Pemerintahan Nabi Muhammad SAW?


Oleh: Abu Mush'ab  Al Fatih Bala 
(Pemerhati Politik Asal NTT)

Nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah (utusan Allah SWT) yang diutus untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Beliau SAW dengan bimbingan wahyu menyebarkan semua syariat Islam. 

Islam bukan saja agama yang mengajarkan ibadah atau ritual keagamaan tetapi juga mengajarkan aspek kehidupan manusia yang lain. Syariat ekonomi berisi tentang kewajiban membayar zakat, melaksanakan jual beli dan keharaman melakukan riba.

Syariat Islam membuat masyarakat sejahtera dengan cara yang halal dan menghapus kejahatan ekonomi karena riba. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ra, gaji guru sebesar 15 dinar (30 juta) per bulan. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan adanya orang miskin yang wajib menerima zakat. Kelebihan zakat dipakai untuk membayar utang dan biaya nikah muda mudi.

Syariat Islam di bidang sosial melarang manusia mendekati zina dalam rangka menjaga nasab dan kehormatan pria dan wanita. Islam malah memberikan solusi bagi yang lagi jatuh cinta dengan cara berpuasa atau menikah.

Di bidang hukum Islam melarang masyarakat mengonsumi khamr atau minuman keras yang menurut Polri adalah penyebab kriminalitas nomer satu di Indonesia. Wakil Ketua Komisi Hukum MUI, Anton Tabah, yang merupakan purnawirawan bintang dua polisi mengakui saat masih di kepolisian, kehadiran perda-perda syariah justru membantu tugas mengatur miras dan sebagainya.

Tiada masalah yang tak bisa diselesaikan oleh syariat Islam. Sebagai agama yang sempurna Islam pun punya syariat di bidang politik pemerintahan yang tidak dijumpai dalam agama apa pun di dunia ini. Bahkan Rasulullah SAW banyak melakukan syariat yang berhubungan dengan  politik. 

Adapun pernyataan bahwa Rasulullah bisa melaksanakan fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif secara bersamaan dan yang lainnya tidak adalah pernyataan yang tidak sesuai hukum Islam. Beliau bukan Nabi yang sekuler dan mengajarkan sekularisme. Pembagian kekuasaan menjadi tiga berasal dari khazanah politik Barat. Sedangkan penyatuan agama dengan kekuasaan adalah ajaran hukum Islam.

Sedangkan pernyataan bahwa tak perlu negara Islam yang penting adalah negara yang islami juga berlawanan dengan fakta sejarah dan ilmu ketatanegaraan. Negara Islam ada pada zaman Rasulullah SAW dan memiliki bentuk yang baku. 

Banyak sekali ajaran Islam yang secara tekstual tak ada istilahnya dalam Al Qur'an namun dipahami oleh Kaum Muslimin sebagai ajaran mereka. Misalnya kata Wudhu tidak ada dalam Al Qur'an tetapi ada tata cara nya.

Allah Ta’ala berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah …” (QS. Al Maidah: 6)

Banyak hadis yang menjelaskan pengiriman Sahabat ke provinsi-provinsi Islam sebagai hakim atau gubernurnya Rasulullah SAW misalnya pengiriman Sahabat Muadz bin Jabal ra ke Yaman. Sang sahabat harus berhukum dengan sistem Islam di sana. Rasulullah pun sering melakukan korespondensi melalui surat politik kenegaraan dengan banyak kepala negara seperti Kaisar Romawi dan Kisra Persia.

Meniru semua ajaran Islam termasuk sistem pemerintahannya berpahala dan merupakan kewajiban agama yang tertinggi sesuai ayat Al Qur'an:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ


"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa saja yang taat kepada Allah dan rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS An-Nur [24]: 51-52)

Sistem Pemerintahan Nabi Muhammad SAW bukan saja memberikan keuntungan ekonomi yang besar bagi warga negaranya tetapi juga memberikan toleransi dan kemajuan ilmu pengetahuan bagi dunia.

Banyak pakar non Muslim memuji kemajuan Daulah Islam dalam hal toleransi beragama yang sangat tinggi. Misalnya Penulis Karen Amstrong memuji kehidupan beragama yang ada dalam negara Khilafah (baca: peradaban Islam). Dalam negara Khilafah, agama selain Islam mendapatkan perlakuan yang sangat baik. Bahkan menurut Karen Amstrong, kaum Yahudi menikmati zaman keemasan di Andalusia. "Under Islam, the Jews had Enjoyed a golden age in al-Andalus" tulis Karen Amstrong.

Banyak pula ilmuwan besar yang lahir dalam sistem pemerintahan Islam. Misalkan Ibnu Khaldun, yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Pemerintahan, yang diakui sebagai salahsatu peletak dasar terwujudnya pemerintahan baru pada masa renaisans atau revolusi industri. Ketika masyarakat Eropa mulai jenuh dengan sistem kerajaan monarki yang tiran.

Ada juga Al Khawarizmi yang menemukan angka nol. Sumbangan angka nol nya Beliau mampu merevolusi komputer yang sebesar raksasa menjadi sekecil PC komputer. Sekarang sistem matematika digital ini telah menghasilkan smartphone versi android dan berbagai jenis alat elektronika modern lainnya.[]

Bumi Allah SWT, 27 Januari 2020

Posting Komentar untuk "Haram Tiru Sistem Pemerintahan Nabi Muhammad SAW?"