Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Di tengah Wabah, 1 Miliar Orang Merintih Kelaparan


Oleh: Ragil Rahayu, SE

Kabar tentang meninggalnya Ibu Yuli di Serang karena dua hari tak makan membuat kita terhenyak. Sementara di Cirebon, seorang tukang becak pingsan di atas becaknya. Awalnya diduga karena corona, ternyata karena kelaparan. Di media sosial, viral postingan dari seorang dokter berjudul "Bakwan Corona" yang menceritakan pasiennya mengalami luka parah hingga harus operasi. Penyebabnya adalah bertengkar karena rebutan bakwan dengan adiknya. Keduanya sangat kelaparan hingga tersulut emosi. Berbagai berita ini merupakan kondisi nyata di tengah masyarakat. Wabah corona yang belum diketahui kapan berakhirnya, telah berdampak besar terhadap ekonomi. Bahaya kelaparan mengancam rakyat. 

Kelaparan Global

Sebagaimana dilansir The Guardian, Direktur Program Pangan Dunia atau World Food Programme (WFP), David Beasley, menyebut 265 juta penduduk dunia terancam kelaparan sebagai dampak dari pandemi virus corona. Jumlah ini masih bisa bertambah karena ada sekitar 821 juta orang yang kurang makan. Sehingga, total warga dunia yang bisa mengalami bencana kelaparan melebihi 1 miliar orang.

Bencana kelaparan ini tak melulu akibat pandemi corona. Sebelum muncul wabah, dunia sudah terancam kelaparan. Berdasarkan laporan lembaga Global Report on Food Crisis (GRFC), sepanjang 2019 ada 135 juta penduduk dunia yang mengalami krisis pangan akut. Mereka tersebar di 55 negara. Laporan ini juga mengungkap sebanyak 75 juta anak-anak mengalami stunting atau kerdil, dan 17 juta lainnya mengalami gizi buruk. Akibat buruknya penanganan wabah corona, kondisi kelaparan makin parah. 

Indonesia juga menghadapi ancaman kelaparan. Berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) pada tahun 2019, sebanyak 22 juta penduduk Indonesia mengalami kelaparan kronis. Jumlah tersebut sekitar 90 persen dari total jumlah penduduk miskin Indonesia, yakni 25 juta jiwa. Ini adalah data sebelum adanya wabah corona. Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi akan ada tambahan sekitar 1,1 juta orang hingga 3,78 juta orang dalam kondisi paling buruk akibat wabah.

Kegagalan Sistem Kapitalisme 

Kelaparan global ini terjadi karena sistem kapitalisme gagal mewujudkan kesejahteraan pada masyarakat dunia. Kekayaan alam dinikmati segelintir korporasi saja. Sebagian besar penduduk bumi harus bekerja keras demi mengakses kehidupan pada level minimal. Sebagian lagi bisa hidup berkecukupan, tapi ketika terjadi wabah mereka jatuh ke jurang kemiskinan. Diperkirakan hanya 1% penduduk yang menguasai mayoritas kekayaan dunia. Mereka adalah para kapitalis. 

Ketimpangan pendapatan ini tak hanya terjadi di dunia ketiga, tapi juga di negara maju seperti Amerika. Beberapa tahun lalu di Amerika terjadi badai katrina yang memporak-porandakan sebagian wilayah dan membuka tabir kemiskinan di negara Paman Sam. Ternyata penduduk Afro-Amerika yang tinggal di wilayah badai tersebut memiliki kehidupan ekonomi yang menyedihkan. Sebuah liputan tentang "kid row" di Los Angeles membuka mata dunia bahwa di balik gemerlap kota besar di Amerika tersimpan kemiskinan yang mengerikan. Jika bicara Indonesia, di balik gemerlap gedung pencakar langit di Jakarta, terdapat permukiman kumuh di pinggir sungai dan di kolong jembatan. Lokasi ini bahkan menjadi destinasi "Poverty Tourism" yang didatangi pelancong mancanegara. 

Ketimpangan ekonomi ini terjadi karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme, khususnya neoliberalisme. Manusia dengan berbagai latar belakang diharuskan saling bersaing secara bebas agar bisa survive. Negara tidak boleh melakukan intervensi. Akibatnya, pemilik modal besar yang menang (baik modal uang maupun skill). Kondisi ini terus terjadi di sistem kapitalisme sehingga para pemilik modal besar menguasai  sumber daya dunia. 

Khilafah Mewujudkan Kemakmuran Global

Sistem Islam yakni khilafah memposisikan sumber daya yang ada di dunia sesuai aturan Allah SWT. Ada yang terkategori milik pribadi, milik umum dan milik negara. Individu (swasta) dilarang menguasai sumber daya alam yang terkategori milik umum seperti tambang, hutan, laut, sungai, dll. SDA milik umum ini harus dikelola negara untuk kemakmuran seluruh rakyat. Pengaturan ini mewujudkan keadilan ekonomi. Semua orang mendapatkan haknya secara adil. Ini berbeda dengan kapitalisme yang memprivatisasi SDA milik umum, juga berbeda dengan sosialisme yang tidak mengakui kepemilikan individu. 

Selain mengembalikan SDA pada pemiliknya, khilafah juga membekali semua warga negara dengan skill dan modal. Hal ini menjadikan semua laki-laki memiliki sumberdaya untuk memperoleh pendapatan, baik dengan menjadi pekerja maupun pengusaha. Bagi warga negara yang lemah (fisik maupun mental), negara memberi bantuan berupa makanan pokok, pakaian dan tempat tinggal. Kesehatan dan pendidikan juga disediakan secara gratis, sehingga semua rakyat memiliki bekal untuk hidup. 

Rakyat disuasanakan untuk saling tolong-menolong (ta'awun), misalnya antara pekerja dan pengusaha. Keduanya saling bekerja sama, meringankan beban. Antar tetangga juga terwujud ta'awun. Hal ini untuk mencegah persaingan tidak sehat antar anggota masyarakat. Dengan distribusi pendapatan yang adil, tidak ada jurang ketimpangan yang ekstrem antara yang kaya dan yang miskin. Semua rakyat sejahtera, bisa hidup layak dan makan makanan bergizi. Sehingga tidak muncul ancaman kelaparan,  gizi buruk dan stunting. 

Ketika menghadapi wabah, khilafah memberlakukan lockdown hanya pada wilayah wabah saja, bukan di seluruh negara. Hal ini menjadikan ekonomi di luar wilayah wabah tetap berjalan secara normal. Ekonomi di wilayah wabah jelas mandeg, sehingga butuh intervensi pemerintah berupa pemenuhan kebutuhan pokok yakni sandang, pangan dan papan. Kebijakan khilafah di bidang ekonomi sejalan dengan bidang kesehatan. Hasilnya, wabah terselesaikan dalam waktu cepat dan tidak merembet ke wilayah lain. 

Dalam menangani wabah, khilafah tidak akan tergantung arahan negara lain maupun lembaga internasional. Allah SWT berfirman :
“Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS An-Nisa: 141) 

Umat Islam tak boleh berada dalam dominasi negara dan lembaga internasional seperti WHO dan PBB. Khilafah akan menghadapi wabah secara mandiri. Tak boleh minta bantuan (utang) luar negeri demi penanganan corona. Karena semua solusi dan utang dari luar negeri justru menjadi jalan penjajahan. Wallahu a'lam bishshawab. 

Posting Komentar untuk "Di tengah Wabah, 1 Miliar Orang Merintih Kelaparan"

close