Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menuju Runtuhnya Politik Unipolar Amerika, Menyambut Datangnya Islam Sebagai Adidaya!



Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam  (Dosen dan Pengamat Politik)

Gonjang ganjing dunia belum berhenti dalam memghadapi persoalan wabah covid-19.  Penyebaran virus corona telah melanda banyak Negara di dunia dan menyebar di banyak Negara. Meskipun angka kematian secara global tidak mencapai 30% dari jumlah penduduk dunia, namun status pandemic sudah diumumkan oleh WHO.  Karena melihat cepatnya reaksi virus memyebar perhari membuat dunia ketakutan dan panic secara global. 

Ternyata situasi itu juga tidak membedakan status Negara super power, Amerika. Justru kondisi Negara adidaya tersebut dikabarkan akan menjadi wilayah darurat penyebaran wabah dengan korban terbanyak kedua setelah Itali. Sebab pasca dikabarkan berakhirnya masa pandemic di Negara asal mula menyebarnya virus diberitakan, yakni China, Itali kini Negara yang terparah. Dan kini Amerika tengah menghadapi  masa-masa yang sulit dan ketidakpastian.

Akankah Kekuatan Politik Unipolar Amerika MenujunKeruntuhan? 
Sekalipun Amerika merupakan Negara yang memiliki teknologi canggih dari segi failitas kenidupan, ternyata kewalahan menghadapi pandemic corona. Warga Amerika terus terinfeksi setiap hari. Seperti dikabarkan beberapa media massa, bahwa terdapat 16.000 orang/hari yang terinfeksi.

Dan telah mencapai 85.991 orang yang positif dengan angka kematian 1500 jiwa. Dan  seluruh penderita mencapai 150.000 orang. Sebagai manusia, Trump dan pemerintahannya pusing dan panic serta akan mencari cara menyelamatkan warga negaranya. 

Namun siapa sangka, Negara dengan kesombongan dan kecongkakannya selama puluhan tahun, kini mengaku kalah dihadapan rival dagangnya, yaitu China. sebagaimana berita yang dilansir dari viva.co.id mengabarkan bahwa presiden Amerika Serikat, Donald Trump langsung menelepon presiden China, Xi Jinping. Dalam akun twitternya Trump berharap agar kerjsama yang baik dengan China bisa terjalin dalam menangani penyebaran covid-19 di Negara adidaya tersebut. Mengejutkan bukan? Adidaya minta tolong kepada China? Apakah hal itu murni sebagai pengakuan ketidakberdayaan atau ada rencana baru yang telah disiapkan ke depan oleh kedua Negara tersebut? Karena, permintaan tolong tersebut akan menjadi aib bagi super power dihadapan Negara-negara koloninya. 

Tetapi, jika dianalisis dari fakta kondisi Amerika kini, mulai dari kewalahan menghadapi wabah, sampai kepada beban keuangan negaranya dalam mengatasi corona, AS sangat kesulitan. AS telah mengeluarkan dana sebesar US$ 2,2 T. Dana itu diperuntukkan membantu perusahaan untuk mengatasi penurunan ekonomi akibat corona dan juga penyediaan alat rumah sakit dengan kebutuhan suplai medis yang mendesak. Konon, dana itu pengeluaran terbesar AS sepanjang sejarah dalam menangani masalah dalam negerinya. 

 Selain itu, pasar saham Negara Paman Sam itu sedang mengalami surut. Dikabarkan bahwa saham Wall Street terus menurun himgga  9% . Saham –saham lain juga tidak kalah anjloknya. Meski dollar sempat menguat dua minggu sebelumnya, namun tidak bertahan lama. Amerika semakin panik ditambah mendapatkan kabar bahwa China akan kembali membuka pasar sahamnya. Dan Negara-negara lain juga berharap agar China kembali bangkit pasca masa sulit saat menjalani lockdown. Kabar berakhirnya pandemic di China justru tidak menjadi kabar baik bagi pesaing dagangnya, Amerika. 

Kelihatannya, pada periode ini China sedang di atas angin. Kabar keberhasilannya mengatasi wabah dengan cepat dan sigap menjadi nilai plus dimata dunia. Bahkan China sangat percaya diri dan berani menawarkan bantuan ke beberapa Negara seperti Iran, India, Pakistan bahkan Italia. Juga tidak ketinggalan untuk Indonesia. Dengan menawarkan produk-produk yang diperlukan, seperti rapid tes, masker, obat obatan hingga tenaga medis. China siap membantu. Sementara Amerika, kini masih disibukkan dengan wabah dan pertahanan ekonominya. China tentu menuai keberhasilannya dengan segala kemampuan mereka yang ada. 

Lalu, jika nanti China kembali ke pasar, dan Amerika masih sibuk terus dengan wabahnya, akankah China menjadi penguasa tunggal di pasar global? Menjawabnya tentu susah. Sebab, jika Amerika juga nantinya menyatakan telah pulih dari wabah, tentu akan kembali melanjutkan kejahatannya ke pada dunia. Tetapi setidaknya, kondisi unipolar politik Amerika Serikat terhadap dunia, kini tengah menuju keruntuhan. Tidak sedikit Negara yang telah serong ke China menjalin mitra bisnis. Kondisi keungan China yang dinilai lebih stabil dibandingkan Amerika membuat banyak Negara meliriknya dan berselingkuh dari Amerika. 

Kini, kelihatannya Amerika tidak lagi mampu meyakinkan dunia sepenuhnya, bahwa super power itu masih kokoh dan satu-satunya yang mampu ember pengaruh secara universal dengan unipolar politiknya. Hal ini menunjukkan, polarisasi perpolitikan global sedang berkembang dan membuka peluang bagi pendatang untuk membuat warna politik baru. Apakah warna politik baru yang siap mewarnai dunia dalam waktu dekat? 

Wajah Baru Polarisasi Politik Global Dengan Kebangkitan Islam

Masa hyperpower Amerika kini diambang kehancuran. Posisi kedigdyaan yang selama ini menjadi kebanggan kapitalis sedang berada diujung tanduk dan tinggal menunggu waktu qaidnya saja. sudah banyak media media memberitakan kondisi AS yang tidak lagi memiliki taring setajam dulu. Banyak indikasi yang mulai terlihat, seperti permintaan damai AS kepada kelompok Taliban Afgahnistan, kemudian juga permintaan menghentikan serangan kepada Assad untuk Suriah, serta permintaan kerjasamanya kepada China.

Ditengah kondisi wabah ini, Amerika dikabarkan tengah menutup  bisnis-bisnis kotor yang memberikan keuntungan besar Negara tersbut. Seperti pelacuran, bar, diskotik dan lainnya. Suasana di beberapa kota sibuk Amerika berubah jadi senyap seperti New York, Los Angels, dan Amsterdam. Sangat berbeda dengan suasan China yang kini lebih baik kondisinya. 

Belakangan ini pencapaian China telah menjadikan politik internasional bersaing lebih menarik. China berdiri dan memberanikan diri menjadi penantang sejati Amerika. Penantang yang lihai dalam menantang, bukan karena ambisi berlebihan dan semangat melainkan dengan kesabaran dan kecerdasan. Hegemoni Amerika kink sedang goyang khususnya untuk di Asia akibat pengaruh sang penantangnya yaitu China. Meski Amerika dengan simbol powernya masih berdiri di Washington, namun setidaknya dengan kenadiran China, khususnya Asia telah menemukan  alternative baru.

China memang berajaya menabur pengaruhnya di kawasannya serta Negara lain. Namun yang membedakan antara China dan Amerika adalah, China tidak mampunyai pandangan dan pemahaman bahwa budaya dan pandangan hidup mereka harus dianut pula oleh seantero dunia. Telah banyak artikel, esensi, dan buku yang memperdebatkan pengaruh China ke depan, akankan mampu mencapai posidi adidaya? Dan adidaya jenis apa?

Jika dilihat dari pengaruh China saat ini, tentu akan ada analisa seperti demikian. Apalagi Amerika kini tengah kalang kabut. Namun, kelemahan China sangatlah fatal jika dipandang dari sudut kacamata kebangkitan yang shahih. Sebab ketiadaan pandangan hidup yang jelas dari China, menjadikannya hanya bertumpu pada kekuatan marketing dan juga produksi. Sementara pegangan manusia di dalamnya sangat rapuh. Belum lagi kualitas produk-produk China yang masih dipertanyakan. Pada dasarnya, produk China hanya menang dari kuantitas belum melangkahi kualitas Eropa dan Amerika. China tetap memiliki kelemahan yang fatal.

Kemudian perselingkuhan China sebagai Negara yang berdasarkan komunis dengan kapitalis, akan menajdi nilai yang paling menyulitkan bagi China untuk menjadi adidaya sesungguhnya.  Ibaratnya, China mengajak manusia maju dalam mengembangkan teknologi dan perdagangan yang lebih soft dari AS, namun China tidak mampu memberikan pengaruh dasar yaitu aqidah. Sementara pengaruh aqidah dalam kenangkitan suatu Negara adalah hal utama. China pastinya tahu, tidak akan semua orang menerima ide konyol atehis nya. Bahkan untuk Uyhgur saja, China harus membantai dan mengisolasinya agar tunduk pada keyakian pemerintah China. Itupun tidak berhasil.

 Oleh karena itu, ada satu warna politik lagi yang mempunyai kekhasan dan sangat komprehensif. Bukan warna baru dalam sejarah peradaban dunia, namun telah di bunuh oleh Barat sekuler. Kini, politik itu kembali memperlihatkan warna ke dunia sebagai alternatif unggul. Warna politik itu adalah politik Islam. semakin hari, gaung kesadaran pemeluknya semakin tinggi akan pentingnya mengembalikan institusi politik mereka yang telah runtuh.

 Selain itu, kebangkitan Islam juga janji dari Rabb Sang Maha Pencipta dan kabar gembira dari Rasiulullah saw. Kebangkitan politik Islam kini tengah mewarnai polarisasi perpolitikan global. 

Kehadirannya kembali dari kesadaran pemeluknya adalah modal terkuat untuk sampai pada puncaknya. Meskipun ideologi lain akan terus mencoba mengnalanginya, tetapi pasti ia akan datang juga. Inshaallah.

Manusia  telah merasakan betapa tidak bernilainya hidup di bawah komunisme sebab disamakan dengan hewan (kera).

Disusul kapitalisme yang tidak kalah sadis. Melegalkan perang senjata, kimia, dan biologi demi eksistensi penjajahan dan kejahatannya. Kini, keduanya tidak lagi dilirik sebab telah tampak kerusakannya. Maka, adakah solusi lain selain kembali kepada Islam bagi orang yang berakal? wallahu a’alam bissawab. []

Posting Komentar untuk "Menuju Runtuhnya Politik Unipolar Amerika, Menyambut Datangnya Islam Sebagai Adidaya!"

close