Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

“Era Normal Baru” Menambah Carut Marutnya Kebijakan Penanganan Covid-19


Jakarta, Visi Muslim- Kompas.com pada Senin, 18 Mei 2020 memberitakan bahwa Presiden Joko Widodo meminta masyarakat bersiap untuk menghadapi era normal baru.

Kondisi ketika masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal, tetapi harus tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.

“Bapak Presiden menekankan pentingnya kita harus bersiap siaga untuk menghadapi era normal baru, kehidupan normal baru,” kata Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy usai rapat dengan Presiden, Senin (18/5/2020).

Komentar Politik

Apakah era normal baru berbahaya untuk rakyat? Apakah era nornal baru menambah carut marutnya penanganan covid-19?

Bila dikaitkan dengan pernyataan Jokowi sebelumnya, sepertinya era normal baru (new normal) ini adalah bentuk cara berdamai dengan virus corona

Dalam bahasa lain, setiap orang dipaksa beradaptasi dengan covid-19 yang terus menginfeksi dan bermutasi.

Sebagai tahap awal adalah proses pelonggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang akan semakin diperluas.

Hal ini sangat berbahaya, terutama untuk kelompok rentan di tengah Indonesia tidak memiliki peta yang jelas terkait dengan penyebaran Covid-19.

Menurut Yanuar Nugroho, penasehat Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), kalau masyarakat hidup bersama dengan virus ini, tapi tidak ada measure secara khusus untuk melindungi mereka yang rentan, ini sama saja menghadapkan mereka dengan maut.

Peta penyebaran covid-19 tidak jelas karena tidak adanya tes massiv untuk mendeteksinya. Sementara itu saat ini covid-19 sudah menyebar di seluruh propinsi tetapi dengan tingkat kedalaman yang tidak jelas. Bisa jadi fenomena “gunung es” terjadi dalam konteks ini.

Era normal baru hanya akan menambah penyebaran Covid-19 lebih luas.

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, Indonesia harus bersiap menghadapi pandemi Covid-19 gelombang kedua jika pemerintah menerapkan era normal baru saat angka penularan virus corona masih tinggi.

Efek lanjutannya tentu adalah beban sangat berat untuk tenaga kesehatan. Kondisi saat ini beban tugas tenaga kesehatan sudah berat dengan keterbatasan APD dan fasilitas rumah sakit, apalagi era normal baru tentu beban tugas dari tenaga kesehatan semakin tak terbayang.

Saat ini, tenaga kesehatan pun dibuat kecewa dengan kebijakan rezim penguasa yang blunder. Misalnya pelonggaran moda transportasi oleh menteri perhubungan. Dan efeknya langsung faktual, terjadi penumpukan penumpang di Bandara Soekarno Hatta. Termasuk kebijakan lainnya misalnya pulang kampung boleh tetapi mudik tidak boleh, yang akhirnya memicu perpindahan manusia dari zona merah.

Beban berat dan kekecewaan para tenaga kesehatan ini akhirnya membuncah dalam tagar #IndonesiaTerserah

Era normal baru hanya menambah carut marutnya kebijakan penanganan covid-19 oleh rezim penguasa.

Pada saat awal rezim menganggap remeh covid-19, kemudian membuat kebijakan blunder yang memicu penyebaran vovid-19.

Setelah covid-19 menyebar di seluruh propinsi, akhirnya rezim penguasa gagap dan bingung. Diawali dengan menolak karantina wilayah karena ketidaksiapan menjamin kebutuhan dasar manusia dan hewan ternak, akhirnya rezim penguasa memutuskan PSBB.

Dan saat ini muncul pertentangan kebijakan di tengah PSBB, yang poin pentingnya terkait dengan mulai adanya pelonggaran PSBB. Dan sepertinya arah pelonggaran akan diperluas.

Ujung akhirnya meminta rakyat berdamai dengan covid-19 dan memasuki era normal baru (new normal), memaksa setiap orang hidup dengan covid-19 yang terus menginfeksi dan bermutasi.

Beberapa waktu lalu Jokowi membuat pernyataan bahwa kurva penyebaran covid-19 harus turun bulan Mei, masuk posisi sedang di Juni dan di Juli harus masuk posisi ringan dengan cara apa pun.

Pernyataan sekaligus perintah Jokowi di atas jangan sampai kemudian dijadikan permainan otak -atik angka statistik yang tidak berbasiskan kondisi faktual dan kemudian dijadikan dasar untuk memaksa rakyat masuk dalam era normal baru.

Era normal baru adalah wujud rezim penguasa lebih berorientasi pada ekonomi dan abai terhadap penanganan covid-19.

Hal ini terkonfirmasi dari pernyataan kementerian koordinator perekonomian bahwa era normal baru adalah untuk memulihkan ekonomi sebagai dampak pandemi.

Era nornal baru adalah wujud tak bertanggungjawabnya rezim penguasa pada keselamatan dan kesehatan rakyatnya.

Rezim penguasa yang demikian adalah rezim yang jahat dan sangat dibenci oleh Allah Subhanahu wa ta’ala

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Sabda beliau:

« وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ»

“Manusia yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari-Nya adalah pemimpin yang jahat.” (HR at-Tirmidzi).

Umat Islam dan seluruh rakyat Indonesia membutuhkan pemimpin yang adil dan amanah. Pemimpin yang demikian hanya lahir dari penerapan syariah Islam kaffah dalam naungan Khilafah.

Wallahu’alam[] AgungWisnu/LS

Posting Komentar untuk "“Era Normal Baru” Menambah Carut Marutnya Kebijakan Penanganan Covid-19"

close